Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Senin, 24 Agustus 2015

PERKEMBANGAN ILMU FIQH, TERBENTUKNYA MADZHAB DAN IMPLEMENTASINYA



Fiqh, apa fiqh itu ? Hampir semua orang tentu dapat menjawabnya. Tak dapat dipungkiri bahwa kita setiap hari selalau berhubungan dengan fiqh, mulai dari hal - hal yang paling kecil sampai hal – hal yang menyangkut masalah internasional.
Dalam benak orang awam, fiqh mungkin hanya dianggap berhubungan dengan sang pencipta saja. Padahal kenyataanya tidak seperti itu. Akan tetapi fiqh juga berhubungan dengan hal – hal kemasyarakatan. Selain itu  ada hal yang perlu kita ketahui, yakni fiqh juga mempunyai sejarah perkembanganya mulai dari masa Rosulullah hingga sampai saat ini. Permasalahan yang dibahaspun masih tergolong sederhana, dan dalm pemecahanya tidak menuai banyak kendala.
Seiring dengan berubahnya zaman, perubahan fiqh kian meluas. Di dalamnya mulai timbul permaslahan yang bermacam – macam hingga melahirkan khilafiyah – khilafiyah di dalamnya yang berdampak besar bagi umat islam.  
Berangkat dari hal itu, kami disini mencoba untuk membahas sedikit hal tentang sejarah perkembangan fiqh, sejarah munculnya madzhab dan dampaknya dalam kehidupan masyarakat.
 I.   Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh
1.  Periode Risalah
Dimulai sejak kerasulan sampai wafatnya Nabi. Pada periode ini penentuan hukum mutlak ditangan Nabi, sumber hukumnya adalah Qur’an dan Hadits. Periode ini terbagi menjadi dua yaitu ; periode Makkah yang banyak fokus pada aqidah, dan periode Madinah yang lebih fokus pada masalah ibadah dan muamalah.[1]
2.  Periode Khulafaur Rasyidin ( 11 – 41 H )
Dimulai sejak wafatnya Nabi sampai peristiwa tahkim. Sumber hukum periode ini adalah Qur’an, Hadits, dan Ijtihad yang terbagi atas Ijma’ dan Qiyas.[2]
Pada masa ini Ijtihad adalah upaya yang luas menghadapi persoalan hukum yang semakin kompleks karena banyaknya umat islam dari berbagai etnis dan budaya. Juga untuk yang pertama kalinya para fuqaha berbenturan dengan masyarakt yang heterogen yang mendorong para sahabat untuk berijtihad.[3]
Pada Periode ini juga sudah mulai ada perbedaan pendapat diantara sahabat diantaranya perbedaan memahami Qur’an, perbedaan fatwa karena bedanya Hadits, dan berbedanya fatwa karena pendapat.[4]   
3.  Periode Awal Pertumbuhan Fiqh
Dimulai pada pertengahan abad 1 sampai awal abad 2 H.[5] Berpencarnya Sahabat ke pelosok negeri menyebabkan munculnya pendapat yang bebeda - beda sesuai dengan keadaan daerah masing – masing dan meyebabkan terbentukya dua golongan yaitu :
a)      Golongan Ahlura’yi, yaitu golongan yang mendahulukan kemaslahatan umum tanpa terlalu terikat makna harfiah teks hukum. Golongan ini dipelopori oleh Umar dan Ibnu Mas’ud, dengan pengikutnya diantaranya adalah Ibrahim bin Nakhai, Alqamah bin Qaisdan, Hasan Basyri, dll.
b)      Golongan Ahlul Hadits, yaitu golongan yang berpegang kuat pada Quran dan Hadits, dipelopori oleh Ibnu Abbas, dan Zaid bin Tsabit. Pengikutnya adalah Sa’id bin Musayyab, Atha bin Abi Rabi’ah, Amr bin Dinar, dll.[6]
Selanjutnya para pengikut dari para sahabat itu disebut Tabiin yang dijadikan rujukan menjawab persoalan hukum di zaman dan daerah masing – masing. Sehingga munculah istilah Fiqh Awzai, Fiqh Alqamah, dll.[7]
4.  Periode Keemasan
Dimulai pada abad ke- 2 sampai pertengahan abad ke- 4 H.[8] Ciri – ciri periode ini adalah semangat Ijtihad yang tinggi seperti periode sebelumnya. Yang membedakan adalah meluasnya kebudayaan, gerakan ilmiah diberbagai daerah, pembukuan Hadits, dan bertambahnya hufadz Quran dan perhatian untuk menunaikanya didorong oleh besarnya dukungan pemerintah untuk memmajukan berbagai bidang ilmu.[9]
Diawal periode ini pertentangan Ahlul Hadits dengan Ahlura’yi sangat tajam hingga mendorong semangat Ijtihad masing – masing aliran. Semangat itu juga mendorong lahirnya madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, Hambali. Fiqh Taqdiri atau Hipotesis ( membahas persoalan yang diperkirakan akan terjadi ) mulai marak.[10]
Pertentangan dua golongan itu mereda setelah golongan Ahlura’yi berusaha membatasi, mensistemisai, dan menyusu kaidah ra’yu yang dapat dipakai mengistimbatkan hukum sehingga Ahlul Hadits menerima ra’yu menurut pengertian Ahlura’yu dan menerima ra’yu sebagai salah satu cara menggali hukum. Selain itu, kedua golongan itu juga saling mengenal.
Periode ini juga memulai penyusunan kitab fiqh dan ushul fqh seperti al-Muwatha dan ar-Risalah. Selain itu teori ushul fiqh juga mulai bermunculan.[11]
5.  Periode Tahrir, Takhrij, dan Tarjih dalam Madzhab
Dimulai pertengahan abad ke- 4 sampai pertengahan abad ke- 7 H. Tahrir, Takhrij, dan Tarjih adalah upaya tiap – tiap madzhab mengomentari, menjelaskan,dan mengulas pendapat imam madzhab.[12]
Diperiode ini hampir tidak ada mujtahid mandiri sehingga muncul fanatik buta. Selain itu juga muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad ditutup karena :
§ Dorongan penguasa pada hakim untuk memakai madzhab pemerintah saja.
§ Sikap fanatik buta, kebekuan berfikir, dan taqlid tanpa analisis.
§ Gerakan pembukuan tiapmadzhab sehingga mempermudah memilih madzhab yang mendorong untuk taqlid.[13]
6.  Periode kemunduran
Dimulai pertengahan abad ke- 7 H sampai munculnya majalah al-Ahkam al’Addliyyah ( hukum perdata kaerajaan turki Usmani ) pada 26 Sya’ban 1293 H. Ada tiga hal yang menonjol pada periode ini.
§ Banyak pembukuan fatwa. Buku – buku yang disusun disistematisasikan sesuai dengan kitab fiqh.
§ Produk – produk fiqh diatur kerajaan.
§ Muncul gerakan kodifikasi fiqh islam sebagai madzhab resmi pemerintahan.[14]
7.  Periode Pengodifikasian Fiqh
Dimulai sejak munculnya majalah al Ahkamul Adliyyah hingga sekarang.
Ciri – ciri yang mewarnai periode ini adalah :
§ Muncul upaya pengkodifikasian yang sesuai dengan tuntutan dan situasi zaman.
§ Ada upaya kodifikasi yang tak terikat pada madzhab.
§ Muncul pendapat bahwa pendapat dari berbagai madzhab ialah satu kesatuan yang tidak bisa dipisah.[15]
II.   Sejarah Munculnya Madzhab
Sudah kita ketahui sebelumnya, pada zaman Khulafaur Rasyidin wilayah islam meluas dan umat islam terdiri dari banyak etnis dan budaya. Persoalan hukum islam pun makin kompleks. Para sahabat juga bertebaran ke berbagai pelosok negeri dengan metode fatwanya masing – masing. Mereka berijtihad dengan carsnya masing – masing. Fatwanya juga diikuti murid – muridnya sehingga jumlah pengikut sahabat dengan fatwa masing – masing makin banyak dan membentuk aliran – aliran.
Seiring dengan berkembangya zaman, masing – masing aliran itu berkembang kualitas dan kuantitasnya sehingga menjadi sempurna. Kemudian aliran – aliran itulah yang disebut sebagai madzhab. Diantara madzhab itu ada yang masih eksis dan ada juga yang hilang karena tidak mempunyai pengikut.[16]  
III.   Implementasi Fiqh Dalam Kehidupan
Dalam keterangan di atas telah diterangkan, bahwa antara sahabat satu dengan sahabat lain dalam memecahkan persoalan hukum mempunyai ikhtilaf. Ikhtilaf itu disebabkan karena metode yang mereka gunakan berbeda, selain itu juga karena kondisi umat yang berbeda pula ( sosial, etnis,dan budaya ).
Ikhtilaf, dapat dapat dibagi ke dalam dua kategori utama :
1)      Ikhtilaf yang kontradiktif ( ikhtilaf tadaddi ), yaitu ketetapan – ketetapan hukum yang sepenuhnya berbertentangan dan secara logis tidak dapat dipertemukan. Misalnya, ketetapan hukum dimana sebuah madzhab menyatakanya sebagai haram dan madzhab yang lainya menyatakan halal.
2)      Ikhtilaf yang bervariasi ( ikhtilaf tanawwu’ ), yaitu ketetapan – ketetapan hukum yang bertentangan yang variasi – variasinya bisa diterima secara logis dan bisa dipertemukan. Misalnya, variasi posisi duduk Rosulullah SAW ketika shalat, dan ada perbedaan mengenai posisi duduk yang dikemukakan oleh masing – masing madzhab.[17]
Adapun dampak negatif dari ikhtilaf itu adalah, tidak jarang ikhtilaf –ikhtilaf itu sering kali menjadi mala petaka memicu terjadinya perpecahan antar umat islam yang kian membuat citra buruk bagi umat islam dimata dunia.
Namun demikian, ikhtilaf itu juga membawa dampak positif yang luar biasa besarnya bagi keluasan ilmu fiqh. Tidak bisa dibayangkan bila antara sahabat tidak ada ikhtilaf maka ilmu fiqh akan gersang, kehilangan hasil – hasil ijtihadnya yang amat diperlukan umat islam selanjutnya. Sebab Sebab Islam tidak stagnan diam di dalam jazirah Arab, takan tetapi menyebar luas hingga ke pinggiran benua Eropa, masuk menjelajah jauh ke dalam rimba Afrika, berlayar jauh hingga nusantara, melewati pegunungan tinggi hingga negeri Cina.
Syariah Islam bertemu dengan beragam budaya, adat istiadat, tata aturan masyarakat, tsaqafah, tradisi dan sekian banyak falsafah kehidupan umat manusia. Kelenturan hukum syariah menjadi syarat mutlak. Ternyata perbedaan pandangan di kalangan shahabat telah menjawab semuanya.


[1] Syahrul Anwar, ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, ( Bogor, Ghalia, Indah, 2010 ), hlm. 33
[2] Hudhari Beik, Tarikh al – Tasyri’ al Islam, ( Semarang, Darul Ikhya, 1980), hlm. 259
[3] Syahrul Anwar, op. Cit., hlm. 34
[4] Ibid., hlm. 272 - 276
[5] Rahmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqh,( Bandung, Pustaka Setia, 1999), hlm. 30.
[6] Syahrul Anwar, op. Cit., hlm. 42 - 48
[7] Rasyad Hasan Khalil,Sejumlah legalisasi Hukum Islam, ( Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2009),hlm. 92 - 98
[8] Dja’far Amir, Ushul Fiqh ( Semarang, Toha Putra, 1968 ), hlm. 8
[9] Syahrul Anwar, op. Cit., hlm. 38
[10] Rasyad Hasan Khalil, op. cit., hlm. 101
[11] Syahrul Anwar, op. Cit., hlm. 37
[12] Dja’far Amir, op. cit. Hlm. 11
[13] Syahrul Anwar, op. Cit., hlm. 38
[14] Ibid.,hlm. 39 - 40
[15] Ibid., hlm.40 - 43
[16] Bisri Syamsuri, Miftahul Ushul, ( Jombang : PP. Bahrul Ulum,tth. ), hlm 101
[17] Abu Ameenah Bilal Philips , Analisis Historis atas Madzhab, Doktrin dan Kontribusi, ( Bandung : Nuansa, 2005 ), hlm. 199 – 200

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar:

SEJARAH LAHIRNAYA PERSOALAN TEOLOGI DALAM ISLAM


                                                
A.    PENGERTIAN TEOLOGI ISLAM
Ditinjau dari segi loghat teologi berasal dari kata “Theos” artinya “Tuhan” dan “Logos” yang berarti “Ilmu”. Jadi teologi berarti “ilmu tentang Tuhan”.  Teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan pertaliannya dengan manusia, baik berdasarkan kebenaran wahyu ataupun berdasarkan penyelidikan akal murni.
Teologi biasa disebut dengan beberapa nama,antara lain ilmu ushuluddin,ilmu tauhid,figh al akhbar,dan ilmu kalam.Disebut ilmu ushuluddin karena ilmu ini membahas tentang dasar-dasra dan pokok-pokok agama(ushuluddin).Disebut ilmu tauhid karena ilmu ini membahas keesaan Allah SWT.Di dalam nya  di bahas tentang hal yang wajib ,mustahil dan jaiz pada Allah juga sifat yang wajib ,mustahil dan jaiz pada rasul-Nya.Sedangkan Abu Hanifah mengistilahkanya dengan Al-Fiqh Al-Akbar karena menurut yang mulia Abu Hanifah,hokum islam hukum islam terbagi dua bagian yaitu pertama ,yaitu Al-Fiqh Al-akhbar ,di dalamnya dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan istilah keyakinan atau pokok-pokok agama atau tauhid.Kedua ,Al-Fiqh Al-Ashghar, di dalamnya di bahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah thaharah,ibadah,mu’amalah,munaqahah dan jinayah.[1]
                             
B. LATAR BELAKANG SEJARAH LAHIRNYA PERSOALAN PERSOALAN TEOLOGI  ISLAM
            
Harun Nasution ber asumsi  perseolan-perseolan teologi  kemunculannya di picu oleh  persoalan-persoalan politik.Persoalan-persoalan politik di maksud yaitu tragedi  pembunuhan  ‘Usman  bin Affan  yang menggurita dan  ber ujung pada kudeta yang di lakukan oleh Mu’awiyah terhadap khalifah sah saat itu  yaitu Ali bin Abi Thalib yang ber akhir dengan peristiwa tahkim (arbitrase)yang sangat merugikan pihak Ali bin Abi Thalib.
              Dikarenakan polemik tersebut  sebagian pasukan Ali bin Abi Thalib menarik diri dari bawah bendera Ali bin Abi Thalib,mereka menganggap Saidina  Ali telah berbuat salah karena mau berdamai (tahkim)dengan pihak Mua’awiyah,apalagi mereka sudah hampir menang dalam” perang saudara”tersebut.Dalam sejarah mereka dikenal dengan khawarij yaitu orang-orang yang memisahkan diri.[2]
             Dari persoalan di atas maka lahirlah beberapa Aliran Teologi  dalam Agama islam yaitu sebagai berikut:
a.      Timbulnya Persoalan teologi  Khawarij
Secara etimologis kata Khawarij berasal dari bahasa Arab yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut Khawarij terhadap orang yang memberontak imam yang sah. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula Khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.[3] 
Sedangkan menurut ta’rif ilmu teologi adalah yang dimaksud Khawarij yaitu suatu kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang shiffin pada tahun 376 H / 648 M dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.[4]
 Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah, lagipula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang sudah didepan mata  itu menjadi raib. Ali sebenarnya sudah mendeteksi kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyah, sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, ahli Qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaiki At-Tamimi, dan Zaid bin Husien Ath-Tha’i, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Askar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan.[5]
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam), tetapi orang-orang Khawarij menolaknya, mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah, keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah menjadi pengganti Ali dan ia mengecewakan orang-orang Khawarij, mereka membelot dan mengatakan, “Mengapa kalian berhukum kepada manusia? Tidak ada hukum selain hukum yang ada disisi Allah.”
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Hal ini di samping didukung oleh watak kerasnya akibat kondisi geografis gurun pasir, juga dibangun atas dasar pemahaman tekstual terhadap nash-nash Alquran dan Hadis. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status dosa besar, mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Muawiyah, Amr bin Al-Ash’, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir.[6]
b.      Timbulnya Persoalan Teologi Syiah
          Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.[7]
          Menurut Thabathbai, istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali), pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW.  Para pengikut Ali yang disebut Syi’ah itu diantaranya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqad bin Al-aswad, dan Ammar bin Yasir.[8]
         Pengertian bahasa dan terminologis diatas hanya merupakan dasar yang membedakan Syi’ah dengan kelompok islam lainnya. Di dalamnya belum ada penjelasan yang memadai mengenai Syi’ah berikut doktrin-doktrinnya. Meskipun demikian, pengertian diatas merupakan titik tolak penting bagi mazhab Syi’ah dalam mengembangkan dan membangun doktrin-doktrinnya yang meliputi segala aspek kehidupan, seperti imamah, taqiyah, mut’ah, dan sebagainya.
             Mengenai kemunculan Syi’ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan Perang Siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali-kelak disebut Syi’ah, dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij. [9] 
  
c.       Timbulnya Persoalan Teologi Mu’tazilah
       Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dari I’tazala .yang beraati ‘’berpisah’’ atau ‘’memisahkan diri’’ yang ber arti juga ‘’menjauh’’atau ‘’menjauhkan diri’’.
       Istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan,golongan pertama, (disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebahai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh dikemudian hari. 
           Golongan kedua, (disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar..
        Mu’tazilah II ini lah yang secarah kelahirannya mempunyai banyak varsi.Beberapa versi analis
           Pemberian nama Mu’tazilah kepda golongan kedua ini berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Washil bin Atha serta temannya,’Amir bin ‘Ubaid, dan Hasan Al bisri di basharah.Pada waktu Washil mengikuti pelajaran yang di berikan oleh Hasan al Bisri di mesjid Basarah,dating seorang yang bertanya mengenai pendapat tentang orang yang ber dosa besar.Ketika Hsan basri sedang berfikir Washil menyatakan pendapatnya dengan mengatakan “orang yang berbuat dosa bukan lah kafir dan bukan mukmin tapi berada diantara kedunya,tidak mukmin dan tidak kafir”.Kemudian washil menjauhkan diri dari halakah Hsan basri dan menempati sudt lain dari masjid ter sebut.Disan Washil mengemukakan kembali pendapatnya di hadapan pengikutnya.Kemudian Hasan Basri mengatakan “Washil menjauhkan diri dari kita(I’tazala ‘anna)”.Menurut Asy-Syarastsani,kelompok yang memisahkan diri tersebut adalah kaum Mu’tazialah.
Menurut analisis Al-baqdadi,Washil dan temannya,’Amir bin ‘Ubaid bin Bab,di usir oleh Hasan Basri dari majlisnya karena ada pertikaian di antara mereka tentang qadar dan orang yang berbuat dosa besar.Keduanya Menjauhkan diri dari Hasan Basri dan berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar itu mukmin dan tidak kafir.
Beliau menceritakan pada suatu hari Qatadah bin Da’amah (w.956 H) masuk kemesjid Basarah dan bergabung dengan majlis ‘Amir bin ‘Ubaid yang dikira adalah majlis Hasan Basri.Setelah Qatadah mengetahui bahwa majlis tersebut bukan majlis Hasan basri ,ia berdiri dan meninggalkan tempat itu sambil mengatakan ‘ini kaum Mu’tazilah”.
Menurut beliau ,asal-usul kemunculan Mu’tazilah tadak ada sangkut paut dengan peristiwa Washil dan Hsan Basri.Mereka dinamakan Mu’tazilah karena mengatakan orang berbuat dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir(al-manzilah baina manzilatain).Dalam arti,member status orang yang berbuat dosa jauh dari golongan mukmin dan kafir.[10]
Yang di nyatakan oleh beliau merupakan pendapat baru ,beliau mengatakn penamaan Mu’tazilah kepada mereka jauh sebelum peristiwa Wasil dan Hasan,dan sebelum timbul pendapat posisi diantar dua posisi.Nama Mu’tazilah diberikan kepada orang-orang yang tidak mau intervensi dalam pertikaian politik yang terjadi pada zaman Usaman bi affan dan Ali bin abi thalib.Ia menjumpai pertikaian disana ,yaitu satu golngan mengikuti pertikaian itu,sedangkan golongan lain menjauhkan diri ke kharbita(I’tazala ila kharbita).Oleh karena itu ,dalam surat yang di kirim kepada Ali bin Abi Thalib ,Qais menakan golongan ini dengan Mu’tazilin.
   Ia mengatakan,sebenarnya nama Mu’tazilah bukan berarti “memisahkan diri dari umat islam lain” tetapi karena berdiri  netral diantara Khawarij dan murjiah.[11]
d.      Timbulnya Persoalan Teologi Murji’ah
KataMurji’ah” berasal dari kata “arja’a” atau “arja” yang mempunyai beberap pengertian diantaranya:
   “Penundaan”,“Mengembalikan”umpamanya bagi orang yang sudah mukmin. Tapi berbuat dosa besar sehinggga matinya belum bertaubat, orang itu hukumanya di Tunda, dikembalikan Urusanya kepada Allah kelak.[12]
    “Memberi pengharapan”. Yakni bagi orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukum kafir melainkan tetap mukmin dan masih ada harapan untuk memperoleh pengampunan dari Allah.
 “Menyerahkan”maksudnya menyerahkan segala persoalah tentang siapa yang benar dan siapa yang salah hanya kepada keputusan Allah kelak.
Dari beberapa pengertian diatas bisa kita menyimpulkan tentang pengertian dari Murji’ah. Adapun yang di maksud kaum Murji’ah di sini ialah suatu golongan atau kaum orang-orang yang tidak mau ikut terlibat dalam mengkafirkan tehadap sesama umat Islam seperti dilakukan kaum Khawarij yang mengatakan bahwa semua yang terlibat dalam tahkim adalah kafir, dan mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar juga kafir. Bagi mereka, soal kafir atau tidaknya orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan orang Islam yang berdosa besar, kita tidak tahu dan tidak dapat menentukan sekarang. Mereka mempunyai pandangan lebih baik menangguhkan penyelesain persoalan tersebut dan menyerahkanya kepada keputusan Allah di hari kemudian yakni pada hari perhitungan sesudah hari Kiamat nanti. Karena mereka berpendirian menangguhkan atau menunda persoalan tersebut, mereka kemudian disebut kaum Murji’ah.[13]
Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijrah. Dinamakan “Murji’ah” karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang mukmin yang berdosa besar dan belum bertobat sampai matinya, orang itu belum dapat dihukumi sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan terserah kepada Allah di hari akhir nanti.
Lahirnya aliran Murji’ah disebabkan oleh kemelut politik setelah meninggalnya Khalifah Utsman bin Affan, yang di ikuti oleh kerusuhan dan pertumpahan darah.
 Kemelut polotik itu berlanjut dengan terbunuhnya Khalifah Ali yang diikuti pula kerusuhan dan pertumpahan darah. Di saat-saat demikian, lahirlah aliran Syi’ah dan aliran Khawarij. Syi’ah menentang Bani Umayah karena membela Ali dan Bani Umayyah dianggap sebagai penghianat, mengambil alih kekuasaan dengan cara penipuan.[14]
e.       Timbulnya Persoalan Teologi Jabariyah
           Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa, didalam al-munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu..Selanjutnya, kata jabara bentuk pertama setelah ditarik menjadi jabariyah memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme). Dalam bahasa inggris, jabariyah disebut fatalism atau predestination yaitu faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’ dan qadhar tuhan.24
          Faham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh ja’d bin dirham kemudian disebarkan oleh jahm bin shafwan dari khurasan. Namu dalm perkembangannya, faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya an-najjar dan ja’ad bin dirrar.
           Sebenarnya faham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah  ketika nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir tuhan. Nabi melarang mereka untuk mendebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat tuhan mengenai takdir. [15]
          Dimasa Khalifah umar bin khattab di ceritakan beliau pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika dientrogasi, pencuri itu berkata” tuhan telah menentukan aku mencuri” mendengar ucapan itu, umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada tuhan. Oleh karena itu, umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan. Kedua, hukuman dera karena menggunakan dalil takdir tuhan.[16]
           Di saat Abdullah bin Abbas memegang tampuk pimpinan Daulah bani Umayyah pernah mengirim surat sebagai wujud reaksi kerasnya terhadap penduduk syiria karena di duga mereka penganut sakte jabariah.
        Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya diibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama yahudi bermazhab Qurra dan agama kristen bermazhab Yacobit.[17]
f.       Timbulnya Persoalan Teologi Sunni
        Sunni atau Ahlussunnah terbagi kepada dua pembagian,satu pembagian yang  umum yaitu kelompok teologi yang kontra dengan syiah .Dalam penegrtian ini adalah Mu’tazilah termasuk juga Asy’ariah masuk dalam golongan Sunni.
        Sedangkan yang di katakana Sunni dalam pengertian khusus adalah sakte yang berada di bawah bendera Asy’ariah yang ber mufarakah dengan Mu’tazilah.Aliran khusus ini yang sedikit kita kaji dalam pembahasan singkat ini . [18]
          Penamaan Ahlussunnah atau Sunni mulai serin digunakan setelah timbulnya aliran Asy’ariah dan Maturudiah,dua ajaran yang menantang ajaran-ajaran Mu’tazilah.Dalam hal ini Harun nasution menukil keterangan Tasy Kubra Zadah-menjelaskan bahwa aliran Sunni muncul atas keberanian dan usaha Abu Al-hasan Al-As’ary sekitar tahun 300H .[19]
      Abu al Hasan A’li bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin ‘Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asyari adalah nama lengkap dari Al-Asy’ari lahir di Basyarah pada tahun 875 M.Sebelum mempopulerkan Faham sunni Al Asy’ari adalah tokoh Mu’tazilah yang gembleng oleh gembong Mu’tazilah yang tidak lain adalah ayah tirinya sendri yaitu Abu ‘Ali Al-Juba’i(w 303 H/915)ayah kandung dari Abu Hasyim Al-Jubbai’i(w 321 H/932 M) bahkan Al Asy’ari sering megantikan gurunya Al-Jubbai dalam perdebatan melawan penantang Mu’tazilah.
      Al-Asy’ari keluar dari Mu’tazilah setelah berumur 40 tahun  mengumumkannya pada jama’ah masjid Basarah dan meyatakan akan membeberkan keburukan-keburukan Mu’tazilah.Menurut Ibnu ‘Asakir,yang melatar belakangi Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah adalah konon Al-Asy’ari bermimpi bertemu Rasulullah SAW,sebanyak tiga kali,yaitu pada malam ke-10 ,ke-20 dan ke-30 dalam bulan Ramadhan .Dalam tiga kali mimpinya ,Rasulullah memperingatkan agar segera meninggalkan Mu’tazilah dan segera membela faham yang di riwayatkan dari beliau.[20]
                                                 
Kesimpulan
                  Persoalan Teologi islam lahir dari ekses pertikaian politik antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib,walaupun benih-benih perbedaan pandangan sudah pernah lahir sejak nabi Muhammad SAW dan para sahabat,namun perbedaan tersebut baru mengkristal setelah peristiwa tahkim.
Berbagai macam sakte teologi lahir dikalangan umat islam, dengen berbagai karakter dan pemikiran masing-masing.
             Perdebatan panas mengenai iman dan kufur,perbuatan tuhan,sifat-sifat tuhan,serta kehendak mutlak tuhan dan keadilan melahirkan berbagai persoalan teologi dengan aliran yang ber macam-macam ragam.
Daftar pustaka
Rosihon Anwar, Abdul Rozak , Ilmu Kalam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012
Harun Nasution,Teologi islam:Aliran-aliran sejarah perbandingan ,(Ui-Press,Jakarta,1986).
W.Montgomery Watt,pemikiran teologi dan filsafat,terj.umar Basalim,P3M,Jakarta,1987
 Hadariansyah Ab, Pemikir-pemikir teologi dalam Sejarah Pemikir Islam (Banjarmasin: Antasari Press, 2008).
Ahmad Hanafi, Teologi Islam/Ilmu Kalam(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974.
AmirAnNajar,Alkahwarij:AqidatanwaFikratanwafalsafatan,Terj.AfifMuhammad,dkk,LenteraCet.I,Bandung,1993.
M.H Thabathbai’I, islam Syi’ah,asal-usul dan prkembangannya,Terj.Djohan Efendi,(graffiti Press,Jakarta 1989)



[1] . Rosihon Anwar, Abdul Rozak dan Maman Abdu Djalel, Ilmu Kalam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006). Hal.19-20
                 [2] . Harun Nasution,Teologi islam:Aliran-aliran sejarah perbandingan ,(Ui-Press,Jakarta,1986)hal.12
  [3] . Rosihon Anwar, Abdul Rozak , Ilmu Kalam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006). Hal. 49
                [4] . Harun Nasution…hal 11
[5] . Amir An-Najar,Al-kahwarij:Aqidatan wa Fikratan wafalsafatan ,Terj.Afif Muhammad ,dkk,(Lentera .Cet.I,Bandung,1993),Hal.5.
[6] . Amir An-Najar,Al-kahwarij:Aqidatan wa Fikratan wafalsafatan ,Terj.Afif Muhammad ,dkk,Lentera .Cet.I,Bandung,1993,Hal.5.
[7] . Abdul Rozak Roshihon Anwar…hal.111
[8] . M.H Thabathbai’I, islam Syi’ah,asal-usul dan prkembangannya,Terj.Djohan Efendi,(graffiti Press,Jakarta 1989),hlm.37 dan 71
                [9] . W.Montgomery Watt,Terj.Umar Basalim…hlm.10
[10] .Abdul Rozak Roshihon Anwar…hal.98-99
[11] . Abdul Rozak Roshihon Anwar…hal.97-100
[12]. Abdul Rozak Roshihon Anwar…hal.70-71.
[13] . Hadariansyah Ab, Pemikir-pemikir teologi dalam Sejarah Pemikir Islam (Banjarmasin: Antasari Press, 2008), hal.58
[14] . Ahmad Hanafi, Teologi Islam/Ilmu Kalam(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974),h. 10-11
[15] . Aziz dahlan, sejarah pemikiran perkembangan dalam islam, (beunneubi cipta. Jakarta).1987 hal 27-29.
[16] . Abdul Rozak Roshihon Anwar…hal.83
[17] . Sahiludin a. Nasir, pengantar ilmu kalam,( rajawali, 1991, jakarta), hal 133
[18] . Abdul Rozak Roshihon Anwar…hal.81
[19]  .Harun Nasution,hal,28
[20] . Abdul Rozak,Roshihon Anwar,M.Ag…hal 146

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar: