Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Rabu, 28 Oktober 2015

DINASTI-DINASTI DIBAWAH KHALIFAH ABBASIYAH DAN KERUNTUHAN ABBASIYAH




A.      Pendahuluan
 Daulah Abbasiyah didrikan secara revolusioner dengan menggulingkan kekuasan Daulah Umaiyah yang saat itu dipimpin oleh khalifah Marwan II bin Muhammad.
Kekuasaan Daulah Abbassiyah berlangsung dalam waktu yang cukup panjang, sejak tahun 132 H sampai 656 H/750 M -1258 M (selama 508 tahun). Dalam pemerintahan Daulah Abbassiyah ada tiga dinesti yang pernah memegang kekuasaan (tampuk kekuasaan) yaitu dinasti Bani Abbas, dinasti Bani Buwaihi dan dinasti Bani Saljuk, dengan jumlah khalifah 37 orang.[1]
Pada masa Daulah Abbassiyah ini tercapainya peradaban yang gemilang dan juga merupakan puncak kejayaan negara Islam. Puncak populeritas Daulah Abbasiyah berada zaman pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmum.
Namun demikian Daulah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dan kehancuran, disaat datangnya penyerangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Mereka tidak saja mengancurkan kota Baghdad, tapi juga menghancurkan peradaban Islam yang telah maju dengan pesatnya, maka dengan begitu berakhirnya kekuasaan Daulah Abbasiyah.
Dalam beberapa hal corak pemerintahan Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan daulah Umaiyah, sebagaimana yang terjadi pada masa Daulah Umaiyah misalnya, para bangsawan cendrung hidup mewah, mereka gemar memelihara budak . kehidupan lebih cendrung pada kehidupan duniawi dibandingkan mengembangkan nilai-nilai yang sipatnya Islami, walaupun ada sebahagian Khalipah yang taat beragama dan memiliki selera seni yang tinggi.
Pemerintah bani Abbasiyah bertumpu pada banyaknya sistem yang pernah dipraktekkan oleh bangsa sebelumnya, baik yang Muslim maupun non Muslim.
B.       Latar Belakang Berdiri
1.         Dinasti Ghaznawi
Cikal bakal berdirinya Dinasti Ghaznawi diawali oleh Alpatigin (seorang keturunan Turki yang menjadi perwira militer pada Dinasti Samaniyah di Transoxania Asia Tengah). Ia diangkat sebagai gubernur di Khurasan Asia tengah pada tahun 955 M. Pada tahun 962 M Alpatigin melakukan ekspansi ke arah timur, tepatnya ke Afganistan bagian timur. Diwilayah ini Alpatigin menaklukkan dan menguasai kota Ghazna beserta daerah –daerah di sekelilingnya.[2]
Setelah keruntuhan kerajaan Daulat bani Abbas, kekuatan militer Abbasiyah pada waktu itu mulai mengalami kemunduran, sebagai penggantinya para penguasa Abbasiyah menjalankan orang yang profesional di bidang kemeliteran, khususnya tentra Turki dengan sistim perbudakan. Pengangkatan anggota militer baru Turki ini dalam perkembangan selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan Khalifa, sudah muncul panatisme kebangsaan berupa gerakan Syu’ubiyah (kebangsaan anti Arab). Kelompok inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, disamping persoalan keagamaan[3].
Ketika Amir Abdul Malik dari Samaniyyah meninggal pada tahun 350 H, panglima budak Turki dari pasukan Sumaniyyah di Khurasan, berupaya memanipulasi suksesi untuk keuntungan sendiri, upaya ini gagal , dan dia harus menarik diri kekaesaran Samaniyyah, dan yang menghadap ke India, sejumlah panglima budak Turki mengikuti Alptigin, yang memerintah atas nama Samaniyyah, sampai pada tahun 366 H Sebuktigin tampil ditampuk kekuasaan. Dibawah dia terciptalah kebiasaan Ghazniyyah menyerang padang-padang India untuk mendapatkan jarahan dan budak.[4].

2.         Dinasti Buwaihi
Ibnu Tabatiba mengatakan bahwa Abu Syuja’ Buwaih adalah seorang nelayan miskin termasuk bapak dan kakeknya, Buwaihi hidup di negeri Dailamatau negeri Jilan, yang terletak di barat daya laut Kaspia dan diduduki oleh suatu kaum yang dinamakan Dayalimah atau Jil. Negeri ini tunduk dibawah pemerintahan Islam sejak Zaman Khalifah Umar bin Khatab, tetapi rakyatnya masih berpegang kepada agama mereka dan lebih suka membayar jizyah. Namun pada akhirnya rakyat Dailam menerima Islam sebagai agama, setelah negerinya dipimpin oleh al-Hasan bin Ali yang bergelar al-Atrusy, Al-Hasan ini yang telah berhasil menyebarkan aga Islam di bumi Dailam secara lebih terbuka.[5].
Rezim Buwaihi , yang menguasai Iran,Irak dan Mesopotamia, memprakarsai sebuah model razim baru, yang menguasai Timur tengah sejak abad ke X sampai abad ke XI. Buwaihu mendudukan khalifah dalam kedudukan sebagai gelar kepala-kepala Negara semata, mengornisir mereka sebagai pimpinan bagi seluruh Muslim Sunni, mengakui hak mereka untuk membuat keputusan dalam urusan keagamaan dan mengakui sebuah ide bahwasanya hak mereka untuk memerintah bergantung pada keabsahan kekhalifahan. Di masa ini para khalifah tidak mempunyai wazir-wazir, tatapi hanya mempunyai khatib (sekretaris) yang menguruskan harta miliknya saja. Sehingga pada prakteknya rezim Buwaihi didasarkan pada sebuah koalisi keluarga, yang mana dari masing-masing dari mitra yang ditaklikan diberi sebuah sebuah Propinsi di Iran dan Irak sebagai mitranya. Pasukan militer yang sebagian yang terdiri dari infantry Daylam dan sebagian terdiri dari pasukan kavaleri budak Turki, sebagaimana pasukan militer khalifah masa belakangan, diorganisir menjadi sejumlah rezim yang lebih setia terhadap pimpinan mereka dan terhadap ambisi pribadi mereka atas kekayaan dan kekuasaan dari pada setia terhadap Negara.[6]
          Sementara itu Bani Buwaihi telah membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara , Ali bin Bawaihi menguasai wilayah bagian selatan negara Persia, al Hasan bin Bawaihi menguasai wilayah bagian utara , dan Ahmad bin Bawaihi menguasai wilayah al Ahwaz, wasit dan Baghdad. Dengan demikian , Baghdad pada priode ini tidak lagi merupakan pusat pemerintahan Islam, karena sudah pindah ke syiraz dimana berkuasanya Ali bin Bawaihi yang memiliki kekuasaan bani Buwaihi.
3.         Dinasti Saljuk
Dinasti Saljuk merupakan dinasti Bangsa Turki sebelum periode Mongol, mereka berasal dari suku yang terbiasa hidup bebas[7]. Yang terdiri dari bebrapa Kabilah kecil rumpun suku Ghuz diwilayah Turkistan. Pada abad kedua, ketiga, keempat Hijriah mereka pergi kedaerah barat menuju Transoxiana dan Khurasan. Ketika itu mereka belum bersatu, mereka dipersatukan oleh saljuk Ibnu Tiqaq, karena itu mereka disebut orang Saljuk.[8]
Terdapat dua persi terbentuknya Saljuk :
1.      Ibnu Al Athir menceritakan ketika Raja Turki bernama Baighu ingin menguasai negara Islam, Tuqaq menentang , dan akhirnya ia memisahkan diri dengan pengikutnya dan membentuk suatu kominitas yang terpisah dari kerajaan .
2.      Saljuk ibnu tuqaq memisahkan diri dari kerajaan bersama pengikutnya dan memasuki wilayah Islam dengan mendirikan pemukiman di daerah dekat Jand di mulut sungai Jaihun.[9]
Sukiu Saljuk bertetangga dengan dinasti Samaniyyah dan dinasti Ghaznawiyah. Pada saat terjadi persaingan politik antara kedua dinasti tersebut, dinasti Saljuk cendrung memihak kepada dinasti Samaniyyah, untuk memperoleh keuntungan . kecendrungan ini mengakibatkan paham Islam yang mereka pilih adalahIslam Sunni. Keberpihakan dinasti Saljuk kepada dinasti Samaniyyah ini, maka ia bersama pengikutnya memperoleh wilayah di mulut Sungai Jaihun untuk pemukiman mereka dan menjadikan Kota Jand sebagai pusat kegiatan politik mereka.[10]
Ketika dinasti Samaniyyah dikalahkan oleh Ghaznawiyah, Saljuk menolak untuk bergabung dengan dinasti Ghaznawiyah,, dan memproklamirkan wilayah diduduki suku ini menjadi wilayah yang merdeka. Setelah saljuk wafat, pemerintahan dijalankan oleh Israil bin Ibn Saljuk. Perkembangan Bani Saljuk ini mencemaskan Ghaznawi, sehingga Israil dan penggantinya Mikail dipenjarakan oleh Mahmud Al-Gaznawi. Kemudian muncul tokoh generasi Saljuk pengganti Mikail yang bernama Tughril Bek. Pada masa pemerintahannya suku Saljuk berhasil mengalahkan dan mengakhiri kekuasaan Ghazanawiyah tahun 429 H/1036 M. Dan semencak saat ini dinasti Saljuk sukses dalam upaya ekspansi. Pada masa kepimpinan Tghril Bek ini juga suku Saljuk berhasil memasuki Baghdad setelah mengalahkan kekuatan Buwaihiyah.[11]

C.       Kemajuan Peradaban Islam pada masa Dinasti-Dinasti
a.Dinasti Ghaznawi
1.    Politik dan Pemerintahan
Peletakan dasar kerajaan  Ghaznawi oleh Sebuktigin, pada bagian awal pemerintahannya dia bebrapa kali menyerbu Punjab dan merebut beberapa perbentengan di perbatasan India. Sebuktgin bertiondak dengan otonomi penuh , terus menganggap dirinya sebagai Gubernur Samaniyah dan Mahmud tampaknya mau bersikap  sama sampai menjadi jelas bahwa kekuasaan samaniyah mulai runtuh. Di Khorsan dia memulihkan penyebutan nama Khalifah abbassiyah dalam sembahyang Jum’at  dan sebagai imbalannya ia ditunjuk sebagai gubernur khalifah di khurasan, dengan gelar Wali Amir al-Mukminin dan Yamin ad-Daulah.[12] Sedangkan  kemajuan bidang Politik dan pemerintahan pada zaman Dinasti Saljuk adalah :
1.      walaupun Baghdad dapat dapat dikuasai sepenuhnya , tetapin tidak dijadikan sebagai pusat politiknya. Baghdad dipertahankan sebagai kota penting dimana khalifah Abbasiyah melakukan peran spritual, sementara kegaiatan politik dipusatkan di Naisabur.
2.      Pada masa Tughril Bek berhasil diciptakan keamanan dan ketentraman sehingga kewibawaan khalifah al Qaim (khalifah Abbasiyyah) dapat berjalan dengan baik.
3.      Pada masa Maliksyah wilayah kekuasaan dinasti Saljuk sangat luas, membentang dari Kashgor, sebuah daerah diujung Turki, sampai ke daerah Yurussalem, sehingga wilayah yang luas itu dibagi menjadi lima bagian. Disamping membagi wilayaqh menjadi lima, yang dipmpin oleh gubernur yang bergelar Syeh atau Malik. Penguasa saljuk juga mengembalikan jabatan perdana mentri yang sebelumnya dihapus oleh penguasa bani Buwaihi. Jabatan ini membawahi beberapa Departemen.[13]

2.    Ekonomi dan Perdagangan
Penaklukan terhadap daerah-daerah yang kaya dan subur memberikan dampak yang sangat besar terhadap kemajuan dinasti Ghaznawi di bidang ekonomi. Harta rampasan yang melimpah dan restribusi pajak yang dikumpulkan dari seluruh daerah taklukanmampu menghidupkan berbagai aktipitas perekonomian , sehingga tidak berlebihan bila dikatakan dinasti ini menjadi kerajaan yang makumur. Kemajuan bidang ekonomi sudah barang tentu memberi dampak yang tidak kecil terhadap perkembangan peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahuan,termasuk di bidang militer.


b. Dinasti Saljuk
1.      Politik dan Pemerintahan
Sejalah telah mencatat bahwa dinasti Saljuk dalam tataran sejarah Islam telah memberikan Kontribusi yang sngat merarti dalam khazanah peradan islam. Pada tahun 448 H/1056 M. Thugril memasuki baghdad dan menangkap Al-malik ar-Rahim, sultan terakhir, pemerintahan Buwaiyah. Dengan demikian berakhir lah Buwaihi dan berdirilah pemerintahan Saljuk sebuah pemerintahan Islam kebanyakan beraliran Sunni yang sangat besar. Pemerintahan ini berhasil menyelamatkan Baghdad dari orang –orang Buwaihi yang beraliran Syi’ah Rifidha sesat, serta berhasil menyelamatkan Khifah Bani Abbasiyah dari gerakan Albasasiri yang menyimpang.
Dalam perluasan daerah atau dengan kata lain ekspansi dari daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti Saljuk pada masa pemerintahannya tidak terlepas dari siasat atau politiknya untuk daerah kekuasaanya. Pemerintahan Samaniyah runtuh pada tahun 390 H/1000 M. Maka Thugril Beg menguasai Marw, Nisabur, Jurjan, Thabaristan, Karman, Khawarizm, Ashfahan, dan wilayah-wilayah lainnya. 
2.      Ekonomi dan Perdagangan
Ekonomi imperium pada masa Bani Saljuk digerakkan oleh perdagangan. Barang-barang kebutuhan pokok yang m,ewah dari wilayah timur  diperdagangkan dengan barang-barang hasil dari wilayah bagian barat, dimasa kerajaan ini sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di mesir, Sutra dari Syiria, dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan Kurma dari Irak hasil –hasil industri ini diperdagangkan keberbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara negara lain.
3.      Sosial Kemasarakatan
Kehidupan sosial pada zaman dinasti saljuq merupakan sambungan dari zaman sebelumnya, yang dimaksud dengan kehidupan sosialnya yaitu susunan masyarakat, kehidupan keluarga, kehidupan pribadi, adad kebiasan dan kehidupan masyarakat lainhya, terbagi dua kelas yaitu kelas khusus dan kelas umum.
Sebagai mana tiap-tiap pribadi manusia mempunyai kepribadiannya sendiri. Demikian halnya dengan bangsa –bangsa , kepribadian satu bangsa berbeda dengan bangsa lain, berbeda adat isti adatnya, berbeda pengalaman hidupnya , berbeda cara berfikirnya, berbeda cara pandangnya, berbeda cara sopan santunnya dan berbeda dalam hal lain. Dengan demikian , kita melihat bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan bsngsa lain, sebab kebudayaan tiap-tiap umat adalah pancaran dari iklim negerinya, sejarahnya,raja-rajanya, rakyatnya, tegasnya bahwa kebudayaan nya adalah pancaran dari segala cabang kehidupan sosial.
4.      Pendidikan dan iptek
Dalam ilmu pengetahuan dan patronase pendidikan Nizamiyah, pada masa Dinasti Saljuk  mengalami masa kejayaan , kemakmuran, kedamaian hidup ,dizaman malik Syah anak Saljuk, yang membuka era baru tidak hanya dalam sejarah Bani Saljuk tetapi dalam sejarah dunia Islam di Asia. Malik Syah dibantu oleh wajirnya yang bernama Nizam Al-muluk yang mencintai ilmu pengetahuan.
Pada pemerintahan ini seluruh wilayah kerajaan Saljuk yang luas ini diwarnai kemakmuran dan kedamaian hidup, diamana Nizam al-Muluk juga melancarkan program pendirian sejumlah lembaga yang terkenal dalam sejarah Madrasah Nizamiyah antara tahun 1065-1067 M, diamana Imam Al-Ghazali merupakan salah seorang pengajar di Madrasah. Namun demikian , tidak dapat disangkal bahwa pengaruh Madrasah –Madrasah Nizamiyah yang didirikan Nizam al-Muluk ini melampaui pengaruh Madrasah –Madrasah yang didirikan sebelumnya. Dan hampir disetiap kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang Nizamiyah.

5.      Kesenian
Perkembangan seni bahasa (kesustraan) baik puisi maupun prosa, semakin meningkat menuju kedewasaan. Mengenal perkembangan kedua bidang seni bahasa mereka telah melahirkan para sastrawan (penyair) yang membawa aliran baru dalam sajak-sajaknya, baik isi,uslub, tema atau sasarannya, sehingga dalam hal tersebut mereka mengatasi penyair Islam sebelumnya. Para penyair pada masa Bani Umaiyah masih terlalu keras mempertahankan kemurnian Arabnya.
Dari itu menciptakan dalam bidang seni dan prosa antara lain adalah :
a.     Perkembangan seni suara
b.    Penyusunan kitab musik
c.     Pendidikan musik
d.    Jenis musik
e.     Musik sufi
f.     Pabrik alat musik
g.    Para penyanyi
h.    Seni tari
6.      Pemikiran dan Filsafat/gerakan Penerjemah
Meski kegiatan penerjemah sudah dimulai sejak masa daulah Umaiyah upaya besar-besaran untuk menterjemahkan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan bahsa Persia kedalam bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Abbasiyah. Para ilmuwan diutus kedaerah bizantium untuk mecari naskah-nakah Yunani dalam bebrgai bidng ilmu, teruitama filsafat dan Kedokteran . sedangkan penerjemahan dari daerah timur persdia adalah terutama dalam bidang sastra dan tata negara, para penerjamah tidak hanya dari kalangan isslam tetapi juga dari pemeluk Nasrani dari syiria dan majusi dari Persia.
d. Dinasti bawaihi
1. Ilmu Pengetahuan
          pada masa Bani Buwaihi, perkembangan ilmu pengetahuan terus mengalami kemajuan , sehingga pada masa ini muncul pemikir-pemikir besar seperti al-farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), al-Biruni (973-1048 m), Ibnu Maskawaih (930-1030 M), dan kelompok studi Ikhwan al-Safa.
3.      Bidang Ekonomi
Dibidang ekonomi juga mengalami memajuan, kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan kanal, masjid dan rumah sakit, dll.

D.      Kemunduran dan Kehancuran
1.    Dinasti Ghaznawi
Mahmud al-Ghaznawi adalah raja ketiga dinasti gaznawi yang berkuasa di Khurasan, Iran, dan India bUtara selama kurun masa 977-11886, dianggap raja terbesar dinasti Ghaznawi.
            Mengikuti jejak ayahnya , ismail, dan kakeknya Nashirud dauwalah sebuktigin, Mahmud memperluas kawasan ketiga wilayuah sekitar asia tenggara dan selatan. Hasilnya hamparan kerajaan Ghaznawi yang meliputi Khawarizmi (persia timur), seluruh Afganistan dan India Utara. Ia membangun kota Ghazna, di Afganistan , sebagai pusat pemerintahan . sepeninggalan Mahmud, Dinasti Ghaznawi mengalami kemerosotan di berbagai bidang , hingga akhirnya runtuh, Raja Ghaznawi terakhir, Tajuddaulah Khusrou Milik(1160-1186) takluk kepada Dinasti Guriyyah (1186-1215)

2.    Dinasti Buwaihi
Kekuasaan bani Buwaihi tidak bertahan lama, karena anak-anak Buwaihi yakni Ali bin Buwaihi, Ahmad bin Buwaihi dan al Hasan bin Buwaihi yang telah membagi-bagi wilayahkekuasaan tidak dapat bekerja sama dengan baik, ditambah dengan sistem pemerintahan mereka yang banyak mengandung bibit-bibit perpecahan , seperti adanya bentrokan sosial aliran antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah , dan pemberontakan tentra serta persaingan dikalangan anak cucu mereka , sehingga membawa kepada peperangan diantara mereka sendiri yang seterusnya mengancam kekuatan mereka . pertikaian-pertikaian , peperangan-peperangan dan peerselisihan-perselisihan ini telah membuka  jalan yang lebar  kearah munculnya suatu kekuatan lain yang mengumumkan pemisahannya darin kekuasaan Bani Buwaihi, maka jadilah Bani Buwaihi tidak  memiliki kekuatan politik dan kehilangan kekuasaan untuk selama-lamanya.[14]  

3.    Dinasti Saljuk
Sepeninggalan malik Syah dan Amirnya Nidhzam al-Mulk, dinasti saljuk secara berangsur-angsur mengalami kemunduran  dan akhirnya hancur pada saat Hulaghu Khan menghancurkan Baghdad dan daerah sekitarnya.
Faktor yang menyebabkan kemunduran dinasti Saljuk adalah :
1.      Perebutan kekuasaan diantara anggota keluarga , dengan munculnya konflik dan perebutan kursi kesultanan antara Barkiyaruq Ibnu Malik Syah yang mendapat dukungan dari Maliksyah dengan saudara bunsunga Mahmud yang mendapat dukungan dari ibunya.
2.      Setiap propinsi berusaha melepaskan diri dari pemerintahan pusat dan ingin berdiri sendiri tampa ada campur tangan dari pemerintahan pusat.
3.      Adanya gerakan teroris yang dimotori oleh kelompok Syiah militan di bawah pimpinan hasan al Sabah yang menyebabkan terbunuhnya Nidham al mulk.
4.      Keberhasilan saljuk memperebutkan Asia kecil , melahirkan dendam di kalangan orang-orang eropa, hal ini menyulut terjadinya perang salib antara Islam dan kristen yang berlangsung selama kurang lebih dua Abad.
5.      Sarangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulaghu Khan tahun 639 h/1242 menjadi pelengkap kehancuran dinasti Sajuk.

E.       Faktor-Faktor (Internal) Kemunduran Daulah Abbasiyah
1.    Faktor Militer
Salah satu ciri sosial dinasti abbasiyah adalah kemewahan , baik pemerintah maupun masyarakatnya , kecuali kaum budak , keadaan ini membuat mereka menjadi kaum elit yang enggan untuk berperang, sehingga digambarkan bahwa bani Abbas tidak mempunyaim kekuatan tentera yang tangguh dan propersional , untuk ukuran wilayah sebesar peta kekuasaan Bani Abbas, untuk mempertahankan kekuasaan dan propinsi-propinsi, pemerintah terpaksa harus menyewa , bahkan membeli tentara-tentara dari Turki, Khalifah Al Mu’tasim (833-842 M), menguasai istana. Beliau mendatangkan orang-orang turki menjadi pengawalnya, dan secara  otomatis , pengaruh Turki mulai masuk ke pusat pemnerintahan, dan mereka menjadi pasukan elit pegawai istana. Selanjutnya orang-orang asing ini mulai menguasai propinsi-propinsi, dan melakukan penyerangan terhadap penduduk Baghdad. Para khalifah hanya menjadi Boneka ditangan mereka, dan hakekat yang memerintah bukan lagi khalifah ,


 melainkan perwira dan pegawai Turki. Karena khalifah hanya terbatas di istana tanpa mengetahui perkembangan negara yang sebenarnya.
            Dengan beragamnya laporan  kepada Khalifah, membuat all-Mu’tasim mengambil kebijakan membangun kota samara dan pindah ke sana, namun ternyata  disini juga keadaan juga tidak jauh berubah,, khalipah mengalami kesulitan untuk melepskan diri pengaruh dan cengkraman orang-orang turki. Keadaan ini berlanjut sampai kepada Khalifah al-Watsiq bin al-Mu’tasim, dan setelah al-Wasiq orang-orang turki ini mulai menyerbu untuk mendapatkan kekuasaan penuh. Dimasa pemerintahan al-mutawakki, mereka berhasil menikmati sebahagian besar dari kerajaan , dan sampai pada masanya mereka berkuasa penuh dizaman pemerintahan khalifah al-muntashir[15]   

2.    Faktor Non Militer
1.ketidakmampuan khalifah dalam mengendalikan khilafah.
        Al Mutawakkil adalah khalifah besar yang terakhir dari Bani Abbas. Setelah al-mutawakkil ini tidak ada lagi khalifah yang besar dan maju pemerintahannya, sehingga timbul kemunduran dan bahkan kejatuhannya[16] .
2.Wilayah yang luas dan tidak adanya sikap saling percaya
     Wilayah yang luas sulit dikendalikan , apalagi saat itu alat komunikasi dan transportasi yang paling cepat hanyalah melalui surat atau utusan yang memakai kendaraan kuda. Jadi, seandainya ada berita dari pusat, bisa memakan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Sebenarnya ini bisa diatasi jika ada sikap saling percaya dan mempercayai dari kalangan penguasa dan kalangan pemerintahan.
     Sejak berdirinya khalifah Abbasiyah sampai berakhirnya masa al- Mutawakkil (750-861 M), sikap saling mempercayai antara para pejabat dengan khalifah sangat tinggi. Hal ini dikarenakan para pejabat dan hakim-hakim diambil dari para ulama, para ulama inilah yang berhak merumuskan penerapan syariah pada masalah-masalah tertentu, khalifah dan para pejabat hanya beroperasi dalam kerangka peraturan dan ketetapan yang telah dirumuskan oleh para ulama.
3.    Penyisihan kaum syi’ah dari jabatan pemerintah
Tersishnya kaum syi’ah dalam setiap peraturan politik, tidak menciutkan keinginan mereka untuk kembali memperoleh kekuasaan. Setelah gagal mendapatkan posisi strategis dalam kekuasaan Bani Umayyah, kaum syiah kembali melihat peluang yang dijanjiakan Bani Abbas dalam membangun kekhalifah Abbasyyah./ namun dalam menjalankan roda pemerintahan, Bani Abbas memonopoli kekuasaan khalifah, bahkan sampai membunuh pejabat-pejabat syiah yang mempunyai pengaruh yang cukup besar, seperti Abu Musli yang dibunuh pada tahun 758 M.
4.    Tidak adanya sitem peralihan yang tegas tentang pewarisan    kekuasaan
Ini terjadi pada waktu pemerintahan Harun al-Rasyid setelah beliau meninggal, terjadi perebutan kekuasaan antara dua bersaudara, al-Amin dan al-Makmun. Al-Amin terbunuh dan al-Makmun naik menjadi khalifah pada Tahun 813 M. Hal serupa juga terjadi pada waktu pemerintahan al-Watiq. Beliau meninggal pada Bulan Juli 847 M, dan tidak meninggalkan wasiat tentang siapa penggantinya, sehingga timbul dua golongan untuk pencalonan khalifah. Satu golongan mencalonkan anak al-Watiq yang masih muda, Muhammad bin al-Watiq, dan golongan lain mencalonkan saudara al-Watiq, ja’far yang telah berpengalaman. Pertentangan ini akhirnya dimenangkan oleh saudara al-Watiq, yaitu ja’far yang bergelar al-Mutawakkil.
5.    Faktor ekonomi
Pada periode pertama, pemerintahan Abbas merupakan pemerintahn yang kaya. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-kharaj, semacam pajak hasil Bumi.
     Pada periode kemunduran pendapatan Negara menurun, sementara pengeluaran membengkak. Penurunan ini disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang menganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
F.        Kehancuran Daulah Abbasiyah : srangan Bangsa Mongol
1.    Latar Belakang Serangan Bangsa Mongol
Masa mongol dalam sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Bahgdad pada tahun 656 H / 1258 M. Bangsa Mongol berasal dari daerah Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manehuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan yang mempunyai dua orang anak kembar, Mongol dan Tartar. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar . Mongol mempunyai anak yang bernama Ilkhan yang melahirkan keturunan pemimpin dari bangsa Mongol dikemudian hari. 
Tiga penyebab bangsa Mongol melakukan penyerangan ke luar wilayah kekuasaannya adalah :[17]  
1.      Faktor Politik
Pada tahun 615 H, pemimpin bangsa Mongol, Jengis khan mengirimkan delegasi perdagangan, yang diwakili oleh pengusaha ke negeri Khawarizam. Atas persetujuan wali utrar pedagang-pedagang tersebut dibunuh , dan barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada saudgara  Bukhara dan Samarkan.
2.      Faktor Ekonomi
Motif penyerangan yang dilakukan bangsa Mongol adalah tidak semata-mata membalas dendam atas pembunuhan saudara mereka, tetaoi juga memperbaiki bangsanya yang penduduknya masih banyak berada dibawah garis kemiskinan. Hal tersebut mungkin dikarenakan pola kehidupan yang modrn, yang mengakibatkan perekonomian mereka kurang mapan.
3.      Tabiat orang Mongol suka mengembara.
Secara tidak langsung menimbulkan semangat dan mengalirkan daerah penakluk di dalam diri mereka.

4.    Proses Sarangan Bangsa Mongol dan Dampaknya bagi Peradaban Islam
Penyerangan ke wilayah Islam dimulai melalui daerah al-Khawarizm pada tahun 606 H/1209 M. Tentra Mongol ke luar dari negeinya dengan tujuan Turki dan Ferghana, kemudian terus ke Samarkhan. Pada mulanya mereka mendapat perlawanan berat daripenguasa Khawarizm, Sultan Ala Al-Din di Turkistan. Pertempuran berlangsung simbang. Karena itu , masing-masing kembali ke negerinya.
10 tahun kemudian mereka kembali ke daerah Khawarizmi. Sudah banyak perubahan terhadap pasukannya, sehingga mereka bisa memasuki Bukhara, Hamadzan, Samarkhan, Khurasan, Quzwain dan sampai ke perbatasan Irak. Di Bukhara ibu kota Khawarizm mereka kembali mendapat perlawanan dari Sultan Ala Al-Din , tetapi kali ini mereka dengan mudah dapat mengalahkan pasukan Khawarizm. Sultan Ala Al-Din tewas, dan digantikan oleh putranya, Jala Al-Din yang kemudian melarikan diri ke India, karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. Dari sana pasukan  mongol terus ke Azerbaijan. Suatu kebiasaan pasukan Mongol, setiap daerah yang dilaluinya, pembunuhan besar-besaran terjadi, bangunan-bangunan indah dihancurkan, demikian juga isi bangunan yang bernilai sejarah, membakar sekolah-sekolah, masjid-masjid dan gedung-gedung lainnya, mewarnai setiap aksi mereka.  
Sebelum Jengis Khan meninggal dunia pada tahun 1227 M, dia mebagi daerah kekuasaanya kepada empat bagian sesuai dengan jumlah putranya,

G.      Daulah Abbasiyah pasca Serangan Bangsa Mongol
Pada tahun 1258 M, tentra Hulagu Khan yang berkekuatan 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad, Hulaka Khan (panglima Mongolia) dan pasukannya menyerang Baghdad yakni kota yang terletak di tepi barat sungai Tigris dan merupakan kota terindah dan termegah didunia pada waktu itu , dengan jumlah pasukan yang sangat besar. Mereka memenangkan peperangan sejak langkah pertama. Kholifah al-mu’tashin langsung menyerah dan berangkat ke basis pasukan Mongolia. Setelah itu, para pemimpin dan Fikaha juga keluar, sehingga Baghdad kosong dari orang-orang yang mempertahankan kota. Kemudian Hulaka membunuh kholifah dan orang-orang yang datang bersamanya. Dia mengizinkan pasukannya untuk melakukan apa saja di Baghdad, mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya, pembunuh dan perampopkan berlangsung selama 40 hari. Sejarawan mencatat ada sekitar 2 juta orang yang menjadi korban. Padahal ini ada peran busuk yang diperankan oleh seorang Syiah Rapidoh yakni Ibnul Al-Qomi yakni mentri Al-Mu’tashin yang bekerjasama dengan orang-orang mongolia dan membantu pekerjaan mereka, setelah kota ini di bumi hanguskan, pasukan Mongol pun meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan mebakar buku-bukunya. Pada tahun 1508 M oleh tentera kerajaan Safawi.
   Sekian lama Abbasiyah mengalami masa jaya dimana kekuasaan dan peradaban mengalami masa keemasan yang sepenuhnya dibawah kotrol paras Khalifah, setelah itu grafik kekuatannya semakin turun hingga akgirnya berhasil dihancurkan oleh orang-orang mongolia. Dan setelah hancurnya Baghdad , dengan demikian hancur pula lah pemerintahan Abbasiyah yakni padaa tahun 656 H/1258 M.

H.      Kesimpulan
Daulah Abbasiyah merupakan lanjutan dari pemerintahan Daulah Umayyah, dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendirinya adlah keturunan Abbas, paman Nabi. Daulah Abbasiyah didirikan oleh abdullah as-safah. Kekuasaannya berlangsung dari tahun 750-1258 M. Didalam Daulah Bani Abbasiyah terdapat ciri-ciri yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani Umayyah.
     Dinasti Ghaznawi yang didirikan Sabuktigin yang berpusat di Ghazna (Afganistan) telah mencapai kemajuan sewaktu putranya memgang tampuk pemerintahan, yaitu Sultan Mahmud ibn Subuktigin. Dinasti ini mencapai kemajuan dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Disamp[ing pemerintah Khalifah abbasiyah yang sebelumnya islam pernah mencapai nzaman keemasannya, khususnya pada pemerintahan khalifah Harun al Rasyid, dinasti saljuk juga turut memberikan sumbangsih yang besar pada perkembangan dan kemajuan Islam, dibandingkan dinasti –dinasti yang sempat memerintah pada masa khalifah Abbasiyah








Daftar Pustaka
Abu Su’ud, Islamologi,sejarah,Ajaran, dan peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, jakarta:PT.Rineka Cipta,2003 hal.72

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada , 2002, hal 64

C.W.Bosworth, Dinasti-dinasti Isla, Bandung: Mizan ,1993, Hal.206

Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta, : al-Husna Zikra, 1997,hal.323.

          Ira M. Lapaidus, sejarah sosial ummat Islam, terj, Jakarata : PT Raja Grapindo Persada, 1999, cet. 1, hal. 213

          Syafiq A.Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di kawasan Turki, Jakarta: Logos,1997,hal.13

          Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, jakarta: PT,Raja Grafindo Persada,2002,hal 72

          A.Salabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta: Al Husan Zikra, 1997,hal.309

           K.Ali, Sejarah Islam Tarekh Pramodern, Jakarta;PT, raja Grafindo Persada,1997, hal.270.

          W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam, Yogyakarta : Tiara wacana,1990, hal 212

           Fahsin M.Faal, Sejarah Kekuasaan Islam, Jakarta: CV Artha Rivera,2008,cet.ke 1,hal 89







[1] Abu Su’ud, Islamologi,sejarah,Ajaran, dan peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, jakarta:PT.Rineka Cipta,2003 hal.72
[2] Fahsin M.Faal, Sejarah Kekuasaan Islam, Jakarta: CV Artha Rivera,2008,cet.ke 1,hal 89
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada , 2002, hal 64
[4] C.W.Bosworth, Dinasti-dinasti Isla, Bandung: Mizan ,1993, Hal.206
[5] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta, : al-Husna Zikra, 1997,hal.323.
[6]  Ira M. Lapaidus, sejarah sosial ummat Islam, terj, Jakarata : PT Raja Grapindo Persada, 1999, cet. 1, hal. 213
[7] Syafiq A.Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di kawasan Turki, Jakarta: Logos,1997,hal.13
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, jakarta: PT,Raja Grafindo Persada,2002,hal 72
[9] Syafik.A.Mughni,Loc, Cit
[10]  Ibid, hal.14
[11]  K.Ali, Sejarah Islam Tarekh Pramodern, Jakarta;PT, raja Grafindo Persada,1997, hal.270.
[12]  W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam, Yogyakarta : Tiara wacana,1990, hal 212
[13] Badri Yatim, Op,Cit, hal.73
[14]   Syalabi, Op, Cit, hal. 328
A.Salabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta: Al Husan Zikra, 1997,hal.309
[16] W. Montgomery Watt, Kejayaan islam, Yogyakarta: Tim Wacana Yogya, 1990,hal.165
[17] Maidir Harun, dan Firdaus, op,cit.hal.106

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar: