Senin, 09 Oktober 2023
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU LGBT SERTA SANKSINYA
A. Pendahuluan
Jika kita
telaah sejarah peradaban manusia, sebenarnya fenomena penyimpangan seksual
sudah muncul jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa Nabi Luth
yang diutus untuk kaum Sodom. Hampir semua kitab tafsir mengabadikan kisah tersebut ketika
menyingkap kandungan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi Luth.
$»Ûqä9ur øÎ) tA$s% ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 tbqè?ù's?r& spt±Ås»xÿø9$# $tB Nä3s)t7y $pkÍ5 ô`ÏB 7tnr& ÆÏiB tûüÏJn=»yèø9$# ÇÑÉÈ öNà6¯RÎ) tbqè?ù'tGs9 tA$y_Ìh9$# Zouqöky `ÏiB Âcrß Ïä!$|¡ÏiY9$# 4 ö@t/ óOçFRr& ×Pöqs% cqèùÌó¡B ÇÑÊÈ $tBur c%2 z>#uqy_ ÿ¾ÏmÏBöqs% HwÎ) br& (#þqä9$s% Nèdqã_Ì÷zr& `ÏiB öNà6ÏGtös% ( öNßg¯RÎ) Ó¨$tRé& tbrã£gsÜtGt ÇÑËÈ çm»oYøyfRr'sù ÿ¼ã&s#÷dr&ur wÎ) ¼çms?r&zöD$# ôMtR%x. ÆÏB tûïÎÉ9»tóø9$# ÇÑÌÈ $tRösÜøBr&ur NÎgøn=tæ #\sܨB ( öÝàR$$sù y#ø2 c%x. èpt7É)»tã úüÏBÌôfßJø9$#
Artinya:
Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia
berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah[1]
itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini)
sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu
(kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui
batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth
dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang berpura-pura mensucikan diri." Kemudian Kami selamatkan Dia dan
pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; Dia Termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); Maka
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS Al-A’raf:80-84).
Allah
menggambarkan Adzab yang menimpa kaum Nabi Luth :
$£Jn=sù uä!$y_ $tRâöDr& $oYù=yèy_ $yguÎ=»tã $ygn=Ïù$y $tRösÜøBr&ur $ygøn=tã Zou$yfÏm `ÏiB 9@ÉdfÅ 7qàÒZ¨B ÇÑËÈ ºptB§q|¡B yZÏã În/u ( $tBur }Ïd z`ÏB úüÏJÎ=»©à9$# 7Ïèt7Î/ ÇÑÌÈ
Artinya:
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas
ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang
terbakar dengan bertubi-tubi, Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu
Tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.[2] (Qs. Hud : 82-83)
Semua ayat
di atas secara jelas mengutuk dan melaknat praktik homoseksual karena
bertentangan dengan kodrat dan kenormalan manusia. Perlu diingat, sikap keras
melaknat itu bukan hanya pada Islam. Namun juga pada agama Kristen. Praktik homoseksual juga
menjadi momok yang menakutkan di agama Kristen. Bibel menyebutnya sebagai
ibadah kafir yang lazim dikenal dengan nama “pelacuran kudus”. Ia sangat
mengutuk dan mengecam pelakunya karena itu bertentangan dengan moral. Dalam Perjanjian Baru, Roma
1:26-27, Rasul Paulus mengingatkan, bahwa praktik homoseksual adalah sebagian
dari bentuk kebejatan moral dunia kafir, dari mana orang-orang kristen
sebenarnya telah dibebaskan dan disucikan oleh Kristus.
Dalam Imamat
20:13 berbunyi:
”Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan
perempuan, karena itu suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah
mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Yang melakukannya diancam dengan hukuman mati.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Liwath (Homoseks) dan lesbian
Liwath dari kata laatha-yaliithu-lauthan yang berarti
melekat. Sedang liwath adalah orang
yang melakukan perbutannya kaum Nabi Luth atau dari kata laawatha-yulaawithu yang berarti orang yang melakukan perbuatan
kaum Nabi Luth (hubungan sejenis).[3]
Menurut
istilah Liwath atau Homoseksual adalah suatu keinginan membina hubungan romantis atau hasrat sosial kepada
sesama jenis, jika sesama
pria dinamakan gay dan sesama wanita dinamakan lesbian
(female homosex).[4]
Homoseks merupakan penyimpangan dari fitrah manusia karena secara fitrah
manusia cenderung untuk
melakukan hubungan biologis secara heteroseks, yaitu hubungan seks antara
wanita dan pria. Homoseks merupakan salahsatu bentuk kelainan seksual atau
tidak normal.
Perbuatan homoseks bukan hanya terjadi pada zaman
modern saja tetapi perbuatan ini telah dilakukan pada masa lalu, yaitu pada
masa Nabi Luth. Akibat dai perbuatan itu maka Allah manghancurkan kaum Nabi
Luth dengan kepedihan dan kehinaan.[5] Secara gramatikal (bahasa) tidak ada perbedaan
penggunaan kata antara homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya
dinamakan al-Liwath. Pelakunya dinamakan al-Luthiy (lotte). Namun Imam
al-Mawardi membedakannya. Beliau menyebut homoseksual dengan liwath dan lesbian
dengan sihaq atau musaahaqah.[6]
Penulis penyusun dalam makalah ini akan menggunakan
kata homoseks (menggunakan aturan gramatikal bahasa arab) dalam penyebutan gay
maupun lesbian karena menurut kami keduanya memiliki makna yang sama hanya
dibedakan oleh jenis kelamin.
2.
Sejarah Homoseksual (Umat yang
terkenal Homoseksual)
Di dalam Al-Qur’an, ada diceritakan tentang
sifat-sifat kaum (umat) Nabi Luth yang terkenal dengan Homoseksual. Mereka
tidak mau mengawini perempuan, kerana mereka sangat gemar melakukan hubungan
seks dengan sesama lelaki.
Tatkala Nabi Luth menawarkan beberapa orang perempuan
cantik untuk dikawini, maka mereka menolaknya dengan mengatakan: kami sama
sekali tidak menginginkan perempuan, kerana kami sudah memiliki pasangan hidup
yang lebih baik: yaitu laki-laki yang berfungsi sebagai teman hidup dan dapat
membantu kelangsungan hidup kami, ia pun boleh digunakan untuk melampiaskan
nafsu seksual. Oleh kerana itu, ketika Nabi Luth didatangi oleh para Malaikat
utusan Allah yang tampan menyamar sebagai pemuda rupawan, maka ia merasa cemas
karena mereka mengira bahwa mereka (Malaikat) itu adalah manusia biasa yang
menemuinya.
Timbulnya kerisauan di hati Nabi Luth, karena
dibayangkannya bahwa tetamu-tetamunya itu akan menjadi rebutan yang hebat
dikalangan kaumnya karena mereka sangat gemar terhadap pemuda-pemuda yang kacak
dan tampan. Ia merasa bahwa gejolak perasaan sukakan lelaki yang ditimbulkan
oleh kaumnya dalam hal tersebut, sukar untuk diatasinya dan pasti banyak akan
menimbulkan korban jiwa, di samping itu juga Nabi Allah Luth merasa amat malu
terhadap tetamunya itu.
Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menerangkan
sifat-sifat kaum Nabi Luth, antara lain :
tbqè?ù's?r& tb#tø.—%!$# z`ÏB tûüÏJn=»yèø9$# ÇÊÏÎÈ tbrâ‘x‹s?ur $tB t,n=y{ öä3s9 Nä3šu‘ ô`ÏiB Nä3Å_ºurø—r& 4 ö@t öNçFRr& îPöqs% šcrߊ%tæ ÇÊÏÏÈ
Artinya: “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di
antara manusia, Dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu
untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas".
(Asy-Su’araa’, 165-166)
$£Js9ur ôNuä!%y` $uZè=ßâ $WÛqä9 uäûÓÅ öNÍkÍ5 s-$|Êur öNÍkÍ5 %Yæös tA$s%ur #x»yd îPöqt Ò=ÅÁtã ÇÐÐÈ ¼çnuä!%y`ur ¼çmãBöqs% tbqããtökç Ïmøs9Î) `ÏBur ã@ö7s% (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÏN$t«Íh¡¡9$# 4 tA$s% ÉQöqs)»t ÏäIwàs¯»yd ÎA$uZt/ £`èd ãygôÛr& öNä3s9 ( (#qà)¨?$$sù ©!$# wur ÈbrâøéB Îû þÏÿø|Ê ( }§øs9r& óOä3ZÏB ×@ã_u ÓÏ©§ ÇÐÑÈ (#qä9$s% ôs)s9 |M÷HÍ>tã $tB $uZs9 Îû y7Ï?$uZt/ ô`ÏB 9d,ym y7¯RÎ)ur ÞOn=÷ètGs9 $tB ßÌçR ÇÐÒÈ
Artinya: Dan tatkala datang utusan-utusan kami (para
Malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena
kedatangan mereka, dan dia berkata: saat ini adalah hari yang sangat sulit. Dan
datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka
selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji (Homoseksual). Luth berkata: hai
kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah
kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini.
Tidak adakah diantaramu seorang yang berakal? Mereka menjawab: sesungguhnya kamu
telah tahu, bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan
sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.(Q.S
Huud, 77-79)
Jadi, perbuatan Homoseksual itu terjadi semenjak
dahulu kala hingga sekarang ini. Perbuatan ini ini banyak berlaku dimasyarakat
Negara sekular atau di Negara Barat dengan peruntukan undang-undang yang
melindungi mereka. atas nama hak kebebasan manusia.
Perbuatan
Homoseksual tersebut tidak dilarang oleh undang-undang di Negara yang berfahaman
sekular, dan tidak dikategorikan sebagai pelanggaran tata susila. Dan kalaupun
ada larangan bagi mereka itu hanya bertujuan untuk membenteras kemungkinan
terjadinya beberapa macam penyakit yang sering timbul dari perbuatan
Homoseksual dan Lesbian; misalnya penyakit kanker kelamin, AIDS dan sebagainya.
Oleh karena itu perbuatan Homoseksual dan Lesbian paling banyak di amalkan di
negara Barat, yang budaya homoseksual dan penyakit berbahaya yang
ditimbulkannya, sampai menular ke negara asia tenggara mahupun di tanah air
kita melaui film. budaya kuning ikutan muda mudi. pembacaan di internet yg
membenarkan golongan ini menyampaikan fahaman dan anutan mereka dan
pelancong-pelancong mereka ke negara ini.[7]
3.
Hukum Homoseks dan Lesbian
Terhadap hubungan seks antara sesama
laki-laki dengan cara liwath maupun mufakhadzoh, para ulama
sepakat bahwa hukumnya haram bahkan dianggap sebagai perilaku yang sangat
menjijikkan, keji dan melebihi hewan. Karena hewan saja tidak melakukan hal
seperti itu. Pada dasarnya para ulama yang berpendapat bahwa haram melakukan
hubungan seks antara sesama laki-laki/perempuan atau yang tidak lazim dan tidak
wajar, adalah bertolak dari firman Allah sebagai berikut:[8]
öNä3§Yάr& tbqè?ù'tGs9 tA%y`Ìh9$# Zouqöky `ÏiB Èbrß Ïä!$|¡ÏiY9$# 4 ö@t/ ÷LäêRr& ×Pöqs% cqè=ygøgrB ÇÎÎÈ
Artinya: Mengapa kamu mendatangi
laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya
kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)".(Q.S An-Naml : ayat 55)
öNä3§Yάr& cqè?ù'tFs9 tA%y`Ìh9$# tbqãèsÜø)s?ur @Î6¡¡9$# cqè?ù's?ur Îû ãNä3Ï$tR tx6ZßJø9$# ( $yJsù c%x. U#uqy_ ÿ¾ÏmÏBöqs% HwÎ) br& (#qä9$s% $oYÏKø$# É>#xyèÎ/ «!$# bÎ) |MZà2 z`ÏB tûüÏ%Ï»¢Á9$#
Artinya: Apakah Sesungguhnya kamu patut
mendatangi laki-laki, menyamun[9]
dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya
tidak lain hanya mengatakan: "Datangkanlah kepada Kami azab Allah, jika
kamu Termasuk orang-orang yang benar".(Q.s. Al-‘Ankabut ayat 29)
tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ wÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷r& öNåk¨XÎ*sù çöxî úüÏBqè=tB ÇÏÈ
Artinya: "Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki,
maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela" (QS.
Al-Mu'minun:5-6).
Hal
ini juga berdasarkan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud,
Muslim dan At-tirmidzi.
لاَيَنْظُرُ الرَجُلُ إِلىَ عَوْرَةِ الرَجُلِِ وَلاَالْمَرْأَةُ إِلىَ
عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَيَغُضُ الرَجُلُ إِلىَ الرَجُلِ فِى الثَوْبِ
الْوَاحِدِ وَلاَ تَغُضُ الْمَرْأَةُ إِلىَ الْمَرْأَةِ فِى الثَوْبِ الْوَاحِدِ
Artinya: "Janganlah pria melihat aurat pria lain
dan janganlah wanita melihat aurat wanita lain dan janganlah bersentuhan pria
dengan pria lain di bawah sehelai selimut/kain, dan janganlah pula wanita
bersentuhan dengan wanita lain di bawah sehelai selimut/kain.(HR. Muslim)
4.
Sebab-sebab Terjadi
Homoseks
Mengenai sebab-sebab
terjadinya homoseks, para seksuologi berbeda pendapat.
Di bawah ini dikemukakan
beberapa sebab:
a.
Moerthiko berpendapat,
bahwa homoseks itu itu terjadi karena pengalaman-pengalaman dimasa lampau
tentang seks yang membekas pada pikiran bawah sadarnya.
b.
Ann Landers mengatakan,
bahwa homoseksual dapat terjadi karena salah asuh dimasa kecilnya atau
perlakuan orang tua yang salah.
c.
Zakiyah Darajat
mengemukakan pula, bahwa homoseksual itu terjadi karena pengaruh lingkungan,
seperti terjadi pada orang-orang yang hidup terpisah, yang jauh dari lawan
jenis lain, itu disebabkan oleh tugas, adat kebiasaan atau peraturan yang
sangat keras, yang tidak memberi memberi kesempatan untuk berkenalan dengan
jenis lain.
d.
Dr. Caro mengemukakan,
bahwa menurutnya homoseksual adalah suatu gejala kekacauan syaraf, yang berasal
karena ada hubungan dengan orang-orang yang berpenyakit syaraf.[10]
5.
Dampak Perilaku
Homoseksual dan Lesbian
Menurut pandangan Islam
perilaku homoseksual termasuk dosa besar, karena perbauatn ini bertentangan
dengan norma agama, norma sosial, dan bertentangan pula dengan sunatullah dan fitrah manusia itu sendiri
sebab Allah SWT telah menjadikan manusia dari pria dan wanita supaya
berpasang-pasangan sebagai suami isteri untuk mendapatkan keturunan yang sah
dan untuk ketenangan dan kasih saying.
Perilaku homoseksual ini mempunyai dampak negatif,
antara lain:[11]
a.
Seorang homo tidak
mempunyai keinginan terhadap wanita. Jika mereka melangsungkan perkawinan maka
isterinya tidak akan mendapatkan kepuasan biologis, dan akibatnya suami isteri
menjadi renggang
b.
Perasaan sesama jenis
membawa kelainan jiwa yang menimbulkan suatu sikap dan perilaku yang ganjil,
karena seorang yang homo kadang berperilaku sebagai laki-laki dan wanita.
c.
Mengakibatkan rusak
saraf dan otak, melemahkan akal dan menghilangkan semangat kerja dsb.
6.
Sanksi Pelaku
Homoseks dan Lesbian Berdasarkan Hukum Islam
Syari’at Islam memandang bahwa perbuatan homoseks itu
haram, dan para ulama juga telah sepakat tentang keharamannya. Mereka hanya
berbeda pendapat mengenai hukuman yang layak diberlakukan kepada pelaku.[12] Perbedaan hanya menyakut dua hal; Pertama, perbedaan sahabat dalam
menentukan jenis hukuman, sebagaimana tersebut di atas. Kedua, perbedaan ulama dalam mengkategorikan perbuatan tersebut,
apakah dikategorikan zina atau tidak, dan itu berimplikasi terhadap kadar atau
jenis hukuman yang dikenakan.
Adapun
pendapat para fuqoha tentang hukuman bagi pelaku homoseks dan lesbian adalah
sebagai berikut :
a.
Imam Abu
Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) berpendapat : praktik homoseksual tidak
dikategorikan zina dengan alasan:
1)
Karena tidak
adanya unsur (kriteria) kesamaan antara keduanya. Unsur menyia-nyiakan anak dan
ketidakjelasan nasab (keturunan) tidak didapatkan dalam praktik homoseksual.
2)
Berbedanya jenis
hukuman yang diberlakukan para sahabat (sebagaimana di atas). Berdasarkan kedua
alasan ini, Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual
adalah ta’zir (diserahkan kepada penguasa atau pemerintah).[13]
b.
Menurut
Muhammad Ibn Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf (murid Abu Hanifah) : praktik
homoseksual dikategorikan zina, dengan alasan adanya beberapa unsur kesamaan
antara keduanya, seperti:
1)
Tersalurkannya
syahwat pelaku.
2)
Kedua,
tercapainya kenikmatan (karena penis dimasukkan ke lubang dubur).
3)
Tidak diperbolehkan
dalam Islam.
4)
Menumpahkan (menya-nyiakan)
air mani.
Berdasarkan
alasan-alasan tersebut, Muhammad Ibn Al Hasan dan Abu Yusuf berpendapat bahwa
hukuman terhadap pelaku homoseksual sama seperti hukuman yang dikenakan kepada
pezina, yaitu: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum
rajam (dilempari dengan batu sampai mati), kalau gair muhshan (bujang),
maka dihukuman cambuk dan diasingkan selama satu tahun[14].
c.
Menurut Imam
Malik praktek homoseksual dikategorikan zina dan hukuman yang setimpal untuk
pelakunya adalah dirajam, baik pelakunya muhshan (sudah menikah) atau
gair muhshan (perjaka). Ia sependapat dengan Ishaq bin Rahawaih dan As Sya’bi.[15]
d.
Menurut Imam
Syafi’i, praktik homoseksual merupakan hubungan seksual terlarang dalam
Islam. Hukuman untuk pelakunya: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah),
maka dihukum rajam. Kalau gair muhshan (bujang), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Hal tersebut sama dengan
pendapat Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, An Nakha’I, Al Hasan dan
Qatadah.[16]
e.
Menurut Imam
Hambali, praktik homoseksual dikategorikan zina. Mengenai jenis hukuman yang
dikenakan kepada pelakunya beliau mempunyai dua riwayat (pendapat):
1) Dihukum sama seperti pezina, kalau pelakunya muhshan
(sudah menikah) maka dihukum rajam. kalau pelakunya gair muhshan (bujang),
maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. (pendapat inilah
yang paling kuat).
2) Dibunuh dengan dirajam, baik dia itu muhshan atau
gair muhshan.[17]
f.
Al-Auza’I,
Abu Yusuf, hukumannya disamakan dengan hukuman zina, yakni hukuman dera dan
pengasingan untuk yang belum kawin, dan dirajam untuk pelaku untuk pelaku yang
sudah kawin. Hal ini berdasarkan hadits Nabi:
إذَا أَتَى الرَّجُلُ الرَّجُلَ فَهُمَا زَانِيَانِ
Artinya: Apabila seorang pria berhubungan seks dengan
pria lain, maka kedua-duanya adalah berbuat zina
Berdasarkan pendapat di atas,
menurut Asy-Syaukani sebagaimana dikutip oleh Sayid Sabiq bahwa pendapat iman Syafi’ilah
yang kuat karena berdasarkan
nash shahih yang jelas maknanya, sedangkan pendapat kedua dianggap lemah karena
memakai qiyas, padahal ada nashnya dan sebab hadits yang dipakainya lemah.
Demikian juga pendapat ketiga dianggap lemah karena bertentangan dengan nash
yang telah menetapkan hukuman mati (hukuman had), bukan hukuman ta’zir.[18]
Untuk pelaku lesbian menurut
Sayyid Sabiq, bahwa lesbian dihukum ta’zir yaitu hukuman yang berat ringannya
diserahkan kepada pengadilan. Jadi hukuman lesbian lebih ringan bila
dibandingkan gay.[19]
Menurutnya lesbian mendapat hukuman yang lebih ringan dibandingkan gay, karena
resiko atau bahaya lesbian juga lebih ringan. Hal ini disebabkan karena lesbian
melakukan hubungan seks dengan cara menggesekan saja tanpa memasukan alat
kelaminnya, berbeda dengan gay. Lesbian juga disamakan seperti halnya seorang
pria bersentuhan langsung (pacaran) dengan wanita bukan istrinya tanpa
memasukan alat vital kedalam vagina. Sehingga menurut Sayid Sabiq perbuatan
Lesbian bukan merupakan zina, tapi tetap haram dan mendapat hukuman ta’zir.[20]
7.
Sanksi Pelaku
Homoseks dan Lesbian Berdasarkan Hukum Pidana
Dalam hukum pidana, aturan tentang homoseksual diatur pada buku ke
2 KUHP tentang Kejahatan, Bab XIV Kejahatan Kesusilaan Pasal 292.
Pasal 292 KUHP mengatur bahwa orang yang sudah dewasa yang
melakukan perbuatan cabul dengan anak yang belum dewasa, yang sejenis kelamin
dengan dia, padahal diketahui atau patut disangkanya bahwa anak itu belum
dewasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
Dari pasal di atas diketahui bahwa yang diancam hukuman dalam pasal ini
ialah orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan anak yang belum dewasa
yang sejenis dengan dia. Dewasa dalam hal ini berarti telah berumur 21 tahun,
atau belum mencapai umur itu tetapi sudah kawin. Adapun jenis kelamin yang sama
berarti laki-laki dengan laki-laki
atau perempuan dengan perempuan. Mengenai perbuatan cabul, menurut Sugandhi termasuk
pula onani.[21]
Sedangkan perbuatan cabul sendiri selalu terkait dengan perbuatan tubuh
atau bagian tubuh terutama pada bagian-bagian yang dapat merangsang nafsu
seksual, misalnya alat kelamin, buah dada, mulut dan sebagainya. Persetubuhan
pun dapat disebut dengan perbuatan cabul, kecuali perbuatan cabul dalam Pasal 289
KUHP.
Pertimbangan Pasal 292 KUHP ini didasarkan atas kehendak pembentuk
Undang-Undang untuk melindungi kepentingan orang yang belum dewasa, yang
menurut keterangan dengan perbuatan homoseksual ini kesehatannya akan sangat
terganggu, terutama jiwanya.[22]
Sependapat dengan Adami Chazawi, penulis menganggap bahwa
persetubuhan dalam arti sebenarnya seperti antara perempuan dan laki-laki tidak
dapat terjadi dalam Pasal ini sebab untuk dikatakan sebuah persetubuhan yang
sebenarnya haruslah dengan jenis kelamin yang berbeda. Hal ini dapat didasarkan
pada pertimbangan hukum Hoge Raad yang menyatakan persetubuhan adalah
perpaduan antara alat kelamin laki-laki dengan alat kelamin perempuan yang
biasanya dilakukan untuk memperoleh anak, dimana alat kelamin laki-laki masuk
adalam alat kelamin perempuan yang kemudian mengeluarkan air mani.
Pengertian persetubuhan ini di atas berdasarkan aliran klasik,
sementara pengertian persetubuhan aliran modern yang banyak diikuti dalam
praktek peradilan sekarang tidak mensyaratkan keluarnya air mani, yang
terpenting telah diperoleh kenikmatan oleh salah satunya atau kedua-duanya.
Sesuai dengan asas tidak ada pidana tanpa kesalahan, maka unsur
kesalahan yang terdapat dalam Pasal 292 KUHP berupa (1) kesengajaan yakni
diketahuinya temannya sesame jenis berbuat cabul itu belum dewasa; dan (2)
berupa culpa, yakni sepatutnya harus diduganya belum dewasa. Mengenai
sepatutnya harus diduga berdasarkan keadaan fisik dan psikis ciri-ciri orang
belum dewasa atau yang umurnya belum 21 tahun. Apabila dirinci, maka rumusan
Pasal 292 KUHP terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
Unsur-unsur Objektif:
a.
Perbuatannya perbuatan cabul
b.
Si pembuatnya oleh orang dewasa
c.
Objeknya pada orang sesama jenis kelamin yang belum dewasa
Unsur-unsur
Subjektif:
a.
Yang diketahuinya belum dewasa
b.
Yang seharusnya patut diduganya belum dewasa
Berdasarkan rincian unsur di atas, maka penulis melihat perbedaan antara hukum Islam dan KUHP sebagai berikut:
a. Dari segi
perbuatan
KUHP memandang homoseksual sebatas perilaku seks yaitu perbuatan
cabul sedangkan hukum Islam melihat perbautan ini tidak sekedar perbuatan
cabul, tapi penyerupaan terhadap lawan jenis termasuk hal yang dilarang dalam
Islam.
b. Dari segi si
pembuat
KUHP
mengancam sanksi pidana kepada orang dewasa yang melakukan hubungan sejenis
dengan orang yang belum dewasa, artinya ialah pidana hanya dikenakan apabila si
pembuatnya adalah orang dewasa dan KUHP tidak menganggap orang yang belum
dewasa sebagai si pembuat. Dewasa sendiri menurut Pasal 292 KUHP sama dengan
dewasa menurut Pasal 330 BW yakni berumur 21 tahun atau telah menikah. Ini
berarti hanya satu pihak yang dianggap pembuat dari hubungan sejenis menurut
KUHP. Sedangkan hukum Islam menganggap pembuat adalah para pelaku hubungan
sejenis sehingga pertanggung jawaban pidana dibebankan kepada kedua-duanya.
Kecuali apabila korban adalah orang yang belum dewasa. Dewasa sendiri menurut
Islam adalah saat memasuki masa akil baligh, sehingga terdapat variasi umur
dalam menentukan kedewasaan.
c.
Dari segi objeknya
Dalam KUHP objeknya adalah orang sesama jenis yang belum dewasa.
Jadi jika objeknya adalah orang sesama jenis yang telah dewasa, maka tidak akan
terkena sanksi pidana. Sedangkan hukum Islam objeknya adalah orang sesama
jenis, baik itu orang dewasa maupun orang yang belum dewasa. Ini berarti
siapapun yang menjadi objek perbuatan tersebut baik orang dewasa maupun orang
yang belum dewasa, akan memperoleh sanksi.
Dilihat dari unsur subjektifnya menurut hukum pidana adalah yang
diketahuinya belum dewasa; atau yang seharusnya patut diduganya belum dewasa,
sementara menurut pandangan dalam hukum Islam adalah yang diketahuinya sesama
jenis atau yang seharusnya patut diduganya sesama jenis. Hal ini didasarkan
bahwa pada hukum pidana aturan Pasal 292 KUHP ini dimaksudkan untuk melindungi
orang yang belum dewasa dari pelaku homoseksual sehingga unsur kesalahan yang
harus ada adalah diketahui atau seharusnya patut diduganya orang yang belum
dewasa. Sedangkan hukum Islam menekankan aturan demi menjaga agar tidak terputusnya
keturunan manusia akibat perilaku tersebut, memuliakan manusia dengan tidak
bertindak seperti hewan, serta mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh
Allah SWT.
Hukuman bagi homoseksual berdasarkan hukum pidana, dalam KUHP pasal
292 “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa
dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya
hal belum dewasa itu, diancam pidana penjara lima tahun. Dalam hal ini dewasa
yang dimaksudkan telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun, akan
tetapi sudah atau sudah pernah kawin. Jenis kelamin yang sama dimaksudkan
disini laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan, sedangkan di
dalam Adapun mengenai tujuan pemidanaan dalam hukum pidana Indonesia, adalah sebagai
berikut:
1. Pembalasan (revenge),
2. Penghapusan dosa
(exspiation),
3. Menjerakan (deterrent),
4. Perlindungan
terhadap umum (protection of the public),
5. memperbaiki si
penjahat (rehabilitation of the criminal).
C. Penutup
Kesimpulan
Istilah Homoseksual, dijumpai dalam agama Islam
sebagai istilah , yang pelakunya disebut ; yang dapat diartikan secara singkat
oleh bangsa Arab dengan perkataan : (laki-laki yang selalu mengumpuli
sesamanya). Sedangkan istilah Lesbian, juga dijumpai dalam agama Islam sebagai
istilah, pelakunya disebut yang dapat diartikan secara singkat oleh bangsa Arab
dengan perkataan: , (perempuan yang selalu mengumpuli sesamanya).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Homoseksual adalah
hubungan seksual antara orang-orang yang sama kelaminnya, baik sesama pria
ataupun wanita. Namun, biasanya istilah Homosex itu dipakai untuk seks
antarpria; sedangkan untuk seks antarwanita, disebut Lesbian (Female Homosex).
Lawan Homosex adalah Heterosex, artinya hubungan seksual antara orang-orang
yang berbeda kelaminnya (seorang pria dengan wanita).
Praktek Homoseksual dan Lesbian, diharamkan dalam
ajaran Islam karena termasuk perbuatan zina. Maka dalam hal ini, terdapat
beberapa pendapat Ulama hukum Islam tentang sanksi (ganjaran) yang harus dibarikan
kepada pelakunya, antara lain dikemukakan oleh Zainuddin Bin Abdil Aziz Al
Malibary dengan mengatakan: Al Baghawiyyu berkata: ahli ilmu hukum Islam
berbeda pendapat dalam masalah ganjaran hukum praktek Homoseksual/Lesbian. Maka
ada sekelompok Ulama hukum Islam yang menetapkan bahwa pelakunya wajib dihukum
sebagaimana menjatuhkan ganjaran hukum perzinaan. Apabila pelakunya tergolong
orang yang sudah pernah kawin, maka wajib dirajam. Dan apabila dia belum pernah
kawin, maka wajib didera sebanyak 100 kali. Penetapan inilah yang mencerminkan
kedua pendapat Imam Syafi’i.
[1]
Perbuatan faahisyah
di sini Ialah: homoseksual
[2] Yakni
orang-orang zalim itu karena kezalimannya, mereka pasti mendapat siksa yang
demikian. Adapula sebagian mufassir mengartikan bahwa negeri kaum Luth yang
dibinasakan itu tidak jauh dari negeri Mekah.
[3]http://islamind.blogspot.com/2011/12/hukuman-pelaku-liwath
sodomi_17.html?showComment =1350479205605#c384017856349311729 diakses pada 10 September 2021 jam 20:45
[4] Hasbiyatlah, Masail
Fiqhiyah, (Jakarta:DirJen Pendidikan Islam, Depag Republik Indonesia,
2009), hlm. 287
[5] Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, (Jakarta: Rajawali Pers),
hlm.58
[6] Hasbiyatlah, Masail...hlm.289
[7] Mahjudin, Masailul Fiqhiyah
… Ibid. hal. 25
[8] Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Umat,
(Surabaya: Ampel Suci, 2003), hlm. 303.
[9] Sebahagian ahli tafsir
mengartikan taqtha 'uunas 'sabil dengan melakukan perbuatan keji terhadap
orang-orang yang dalam perjalanan karena mereka sebagian besar melakukan
homosexuil itu dengan tamu-tamu yang datang ke kampung mereka. ada lagi yang
mengartikan dengan merusak jalan keturunan karena mereka berbuat homosexuil
itu.
[10] Ali Hasan, Masail
Fiqhiyah...., hlm.60
[11]Ali
Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada masalah-masalah kontempoer hukum
islam (Jakarta:RadjaGrafindo Persada, 2000) hlm. 65
[12] Rahman, Penjelasan Lengkap
Hukum-hukum Allah (Syariah), (Jakarta:RajaGrafindo,2002), hlm.317
[13] al hidayah
syarhul bidayah 7/194-196, fathul qadir juz : 11 hal : 445-449 dan al mabsuth juz :11 hal
: 78-81
[14] al hidayah syarhul bidayah 7/194-196, fathul qadir juz : 11 hal : 445-449 dan al-Mabsuth juz: 11 hal : 78-81].
[15] minahul jalil, juz : 19 hal : 422-423].
[16] al majmu’ juz : 20 hal : 22-24 dan al hawi al kabir, juz : 13 hal : 474-477
[17] al furu’, juz :11
hal : 145-147, al mughni juz : 10 hal : 155-157 dan al inshaf juz
: 10 hal : 178
[18] Kutbuddin Aibak, Kajian
Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta:Teras,2009), hlm.99
[19] Ali Hasan, Masail Fiqhiyah...., hlm.67
[20] Kutbuddin Aibak, Kajian
Fiqh…,hlm.99
[21]
Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, (Usaha Nasional, Surabaya.1981)
h. 309
[22]
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (PT.
Refika Aditama, Bandung, 2003) h. 120