Rabu, 28 Oktober 2015
PERADABAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA
A.
Pendahuluan
Setelah khalifah Abbasiyah di Bagdad runtuh akibat serangan
tentara Mongol,[1]
kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah
kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain
bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak
yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti
sampai disitu. Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan
pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami
kemajuan kembali setelah dan berkembangnya tiga kerajaan besar : Usmani di
Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dimasa tiga kerjaan besar ini kejayaan
masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid yang
didirikan kerajaan ini masih dapat
diihat di Istambul, Tibriz dan Isfaham serta kota-kota lain di Iran dan Delhi.
Kemajuan umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan warisan kemajuan pada
masa priode klasik. Perhatian di ilmu pengetahuan masih kurang. Tentu saja bila
dibandingkan kemjuan yang dicapai pada masa dinasti Abbsyiah, khususnya di
bidang ilmu pengetahuan. Namun, menarik untuk dikaji, karena kemajuan pada masa
ini terwujud setelah dunia islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya.[2]
Ada dua aspek menarik dari pengkajian sejarah kerajaan Safawi pada
1501-1722 M. Pertama lahir kembali dinasti Safawi adalah kebangkitan kembali
kejayaan Islam, sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan. Kedua, dinasti
Safawi telah memberikan Iran semacam “Negara Nasional” dengan identitas baru
yaitu aliran Syiah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan bagi
perkembangan Nasionalisme Iran modern.
B.
Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Safawi
Awalnya kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang
berdiri di Ardabila, sebuah kota di Azerbaijan, Tarekat ini diberi nama Tarekat
Safawiyah,[3]
yang diambil dari nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M), dan nama itu terus dipertahankankan sampai
tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan
setelah gerakan ini berhasil mendirikan Kerajaan.[4] Menurut
Harun Nasution, di Persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu
kerajaan besar di dunia Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi bernama
Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan.[5]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penggagas awal berdirinya
Kerajaan Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan atau
dikenal dengan Safi Al-Din, yang semula hanya sebagai mursyid tarekat
dengan tugas dakwah agar umat Islam secara murni berpegang teguh pada
ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya setelah memperoleh banyak pengikut
fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi gerakan politik dan diteruskan
mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan peradaban Islam di Persia dimulai
sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang dipelopori oleh Safi Al-Din sejak tahun
1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri di saat Kerajaan Turki Usmani mencapai
puncak kejayaannya.[6]
SILSILAH RAJA-RAJA KERAJAAN SAFAWI
Safi Al-Din (1252-1334 M)
Sadar Al-Din Musa (1334-1399 M)
Khawaja Ali (1399-1427 M)
Ibrahim (1427-1447 M)
Juneid 1447-1460 M)
Haidar 1460-1494 M)
_____________________
Ali (1494-1501 M)
1.
Ismail (1501-1524
M)
2.
Tahmasp I
(1524-1576 M)
___________________
3.
Ismail II
(1576-1577 M)
4.
Muhammad Khudabanda
(1577-1787 M)
5. Abbas I (1588-1628 M)
6.
Safi Mirza
(1628-1642 M)
7.
Abbas II (1642-1667
M)
8.
Sulaiman (1667-1694
M)
9.
Husen (1694-1722 M)
10. Tahmasp II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1732-1736 M)
Safi Al-Din berasal dari
keturunan yang berada namun ia memilih
sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa
Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301)[7] yang
dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani, karena prestasi dan ketekunannya dalam
kehidupan tasawuf, Safi Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut.[8] Safi
Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus
mertuanya yang wafat tahun 1301 M, pengikut tarekat ini sangat teguh memegang
ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi
orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli bid’ah”.[9] Namun
pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi
gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia.
Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi Al-Din menempatkan
seorang wakil yang diberi nama Khalifah untuk memimpin murid-muridnya di daerah
masing-masing.[10]
Suatu ajaran Agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerapkali
menimbulkan keinginan di kalangan ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu,
lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang
teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab
selain Syi’ah[11].
Dalam dekade 1447 – 1501 M Safawi memasuki tahap gerakan politik,
sama halnya dengan gerakan sanusiyah di Afrika Utara, Mahdiyah di Sudan dan
Maturdiyah serta Naksyabandiyah di Rusia. Kecenderungan memasuki dunia politik
secara konkrit tampak pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti
safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan
keagamaan. Perluasaan kegiatan ini ternyata menimbulkan konflik antara Juneid
dengan kekuatan politik yang ada di Persia waktu itu, misalnya konflik politik
dengan kerajaan-kerajaan Kara Koyunlu (domba hitam) salah satu suku bangsa
Turki yang berkuasa di wilayah itu yang
bermahzhab Sunni di bawah kekuasaan Imperium Usmani. Karena konflik tersebut
maka ia mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini
ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK. Koyunlu (domba putih),
juga suatu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian Persia.[12]
Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah
menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik denagn Uzun Hasan.
Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada
tahu 1459 M, Juneid mencoba merebut
Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Circassia tetepi
pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh
dalam pertempuran tersebut. Keteika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan
dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa
diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan
Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salh seorang putri Uzun Hasan.
Dari perkawinan itu lahirlah Ismail, yang di kemudian hari menjadi pendiri
Kerajaan Safawi di Persia.[13]
Kemenangan AK-Koyunlu
terhadap Kara Koyunlu tahun 1476 M, membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin
oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK-Koyunlu dalam meraih
kekuasaan yang selanjutnya. Padahal sebelumnya Safawi adalah sekutu AK Konyulu,
tetapi itulah politik. Ak Konyulu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan
kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia
dan pasukan Sirwan, AK Konyulu mengirim bantuan militer kepada Sirwan, sehingga
pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu.[14]
Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentranya untuk
menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Konyulu. Tetapi
Ya’kub pemimpin AK Konyulu ketika itu dapat menangkap dan memenjarakan Ali
bersama kedua saudaranya Ibrahim dan Ismail beserta ibunya, di fars selama
empat setengah tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, Putra
Mahkota AK Konyulu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. setelah
saudara sepupu Rustam itu dapat dikalahkan. Ali bersaudara (Ibrahim dan Ismail)
beserta ibunya kembali ke Ardabil. Akan tetapi tidak lama kemudian Rustam
berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara pada tahun 1494 M dan Ali
terbunuh dalam serangan ini.[15]
Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail,
yang saat itu masih berusia 7 tahun. Selama 5 tahun Ismail beserta pasukannya
bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para
pengikutnya di Azerbaijan, Syria, Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai
Qizilbash (baret merah). Ismail
memanfaatkan kedudukannya sebagai mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan
politiknya dengan menjalin hubungan dengan para pengikutnya.[16]
Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash
menyerang dan mengalahkan AK Konyulu di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus
berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Konyulu dan berhasil
merebut serta mendudukinya. Di kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya
sebagai Raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga sebagai Ismail I.[17] dengan
ia sendiri sebagai Syaikhnya yang pertama dan menetapkan Syi’ah Dua Belas
sebagai agama resmi kerajaan Safawi. Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi
sebagai kerajaan dan ditetapkan pula Syi’ah sebagai agama kerajaan maka
merdekalah Persia dari pengaruh dari kerajaan Usmani dan kekuatan asing lainnya.
Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan Safawi yang akan
turut memberikan kontribusi dalam perkembangan kekuasaan Islam.
C.
Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Kerajaan Safawi di Persia
Pada masa pemerintahan Ismail, Safawi berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke
daerah Nazandaran, Gurgan, Yazd, Diyar Bakr, Baghdad, Sirwan dan Khurasan
hingga meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Kemudian ia
beruasaha mengembangkan wilayahnya sampai ke Turki Usmani tetapi mengadap
kekuatan besar dari Kerajaan Turki Usmani tetapi menghadapi kekuaatan besar
dari kerajaan Turki Usmani yang sangat membenci golongan Syi’ah. Dalam
perebutan wilayah ini Safawi mengalami kekalahan yang menyebabkan Ismail mengalami
depresi yang meruntuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya sehingga ia
menempuh kehidupan dengan cara menyepi dan hidup hura-hura. Hal ini berpengaruh
pada stabilitas politik dalam kerajaan Safawi. Contohnya adalah terjadinya
perebutan kekuasaan antara pimpinan suku-suku Turki, Pejabat-pejabat keturunan
Persia dan Qizilbash.[18]
Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan raja Abbas
I. Langkah-langkah yang ditempuh oleh
Abbas I untuk memperbaiki situasi adalah :
1.
Menghilang dominasi
pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang beranggotakan
budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan
Sircassia.
2.
Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan
menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman) dalam
khotbah Jumatnya[19].
Usaha-usaha tersebut terbukti membawa hasil yang baik dan membuat
kerajaan Safawi kembali kuat. Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan
merebut kembali daerah yang telah lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru.
Abbas I berhasil menguasai Herat (1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I
mulai menyerang kerajaan Turki Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani,
Ganja, Baghdad, Nakhchivan, Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I
berhasil menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi
pelabuhan Bandar Abbas[20].
Pada masa Abbas I inilah kerajaan Safawi mengalami masa kejayaan
yang gemilang. Diantara bentuk kejayaannya adalah :
1.
Bidang Politik dan Pemerintahan
Pengertian kemajuan dibidang politik
disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh
suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintahan yang
kuat, serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik
suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syah Abbas I juga
telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata
dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbash yang pernah
menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada awalnya dipandang Syah Abbas tidak
diharapkan lagi, sehingga ia membangun
suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini ia ambil dari
bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia.
Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan persenjataan yang
modern. Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari
Ghulam.[21]
Berkat kegigihannya Syah Abbas mampu
mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan
berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain pada
masa sebelumnya.
2.
Bidang Ekonomi
Kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas mengalami
kemajuan dibidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Stabilitas
politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan
perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan
pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal ini dikarenakan Bandar ini
merupakan salah satu jalur dagang antar Timur dan Barat. Yang biasa diperebut
oleh Belanda, Inggris, dan Perancis, sesungguhnya menjadi milik Kerajaan
Safawi.[22] Selain
itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan
Sabit Subur (fortile crescent).
3.
Bidang Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Sains
Dalam sejarah Islam, bangsa Persia
dikenal sebagai bangsa yang peradaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa
Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir
di majlis istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis iptek), Sadar Al-Din
Al-Syaerazi (filosof), dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (teolog, filosof,
observatory kehidupan lebah-lebah).[23] Dalam
bidang ilmu pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan
Mughal dan Turki Usmani.[24] Pada
masa Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia Islam, khususnya
dikalangan orang-orang persia yang berminat tinggi pada perkembangan
kebudayaan. Perkembangan baru ini erat kaitannya dengan aliran Syiah yang
ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama resmi Negara.
Dalam Syiah Dua Belas ada dua golongan,
yakni Akhbari dan Ushui. Mereka berbeda didalam memahami ajaran agama. Yang
pertama cenderung berpegang kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah
mapan. Sedang kedua mengambil dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadits,
tanpa terikat kepada para mujthadi. Golongan Ushuli inilah yang palling
berperan pada masa Safawi.
Menurut Hodhson, ada dua aliran filsafat
yang berkembang pada masa Safawi tersebut. Pertama, aliran filsafat “Perifatetik”
sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filsafat
Isyraqi yang dibawa oleh Syaharawadi pada abad ke XII. Kedua aliran ini banyak
dikembangkan di perguruan Isfahan dan Syiraj. Di bidang filosof ini muncul
beberapa orang filosof diantaranya Muhammad Baqir Damad (W. 1631 M) yang
dianggap guru ketiga sesudah Aristoteles dan Al-Farabi, tokoh lainnya misalnya
Mulla Shadra yang menurut sejartah ia adalah seorang dialektikus yang paling
cakap di zamannya[25].
4.
Bidang Perkembangan Fisik dan Seni
Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota Kerajaan yang
sangat indah. Disana terdapat bangunan-bangunan besar dan indah seperti masjid,
rumah sakit, jembatan raksasa di atas Zende Rud dan Istana Chilil Sutun. Kota
Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secra apik. Ketika
Abbas I wafat di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 Akademi, 1802 penginapan dan
273 pemandian umum.[26]
Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya
arsitektur bangunan-bangunannyaseperti terlihat pada mesjid Shah yang dibangun
tahun 1611 M dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur
seni lainnya terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan,
keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni
lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Raja Tahmasp I.[27]
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi,
kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan
besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik
dan militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban
Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan,
peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.
D.
Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah tiada, sepeninggal Abbas I
kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642
M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp
II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut,
kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi
justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran,
karena Kerajaannya ketika itu diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki
perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan
timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang memerintah
setelah Abbas I adalah sebagai berikut:
No
|
Nama
Raja
|
Masa
Berkuasa
|
Indikasi
Kemunduran
& Kehancuran
|
1
|
Safi Mirza
|
1628-1642
|
-
Jiwa
lidershipnya lemah.
-
Sangat kejam
terhadap para pembesar Kerajaan.
-
Memiliki
sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan.
-
Kota
Qandahar lepas dan diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan).
-
Dan Bagdad
direbut oleh Kerajaan Turki Usmani.
|
2
|
Abbas II
|
1642-1667 M
|
-
Sifat dan
Moralnya jelek.
-
Pemabuk/suka
minum minuman keras.
|
3
|
Sulaiman
|
1667-1694
|
-
Kejam
terhadap para pembesar Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang
dicurigainya
-
Karena sifat
& moralnya yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap
pemerintahannya
|
4
|
Husen
|
1694-1722 M
|
-
Memberi
kekuasaan yang besar kepada para ‘ulama Syi’ah.
-
Ulama Syi’ah
sering slah guna kewenangan/kekuasaan yang diberikan raja.
-
Ulama Syi’ah
sering memaksakan pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga membuat
golongan Sunni marah.
-
Konflik yang
terjadi antara golongan Syi’ah dengan Sunni berimplikasi pada sistem
pemerintahan menjadi tidak stabil secara berkelanjutan.
-
Pernah
terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang
kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir mahmud ini,
kota Qandahar lepas dari safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12
oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
|
5
|
Tahmasp II
|
1722-1732 M
|
Dengan
dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri sebagai raja yang
berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasannya di Astarabad. Kemudian ia
bekerja sama dengan Madhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki
kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Safawi kembali berdiri. Kemudian
Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M.
|
6
|
Abbas III
|
1732-1736 M
|
-
Tidak
berpengalaman.
-
Diangkat
menjadi Raja pada saat masih kecil.[28]
-
Pada 1736 M,
Abbas III dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir Khan.
Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.
|
Hanya satu abad setelah ditinggal Abbas I,
kerajaan ini mengalami kehancuran. Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan
Safawi :
1.
Konflik panjang
dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antar
kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang
beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya.
Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu
pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa
Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut,
dan setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan
besar Islam itu.[29]
2.
Adanya dekadensi
moral yang melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.
3.
Pasukan Ghulam
(budak-budak) yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti
Qilzibash (baret merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak
disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti
yang di alami oleh pasukan Qilzibash, sementara anggota pasukan Qilzibash
yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibash
sebelumnya.
4.
Seringnya terjadi
konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana[30].
Dengan demikian bentuk-bentuk institusi
kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan safawiyah yang diciptakan oleh
Abbas I telah mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas
dan awal abad ke delapan belas.
E.
Kesimpulan
Kerajaan
Safawi beradal dari sebuah tarekat yang berdiri di Ardabil, tarekat tersebut
bernama Safawi. Kerajaan Safawi berada dipuncak kejayaan pada masa kekuasaan
Abbas I. Banyak kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi antara lain dalam bidang
politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan fisik dan seni. Akan
tetapi setelah Abbas meninggal, kerajaan Safawi mengalami kemunduran,
disebabkan raja yang memerintah sangat lemah, sering terjadinya konflik intern
dalam perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Hanya dalam satu abad
setelah ditinggalkan Abbas, Kerajaan Safawi hancur.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ali, A. Mukti, dkk
(Ed.), Ensiklopedi Islam, Jakarta : Departemen Agama RI, 1988.
Engneer, Asghar Ali, Asal-Usul
dan Perkembangan Islam, Yogyakarta: Insist Bekerja Sama dengan Pustaka
Pelajar, 1999.
Hamka, Sejarah Umat Islam III, Jakarta : Bulan Bintang, 1981.
Hassan, Hassan
Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta
: Kota Kembang, 1989.
Harun, Maidir dan
Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN IB Press, 2001.
---------, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Padang: IAIN IB Press, 2000.
Holt P.M, dkk(ed) The Cambridge History of Islam, vol.IA, London
: Cambridge University Press, 1970.
Maryam, Siti, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta: Jurusan SPI
Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2007.
Maududi, Abu A’la, Khilafah
dan Kerajaan, Bandung : Mizan 1984.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam :Sejarah, Pemikiran
dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta :
Amzah, 2009.
Supriyadi, Dedi, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung: Pustaka setia, 2008.
Syalabi, Ahmad, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1983.
------------, Sejarah dan kebudayaan Islam:
Imperium Turki Usmani, Jakarta : Kalam Mulia, 1988.
Thohir, Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta
: PT Raja Grafindo Ajid.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah
II, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010.
www.kodeka.Blogspot.
www.resotika.Blogspot.
[1] Serangan Mongol tersebut telah menghancurkan kota-kota
dengan bangunan yang indah, tempat-tempat belajar, perpustakaan yang mengoleksi
banyak buku, dll milik umat Islam, semua hancur, musnah dibakar, bahkan umat
Islampun dibunuh, pembunuhan terjadi tidak hanya pada petinggi/pembesar
kerajaan, seperti terjadi pada masa kepemimpinan Hulagu, manusia tidak
berdosapun juga ikut dibunuh oleh tentara Mongol, seperti dilakukan oleh Argun,
Khan ke empat pada Dinasti II Khaniyah. (baca: Dedi supriyadi, Sejarah peradaban
Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 185.
[2] Harun Nasution, Perkembangan
dalam Islam : Sejarah, Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang,
1992) hal 14.
[4] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2000,hlm. 138
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Bebagai Aspek,
Jakarta: UI-Press, 1985, hlm. 84
[6] www.kodeka.blogspot
[7] Allouche, The Origins and Development of The
Ottoman-Safavid Conflict, Michighan: University Microfilms International,
1985, hlm. 96. Baca juga. Badri Yatim, hlm. 138-139.
[8] Badri Yatim, op. cit., hlm. 139.
[9] Bid’ah yaitu segala sesuatu yang diada-adakan dalam
agama tampa ada dasar syari’atnya
[10] Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, Jakarta:
bulan Bintang, 1981, hlm. 60
[11] Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009, hal 188.
[12] Ibid, hal. 188
[13] Carl Brockelmann, Tarikh As-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut:
Dar Al-‘Ilm, 1974, hlm. 494-495.
[14] Badri Yatim.Loc.Cit.hal.140
[15] Holt P.M, dkk (ed.), The Cambridge History of Islam, vol.IA, London : Cambridge
University Press, 1970, hlm. 397. Baca juga. Badri Yatim, hlm.141.
[16] Yaitu tentara kerajaan Safawi yang berasal dari
suku-suku beraliran Syi’ah dari Anatolia bagian timur.
Pada pasukan Qizilbash ini topinya dilengkapi dengan 12 rumbai yang memiliki
makna Syi’ah, Isna ‘Asyariah (Dua Belas Imam) mempunyai pengaruh yang besar
dalam menanamkan sifat fanatisme dan militansi para pengikut Syi’ah dengan
pemimpinnya.
[17] Holt P.M, dkk (ed.), op.cit., hlm 398
[18] www.resotika.Blogspot.
[19] P.M.Holt, dkk,
(ed), The Cambridge History Of
Islam.Vol.IA,(London : Cambridge University Press, 1970), hal.417
[20] Badri Yatim,
op.clt., hal.143.
[21] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo) hal. 175
[22] Carl Broekelmaun, Tarikh Al-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut:
Dar Al-‘Ilm, 1974, hlm. 504
[23] Ibid, hlm 505
[24] Ajid Thohir, hal. 177
[25] Ibid.
[26] Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam,
Vol. III, Chicago: The University of Chicago Press, 1981, hlm. 40.
[27] Ibid,
[28] Hamka, Sejarah
Umat Islam, III, (Jakarta : Bulan Bintang, 1981). hal 71-73.
[29] M. Holt, dkk (ed). The Cambridge History of Islam, Vol.
1 A, London: Cambrige University Press, 1970, hlm 426.
[30] Badri Yatim,op.ctl.,hal 141-143
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
izin copy
BalasHapusmonggo
Hapusterima kasih.
BalasHapus