Selasa, 14 April 2015
SYI’AH (ZAIDIYAH, IMAMIYAH, DAN GHULAT)
)
A. Pendahuluan
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam
merupakan sebuah aliran yang muncul dikarenakan politik dan seterusnya
berkembang menjadi aliran teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran
politik, bibitnya sudah ada sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi
khalifah sepeninggal Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa
yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah adalah keluarga sedarah
yang dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan harus dilanjutkan oleh
anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya. Syi’ah muncul sebagai
salah satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahkim
(arbitrase). Sementara Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam
Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengkaitkan iman dan kafir dengan Imam, atau
dengan kata lain ketaatan pada seorang Imam merupakan tolak ukur beriman tidaknya seseorang, di samping
paham mereka bahwa Imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.
Apa itu
Syi’ah dan bagaimana asal-usulnya serta apa saja pokok-pokok ajarannya? Insya
Allah akan kami ketengahkan dalam makalah ini. Makalah ini juga memuat
pembahasan tentang beberapa sekte dalam Syi’ah yang muncul akibat ketidak
sepahaman mereka dalam menafsirkan ajaran-ajaran pokok Syi’ah.
B. PEMBAHASAN
1. Asal-Usul
Lahirnya Syi’ah.
Secara
bahasa, Syi’ah berarti pengikut, golongan, sahabat dan penolong. Istilah
Syi’ah, selanjutnya berkembang dengan arti khusus, yaitu nama bagi sekelompok
orang yang menjadi partisan atau pengikut Ali bin Abi Thalib dan
keturunan-keturunannya.[1]
Untuk
merumuskan pengertian Syi’ah secara sempurna memang sangat sulit, karena Syi’ah
telah melalui proses sejarah yang panjang dengan segala peristiwa yang ikut
mempengaruhi ajarannya. Namun al-Syahrastani mendefinisikan Syi’ah sebagai
istilah khusus yang dipakai untuk pendukung atau pengikut Ali Bin Abi Thalib
yang berpendirian bahwa pengangkatan Ali sebagai imam atau khalifah berdasarkan
kepada nash dan wasiat, serta mereka berkeyakinan bahwa keimaman tersebut tidak
terlepas dan terus berlanjut pada keturunan-keturunannya.
Secara
historis, akar aliran Syi’ah terbentuk segera setelah kematian Nabi Muhammad,
yakni ketika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pada pertemuan Tsaqifah
yang diselenggarakan di Dar al-Nadwa, di Madinah. Pemilihan tersebut
dilaksanakan secara tergesa-gesa sebagai wujud persaingan antara kelompok Anshar
dan Muhajirin
yang sempat mengancam perpecahan Islam. Dalam pertemuan itu Ali tidak hadir
karena sibuk mengurus jenazah Nabi. Pada waktu itu usia Ali 30 tahun, di mana
bangsa Arab menjadikan usia sebagai syarat penting kecakapan dalam
kepemimpinan, meskipun secara historis terdapat sejumlah pengecualian akan hal
tersebut. Tetapi pengikut Ali, pada saat itu, merasa bahwa klaim mereka telah
direbut secara tidak adil.
Selanjutnya
Umar ditunjuk oleh Abu Bakar sebagai penggantinya, menjadi khalifah kedua yang
kemudian dilanjutkan oleh Usman. Setelah Usman terbunuh oleh pemberontak yang
mengatasnamakan diri mereka sebagai anti depotisme keluarga Umayah, Ali
kemudian diangkat menjadi khalifah keempat pada tahun 35H/656M.
Perjalanan
sejarah menunjukkan bahwa peristiwa pembunuhan khalifah ke-3 Usman Bin Affan,
telah melahirkan rentetan sejarah yang sangat panjang dan membawa dampak pada
khalifah setelahnya, Ali bin Abi Thalib. Di antaranya adalah penolakan
Muawiyah, gubernur Damaskus atas Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dengan alasan
bahwa Ali tidak melakukan pengusutan terhadap pembunuhan Usman. Ketegangan
antara Ali dan Muawiyah ini berbuntut dengan terjadinya perang Siffin
yang berakhir dengan peristiwa arbitrase (tahkim), yang dianggap sebagai
titik temu penyelesaian persengketaan yang terjadi antara khalifah (Ali Bin Abi
Thalib) dengan Muawiyah.[2] Namun peristiwa itu justru melahirkan berbagai
reaksi dan aksi, seiring dengan tidak bisanya menyatukan pemikiran dan pendapat
dari masing-masing kelompok. Pada akhirnya membuat umat menjadi bagian-bagian
(firqah-firqah). Sejarah mencatat, bermula dari perpecahan politik ini, pada
kelanjutannya melahirkan aliran-aliran teologi dalam Islam.
Aliran
yang paling terkenal dengan peristiwa ini adalah Khawarij yang muncul sebagai
pasukan yang keluar dari barisan Ali atau memisahkan diri sebagai bentuk protes
terhadap keputusan Ali dan pada saat yang bersamaan juga muncul satu golongan
yang tetap setia mendukung Ali bin Abi Thalib, yang pada berikutnya terkenal
dengan nama Syi’ah, yang dalam perekembangnya hadir sebagai sebuah aliran yang
memiliki konsep dan ajaran tersendiri.
Syi’ah
memiliki ajaran dan konsep berupa
kecintaan kepada Ali dan Ahlul Bait. ajaran itu
kemudian berkembang setahap demi setahap, dan pada akhirnya menjadikan Syi’ah
sebagai sebuah mazhab atau aliran yang memiliki ajaran-ajaran tersendiri dalam
bidang politik, teologi, fiqih, dan bidang lainnya.
Teologi
Syi’ah mengandung prinsip ajaran yang dikenal dengan lima rukun, yaitu prinsip Tauhid
(Keesaan Tuhan), Nubuwwat (kenabian), Ma’ad (kebangkitan jiwa dan tubuh pada hari kiamat),
Imamah serta prinsip al-‘Adl. Imamah
merupakan esensi ajaran Syi’ah. Sehingga kita bisa temukan ajaran-ajaran Syi’ah
di bidang politik dan teologi pada umumnya berkisar pada persoalan Imamah dan
iman serta hubungan yang erat antara keduanya.
Dalam
perkembangannya, Syi’ah dapat diterima oleh banyak kalangan namun dengan banyak
perbedaan dan perpecahan yang melahirkan sekte yang tidak sedikit dalam Syi’ah
itu sendiri. Tetapi sekalipun Syi’ah terpecah kepada beragam sekte, namun mereka
mempunyai keyakinan yang sama pada umumnya, yang merupakan ciri Syi’ah secara
menyeluruh.[3]
2. Imamah dan Ajaran Syi’ah lainya.
1). Imamah.
Imamah adalah
keyakinan bahwa setelah Nabi Saw wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang
melanjutkan misi atau risalah Nabi.[4] Atau, dalam pengertian Ali Syari’ati adalah
kepemimpinan progresif dan revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim
politik lainnya guna membimbing manusia serta membangun masyarakat di atas
fondasi yang benar dan kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran,
pertumbuhan, dan kemandirian dalam mengambil keputusan.[5]
Mengenai
masalah imamah, kaum Syiah berpandangan bahwa imamah bukanlah
masalah kemaslahatan umum, melainkan merupakan suatu rukun agama dan pokok
agama Islam yang tidak boleh dilalaikan oleh Nabi atau diserahkan oleh rakyat,
artinya rakyat tidak mempunyai hak untuk memberikan pertimbangan dan menunjuk
seorang imam melainkan hanya Nabi yang berkewajiban menunjuk imam yang akan
memimpin rakyat sepeninggal beliau. Dan setiap imam wajib pula menunjuk imam
yang akan menggantikannya.[6]
Kaum Syiah berpandangan bahwa dalam agama Islam tidak ada sesuatu yang lebih
penting dari pada masalah penunjukan imam, apabila imam tersebut telah menunjuk
penggantinya maka ia akan dapat meninggal dunia dengan perasaan lega dan tidak
merasa kuatir atas kepentingan rakyat.
Oleh karena Nabi mempunyai kewajiban untuk menunjuk imam yang akan
mengurus kepentingan kaum muslimin sesudah beliau wafat, maka beliau telah
melaksanakan kewajiban itu yaitu telah menunjuk Ali, dan penunjukannya
dilakukan dengan nash yang jelas bukan secara sindiran. Peristiwa ini terjadi di suatu tempat yang disebut Ghadir
khum. Sabda Nabi yang dimaksud berbunyi : “ Ali adalah
teman bagi orang yang saya menjadi temannya. Ya Allah tolonglah siapa yang
menolongnya, dan musuhilah siapa yang memusuhi, menangkanlah siapa yang
memenangkannya, dan kalahkanlah siapa yang mngalahkannya. Jadikanlah kebenaran
itu besertanya selama-lamanya semoga aku telah menyampaikan apa yang wajib
kusampaikan” Dan penunjukan itu terjadi setelah turunnya firman Allah:
$pkr'¯»t ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ (
bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4
ª!$#ur ßJÅÁ÷èt z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3
¨bÎ) ©!$# w Ïöku tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
Artinya: Hai rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Maidah : 67)[7]
Yang
disuruh menyampaikannya dalam ayat itu, menurut tafsiran kaum Syiah adalah
penunjukan Ali sebagai imam. Oleh sebab itu setelah penunjukan itu selesai turunlah firman
Allah :
4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ 4
Artinya: pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.(Qs. Al-Maidah : 3) [8]
Bahwa imamah itu
adalah khusus untuk Ali dan anak cucunya dari isterinya yaitu Fatimah. Mereka
adalah ahlulbait, dan pohon rindang yang beroleh berkah, yang karenanya
Allah senang kepada seluruh manusia. Orang selain mereka tidak berhak untuk
menduduki jabatan imamah itu sampai Allah mewarisi bumi ini dan semua
orang yang berada diatasnya. Dan selain itu, mereka itu adalah ma’shum
yakni terhindar dari perbuatan dosa dan tidak pernah salah ataupun lupa.
2). Tauhid/ketuhanan.
Kaum Syiah, khususnya aliran Istna
Asyariyyah yang dipelopori Hisyam bin al-Hakam memandang bahwa eksistensi Allah
dapat dijelaskan melalui keberadaan manusia beserta sifat yang ada dalam diri
manusia itu, pandangan ini dikenal dengan paham al Tajsim dan Tasybih
( meng antromorfis kan Allah ), namun pada generasi berikutnya paham tersebut
ditinggalkan dan menganut paham al Tanzih wa al Tajrid yaitu me Maha
suci-kan dan me Maha abstrakkan Allah, paham dari generasi ini dipelopori al
Syeikh al-Mufid.[9]
Paham yang pertama yaitu al Tajsim wa Tasybih digunakan kaum Syiah
untuk menentang kaum Mu’tazilah yang menentang dan menolak teori imamah
versi Syiah, namun akhirnya atas prakarsa Bani Buwaihi, kedua kaum ini
dipersatukan dengan menganut paham kedua yaitu al Tanzih dan al Tajrid.
Adapun
teolog Syiah dari aliran ini selain al Syeikh al-Mufid adalah Nashir al-Din
al-Tusi, al Syeikh al-Amali yang mana keduanya dikenal sebagai pengulang
pemikiran Mu’tazilah yakni dengan pendapatnya bahwa sifat (Allah) adalah ‘ain
al Zat (Zat Allah itu sendiri) dan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Sebaliknya mereka menolak teori al Kalam al Nafsi
(sifat berbicara yang merupakan bagian dari Zat).
Berbeda
dengan aliran Istna Asyariyyah, aliran Ismailiyyah, filsafat ketuhanannya
berlandaskan pada prinsip bahwa akal manusia tidak mampu mempersepsi zat ilahi,
zat ini mempunyai sifat-sifat dan sifat-sifat itu hanya dituangkan pada akal
pertama yang diciptakan Allah. Artinya kita hanya mengetahui al Aql al-Mubtada’
(akal yang dicipta) tetapi tidak bisa mengetahui al Bari al Mubdi
(pencipta yaitu Allah).[10]
Dalam teori emanasi (al Faid wa al Sudur), kaum ini menjelaskan bahwa
bermula dari akal beremanasi al Nafs al kulliyyah (jiwa universal), dari
jiwa itu beremanasilah materi ini. Dari persatuan akal, jiwa materi, waktu dan
ruang beremanasilah gerakan segala falak dan alam.[11]
Begitu pun dengan wahyu, bahwa ia tidak terputus karena wahyu merupakan
pancaran dari al Natiq kepada al Was-yu dan para imam.
Mengenai
masalah yang berhubungan dengan ketuhanan, kaum Zaidiyah pada awalnya lebih
dekat kepada kaum salaf, walaupun imam mereka berguru pada Washil bin Atha’. Mereka berpandangan bahwa Allah SWT adalah sesuatu yang
tidak seperti sesuatu yang lain, tidak serupa dengan segala sesuatu yang ada.
Ia Maha mengetahui, Maha kuasa, karena sifat Maha mengetahui dan Maha Kuasa
bukanlah ia juga bukan selain ia.[12]
3).
Nubuwwat (kenabian),
Kaum Syi’ah meyakini bahwa semua Nabi yang
disebutkan dalam Al-Qur’an adalah utusan Allah dan hamba-hambaNya yang mulia. Mereka ditugaskan untuk mengajak manusia kepada yang Al Haq
atau Allah. Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir dan pemimpin para Rasul. Hal
terpenting dalam keyakinan mereka tentang kenabian adalah permasalahan ‘Ishamah
(ma’shum). Mereka meyakini tentang kesempurnaan sifat-sifat Nabi.
Kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi adalah mukjizat, begitupun juga
dengan hal-hal yang berkaitan dengan kenabian dan al-Qur’an
adalah mukjizat Nabi Muhammad dan kitab suci umat Islam.[13]
4). Ma’ad (kebangkitan jiwa dan tubuh pada hari kiamat)
Dalam pandangan kaum Syiah, Ma’ad
yang dimaksud setara dengan doktrin Raj’ah. Kata
Raj’ah berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau kembali.
Raj’ah adalah keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah Swt
yang paling saleh dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk
membuktikan kebesaran dan kekuasaan Allah Swt di muka bumi, bersamaan dengan
munculnya Imam Mahdi.[14]
Sementara Syaikh Abdul Mun’eim al-Nemr mendefinisikan raj’ah sebagai
suatu prinsip atau akidah Syi’ah, yang maksudnya ialah bahwa sebagian manusia
akan dihidupkan kembali setelah mati karena itulah kehendak dan hikmat Allah,
setelah itu dimatikan kembali. Kemudian di hari kebangkitan kembali bersama
makhluk lain seluruhnya. Tujuan dari prinsip Syi’ah seperti ini adalah untuk
memenuhi selera dan keinginan memerintah. Lalu kemudian untuk membalas dendam
kepada orang-orang yang merebut kepemimpinan ‘Ali.[15]
Keyakinan ini didasarkan pada al Qur’an surat al Mu’min ayat 11:
(#qä9$s%
!$uZ/u
$oYFtBr& Èû÷ütFt^øO$#
$uZtG÷uômr&ur Èû÷ütFt^øO$#
$oYøùutIôã$$sù $oYÎ/qçRäÎ/
ö@ygsù
4n<Î)
8lrãäz `ÏiB
9@Î6y ÇÊÊÈ
Artinya: mereka menjawab: "Ya Tuhan Kami
Engkau telah mematikan Kami dua kali dan telah menghidupkan Kami dua kali
(pula), lalu Kami mengakui dosa-dosa kami. Maka
Adakah sesuatu jalan (bagi Kami) untuk keluar (dari neraka)?"(Qs. Al-Mu’min : 11).[16]
Yang mana menurut mereka dalam
ayat tersebut tercantum makna ar raj’ah yang berarti pulang atau kembali,
artinya bahwa dalam hidup ini terdapat kehidupan setelah mati sebelum menuju
kepada kehidupan akhirat.
5).
Al-Adl
Adl maksudnya adalah bahwa Allah
tidak berbuat dzalim kepada seseorang dan tidak melakukan sesuatu yang buruk
menurut akal sehat. Akal yang mengatakan bahwa buruk bagi Allah itu mustahil
maka kaum Syiah menetapkan sifat Al adl hanya pantas dipunyai atau bagi Allah
sedangkan Syara’ hanya memperkuat dan memberi tanda-tandanya saja, bahkan akal
tanpa bantuan syara’ tidak dapat menentukan baik buruk.[17]
Kaum
Syi’ah memiliki keyakinan bahwa Allah memiliki sifat Maha Adil. Allah tidak
pernah melakukan perbuatan zalim ataupun perbuatan buruk yang lainnya. Allah
tidak melakukan sesuatu kecuali atas dasar kemaslahatan dan kebaikan umat
manusia. Menurut kaum Syi’ah semua perbuatan yang dilakukan Allah pasti ada
tujuan dan maksud tertentu yang akan dicapai, sehingga segala perbuatan yang
dilakukan Allah Swt adalah baik. Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa konsep keadilan Tuhan yaitu Tuhan selalu melakukan perbuatan yang baik
dan tidak melakukan apapun yang buruk.Tuhan juga tidak meninggalkan sesuatu
yang wajib dikerjakanNya.
3. Sekte-Sekte Syiah.
1). Syiah
Zaidiyah.
Dinamakan Syi’ah Zaidiyah, karena kelompok itu
pengikut Imam Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib,
yaitu saudara kandungnya Abu Ja’far Muhammad Al-Baqir bin bin Ali Zainal Abidin
bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Syi’ah Zaidiyah adalah golongan yang lebih
moderat dari semua golongan Syi’ah yang ada. Menurut mereka, Rasulullah tidak
pernah menunjukkan Ali sebagai khalifah secara langsung dengan menyebut
namanya. Beliau hanya menunjukkan secara isyarat (deskripsi) saja.[18]
Syi’ah Zaidiyah ini adalah Syi’ah yang
sederhana, bukan ghullat. Mereka tidak mengkafirkan Saidina Abu Bakar, Umar dan
Utsman, tetapi mereka berkeyakinan bahwa Saidina Ali lebih mulia dari Abu
Bakar. Syi’ah Zaidiyah beri’tiqad bahwa orang Muslim yang mengerjakan dosa
besar, kalau meninggal sebelum taubat maka ia kafir, kekal dalam neraka.
Tersebut dalam kitab Dzuhrul Islam karangan Ahmad Amin, pada juzu’ ke 4,
pagina 136-137 yaitu : “Imam kaum Zaidiyah Zaid bin ‘Ali adalah murid Washil
bin ‘Atha’, pemimpin Kaum mu’tazilah dalam ushuluddin.[19] Dalam masalah fiqih
mereka lebih mirip dengan Mazhab Syafi’i.[20]
Menurut keyakinan mazhab Zaidiyah, setiap
orang yang berasal dari keturunan Fathimah adalah orang yang alim, zahid,
dermawan dan pemberani untuk menentang segala manifetasi kelaliman, bisa
menjadi imam. Syi’ah Zaidiyah menggabungkan dua ajaran dalam mazhabnya. Dalam
bidang ushuluddin ia menganut paham Mu’tazilah dan dalam bidang furu’uddin
ia menganut paham Hanafiah.[21]
Pandangan Syi’ah Zaidiyah tentang imamah
dan ajaran lainya, yaitu:
a. Imamah.
Imamah merupakan
doktrin fundamental tipikal yang terdapat dalam Syi’ah secara umum. Kaum Syi’ah
Zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang
mewarisi sifat kepemimpinan Rasulullah telah di tentukan nama dan orang
orangnya secara jelas, tetapi hanya ditentukan sifat-sifatnya saja. Ini jelas
berbeda dengan sekte Syi’ah yang lainnya yang menganggap bahwa Rasulullah
menunjuk langsung Ali sebagai pengganti beliau untuk memimpin umat manusia
karena ai memiliki sifat yang tidak dimiliki oleh
orang lain seperti keeturunan Bani Hasyim, wara’ (shaleh, menjauhkan
diri dari segala dosa), bertaqwa, baik dan membaur dengan rakyat untuk mengajak
mereka hingga mengakui beliau sebagai imam.
Selanjutnya, menurut Zaidiyah seorang imam
harus memiliki ciri-ciri
minimal sebagai berikut:
- Seorang imam tersebut merupakan keturunan ahlu bait, baik dari garis keturunan Hasan maupun Husein. Hal ini mengimplikasikan penolakan kelompok ini atas sistem pewarisan dan nash kepemimpinan. Artinya kelompok ini akan menolak orang-orang yang selain keturunan Hasan dan Husein untuk menjadi pemimpin agar sistem pewarisannya pun menjadi jelas.
- Memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri dan menyerang. Atas dasar ini mereka menolak mahdiisme yang merupakan ciri dari sekte Syi’ah yang lainnya baik yang ghaib maupun yang masih di bawah umur. Bagi mereka pemimpin yang menegakkan keadilan adalah pemimpin yang Mahdi.
- Memiliki kecenderungan intelektualisme yang dapat dibuktikan baik dalam karya dan bidang keagamaan. Mereka menolak kema’suman seorang imam dan mengembangkan doktrin imamat al-mafdul yang berarti seseorang dapat dipilih jadi imam meskipun ia mafdul (bukan yang terbaik) meskipun di saat itu ada yang lebih afdal.[22]
Dengan doktrin imamah seperti itu, tidak
heran jika Syi’ah Zaidiyah sering mengalami krisis dalam hal keimaman. Hal ini dikarenakan terbukanya kesempatan
bagi setiap keturunan ahlu al bait untuk menobatkan dirinya sebagai
imam. Dalam sejarahnya krisis keimanan dalam Syi’ah Zaidiyah ini disebabkan
oleh dua hal yaitu:
- Terdapat beberapa pemimpin yang memmproklamirkan dirinya sebagai imam dan,
- Tidak seorang pun yang pantas menjadi imam.
Dalam menghadapi krisis ini Zaidiyah
mengembangkan beberapa pemecahannya, diantaranya yaitu membagi tugas imam
kepada dua individu, dalam bidang politik dan bidang ilmu serta keagamaan.
Syi’ah memang bercita-cita untuk menciptakan
seorang imam yang aktif dan bukan pasif seperti imam Mahdi yang ghaib. Menurut
mereka imam bukan hanya saja memiliki kekuatan rohani yang diperlukan
bagi seorang pemimpin keagamaan, tetapi juga bersedia melakukan perlawanan demi
cita-cita suci demi dihormati umatnya. Selain menolak berbagai dongeng tentang
kekuatan adikodrati para imam, mereka juga mengingkari sifat keilahian para
imam. Imam bagi mereka adalah seorang guru dan pemimpin bagi orang muslin yang
aktif dalam masyarakat serta berjuang secara terang-terangan demi mencapai cita-citanya.
Dengan demikian para imam dapat berfungsi sebagai pemimpin politik dan
keagamaan yang secara konkret berjuang demi umat daripada sebagai tokoh
adikodrati yang suci dan tak berdosa.
Urutan imam mereka yaitu:
a.
Ali bin Abi
Thalib
d. Ali bin Husain
c.
Husein bin Ali
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang imam dalam
pandangan Syi’ah Zaidiyah yaitu pemimpin yang mampu membimbing mereka dalam
berbagai hal baik itu dalam hal keagamaan maupun dalam hal politik.
b. Ismah
(Ma’sum).
Zaidiyah
menolak prinsip tentang kesucian imam dari dosa yang besar dan dosa kecil, bagi
mereka imam itu hanya orang biasa yang mungkin melakukan kesalahan. Namun sebagian kaum zaidiyah ada yang mensucikan empat orang dari
keluarga ahlul bait, yaitu Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan dan
Husain.
c. Raj’ah (kehadiran Imam).
Syi’ah zaidiyah menolak ketidakhadiran Imam,
karena ahlul hal wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya
calon imam itu ada di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran imam
merupakan syarat utama. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang
keberadaan imam Mahdi yang akan keluar di akhir zaman nanti.
Penganut
Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam
neraka jika dia belum bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya. Dalam hal ini Syi’ah Zaidiyah
memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Wasil bin
Atha’, salah seorang pemimpin Mu’tazilah mempunyai hubungan dengan Zaid. Bahkan
ada yang berpendapat bahwa Zaid pernah berguru kepada Wasil bin Atha’.
Organisasi tarekat dilarang dalam pemerintahan Zaidiyah.
Berbeda
dengan Syi’ah lain, Zaidiyah menolak nikah mut’ah. Tampaknya ini merupakan
implikasi dari pengakuan mereka atas kekhalifahan Umar Bin Khattab. Seperti
diketahui sebelumnya bahwa nikah mut’ah merupakan salah satu jenis pernikahan
yang dihapuskan oleh khalifah Umar Bin Khattab. Penghapusan ini jelas ditolak olek
sekte selain Zaidiyah. Oleh karena itu sampai sekarang (kecuali kalangan
Zaidiyah) kaum Syi’ah tetap mempraktekkan nikah mut’ah. Selanjutnya Zaidiyah
juga menolak doktrin taqiyah
yaitu sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa
karena khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya. Dalam kehati-hatian ini
terkandung sikap penyembunyian identitas dan ketidakterusterangan.[24]
padahal menurut
Thabathaba, taqiyah merupakan salah satu doktrin yang
sangat penting dalam Syi’ah. Meskipun demikian dalam hal ibadah, Zaidiyah tetap
menunjukkan simbol dan amalan-amalan Syi’ah kebanyakan.
2). Syiah Imamiyah.
Dinamakan Syi’ah
Imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti
pemimpin religio politik. Yakni Ali berhak menjadi khalifah bukan hanya karena
kecakapanya / kemulyaan akhlaqnya, tapi karena ia pantas menjadi Khalifah pewaris
Nabi Muhammad SAW.[25]
Syi’ah Itsna Asyariah
sepakat bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad seperti yang ditunjukkan
nash. Adapun al-Ausiya setelah Ali bin Abi Thalib adalah keturuna dari garis
fatimah, yaitu Hasan bin Ali kemudian Husein bin Ali, setelah itu Ali zaenal
Abidin, kemudian berturut-turut :
Muhammad Al Baqir, Abdullah Ja’far As-shadiq,
Musa Al-khazim, Ali Ar-Ridho,
Muhammad Al-Jawwad, Ali-Al-Hadi, Hasan al
Askari, dan yang terakhir yaitu
Muhammad Al-Mahdi. Karena mereka berbaiat
dibawah dua belas imam, mereka
dikenal dengan sebutan Syi’ah itsna Asyariah.[26]
Simbol Syi’ah Imamiyah sangat identik
dengan imam yang keenam, yakni
Ja’far As-Shadiq. Imam Ja’far terkenal dengan
kealiman, kezuhudan, keberanian,
kepintaranya dalam berbagai bidang ilmu. Dalam
hal ini, mengetahui sistematika
sumber istidhal Syi’ah, tidak terlepaskan
dari peran Imam Ja’far As-Shadiq. Pengikut sekte ini beranggapan bahwa imam
yang kedua belas, Muhammad Al-Mahdi bersembunyi diruang bawah tanah Ayahnya di
Samarradan tidak kembali. Itulah sebabnya kembalinya imam Al-Mahdi selalu
ditunggu pengikut sekte itsna Asyariyah. Ciri khas kehadiranya adalah sebagai
ratu adil yang akan turun di akhir zaman. Sebab itulah Imam Al-Mahdi disebut
Imam Mahdi Al-Munthazar (yang ditunggu).[27]
Pandangan Syiah Imamiyah tentang Imamah dan Ajaran
lainnya yaitu:
a. Imamah
Mereka
meyakini bahwa yang berhak memimpin umat Islam hanyalah imam yang sudah
ditunjuk dan namanya mereka kenali. Para Imam terpilih ini menjalankan fungsi
spiritual dan politik yang tinggi dan memiliki berkah yang khusus, kemampuan
yang luar biasa (mu’jizat), dan pengetahuan rahasia (alim bi al-gahib) yang
tidak dimiliki manusia pada umumnya. Masih menurut mereka, jabatan keimaman
haruslah dipegang oleh keturunan Fatimah. Syi’ah Imamiyah mempercayai adanya 12
imam, yaitu :
1. Ali bin Abi Thalib (W. 40 H)2. Hasan bin Ali bin Abi Thalib (W. 50 H)
3. Husain bin Ali bin Abi Thalib (W. 61 H)
4. Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (W. 94 h)
5. Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin (W. 112 H)
6. Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir (W. 148 H)
7. Musa al-Kazhim (W .183 H)
8. Ali ar-Ridha Bin Musa al Kazhim (W. 202 H)
9. Muhammad Al-Jawwad bin Ali al-Ridha (W. 202 H)
10. Ali bin Muhammad bin al-Ridha (W. 254 H)
11. Hasan bin Ali bin Muhammad al Kasri (W.260 H)
12. Muhammad bin Hasan Al-Mahdi al-Muntazhar.
Pada Muhammad Al Muntazar terhenti rangkaian Imam-imam nyata,
karena ia tidak meninggalkan keturunan. Dan sewaktu kecil, ia hilang dalam gua
yang terletak di Masjid Samarra Irak sehingga diyakini oleh kaum Syiah bahwa
Imam ke dua belas ini menghilang untuk sementara waktu dan akan kembali lagi
sebagai Al Mahdi (yang dinanti) untuk
langsung memimpin umat manusia.[28]
Syi’ah Imamiyah tidak
mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Usman, karena menganggap ketiga
khalifah ini telah berbuat curang kepada Ali bin Abi Thalib dengan menyisihkan
hak Ali menjadi Khalifah setelah Rasul wafat. Abu Bakar
dan Umar dicap sebagai orang yang telah mengesampingkan al-Quran dan Hadis,
yang menurut interprestasi mereka telah menunjuk Ali sebagai Khalifah.
b. Wishayah
Menurut Syi’ah Imamiyah,
Ali telah ditunjuk sebagai imam atau pemimpin masyarakat oleh Nabi Muhammad
SAW. Penunjukan tersebut menurut mereka terjadi di Ghadir Khum.
c. Ishmah(ma’sum)
Mereka
mengatakan bahwa imam seperti halnya Nabi adalah ma’shum. Semua imam
yang dua belas ini suci dari kesalahan, kealfaan dan juga dari dosa besar dan
dosa kecil.
d. Raj’ah
Mereka
meyakini al-raj’ah yaitu kembalinya imam ke tengah masyarakat setelah
lewat masa gaib atau masa bersembunyi dari pandangan pengikutnya. Dalam keyakinan Syi’ah Imamiyah, imam al-Hasan al Askari
meninggalkan seorang putra yang berusia sekitar 4 atau 6 tahun, yang bergelar
Imam Mahdi. Riwayat lain menyatakan bahwa al-Mahdi telah lahir sebelum ayahnya
wafat, dan dinobatkan oleh ayahnya sebagai imam ke-12, dan dalam usia yang
sangat belia, ia lari dan bersembunyi dalam lubang (Sardab) di rumah ayahnya di
Irak. Persembunyian (ghaib) ini menurut pengikutnya berlangsung selama 65
tahun. Dalam masa ini, seorang Syi’ah dapat berhubungan dengan imamnya melalui
empat orang wakil khas, yang selama masa ini disebut dengan ghaib kecil
(al-ghaibah al-shugra’)
Setelah meninggalnya empat
orang wakil ini, maka dimulailah gaib besar (al-ghaib al-kubra), karena
hubungan dengan imam terputus sama sekali dan imam baru akan menampakkan diri
lagi saat kiamat sudah semakin dekat. Pada masa ini kepemimpinan Syi’ah dipegang
dan dikendalkan oleh wilayah al-Fakih, yaitu para ulama shalih yang
dipercaya oleh masyarakat Syi’ah.
e. Taqiyah
Taqiyah yaitu
menyembunyikan identitas aqidah sebagai penjagaan diri dari musuh. Taqiyah ini
menurut mereka (Imamiyah) merupakan salah satu prinsip utama agama yang tidak
boleh ditinggalkan, bahkan mereka memandang wajib melakukan taqiyah,
karena seseorang yang tidak melakukan taqiyah jika meninggal, maka
kematiannya tidak akan berfaidah.
Dalam urusan fiqh atau syari’ah, Imamiyah dan syafi’iyah sama-sama melakukan qunut dalam shalat.
Imamiyah melakukan qunut tiap selesai membaca surat Al-Quran
sebelum ruku’ tiap rakaat kedua dan ditetapkan pada semua shalat wajib.
Golongan ini tidak mengakui ijma’
dan qiyas. Berdusta terhadap Rasul termasuk membatalkan puasa,
mewajibkan qadha dan kaffarah terhadap orang yang sengaja
membatalkan puasa. Akad nikah harus dengan bahasa Arab, talak tidak sah jika
tidak disaksikan oleh tiga orang saksi. Tidak boleh mengawini wanita kitabiyah.
dll[29]
Dalil tasyri yang digunakan
golongan ini Al Kitab, As Sunah, dan ijma’ yaitu persetujuan ulama yang
dibenarkan oleh imam-imam yang ma’shum, bukan semata-semata persetujuan
pendapat ulama. Dalam masalah furu’ pendapat mereka hampir sama dengan
madzab Syafi’i. Imamiyah merujuk pada pendapat yang diriwayatkan para
imam mereka sendiri dan ijtihad para ulama Syi’ah. Mujtahid yang termasyhur ada
dua yaitu, Ja’far As Shadiq dan Zurarah Ibnu A’yun.
Madzab Syiah Imamiyah adalah madzab
negara Iran sejak negeri itu diperintah oleh Dinasti Shafawiyah,
yaitu keluarga Ismail Ash Shafawy. Pembangun madzab ini di Iran ialah Abu
Ja’far Muhammad ibnu Hasan ibnu Farukh Al Qummy. Kemudian ibnu Ya’cub ibnu
Ishak Al Kulaily.
Dalam ibadah sosial imamiyah tidak
hanya membahas fiqih zakat tetapi membahas khumus(1/5
yang harus dikeluarkan oleh umat islam). Golongan ini tidak mengartikan harta
rampasan itu sebagai harta yang diperoleh muslim dari harta orang-orang non
muslim, tapi justru dimaknai lebih umum.[30]
Fatwa mengenai fiqih dalam syiah Imamiyah
berasal dari Imam Ja’far As Shadiq dan puteranya Imam Musa Al Qassim yang
dikenal sebagai imam Syiah Imamiyah yang berhasil menyusun kitab fiqih Al
Halal wa Al Haram.
3). Syiah Ghulat.
Selain dari golongan di
atas, di dalam tubuh Syi’ah juga terdapat golongan-golongan ekstrim dan
dianggap telah keluar dari jalur Islam, yang dalam bentuk ajarannya sering
dikaitkan dengan Abdullah bin Saba’. Golongan
ekstrim inilah yang kemudian disebut dengan Syi’ah Ghulat (berasal dari kata ghuluw
yang berarti berlebih-lebihan). Sebagian dari golongan ini ada yang menempatkan
Ali dan imam-imam Syi’ah lainnya pada derajat ketuhanan, dan ada yang
mengangkatnya pada derajat kenabian, bahkan lebih tingi dari Muhammad.
Banyak sekte yang
dipandang memiliki sikap ekstrim dalam aliran Syi’ah, yang bila ditinjau dari
sikap dan ajaran-ajarannya cenderung dikatakan menyesatkan. Sekte ini disebut dengan Ghulat, yaitu golongan ekstrim di kalangan
Syi’ah yang terlalu berlebih-lebihan dalam menentukan hak imam.
Ajaran-ajaran syiah ghulat yaitu:
a. Tanasukh, keluarnya roh dari satu jasat dan mengambil
tempat pada jasat yang lain. Faham ini diambil dari falsafah hindu. Penganut
agama hindu berkeyakinan bahwa roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan
yang lebih rendah dan diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan
ke kehidupan yang lebih tinggi.[31]
Syiah ghulat menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang
mengatakan seperti Abdullah bin Muawiyah bin Abdullah bin Ja’far- bahwa roh Allah
berpindah kepada adam seterusnya kepada imam-imam secara turun-temurun.
b. Bada’, adalah keyakinan Allah mengubah kehendaknya
sejalan dengan perubahan ilmunya serta dapat memerintahkan suatu perbuatan
kemudian memerintahkan sebaliknya.[32]
Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’ dalam pandangan Syiah
Ghulat mempuyai beberapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu artinya menampakkan
sesuatu yang bertentangan dengan yang dikuasai Allah. bila berkaitan dengan
kehendak, artinya memperlihatkan yang benar dengan menyalahi yang dikehendaki
dan hukum yang diterapkannya. Bila berkaitan dengan perintah, artinya
memerintahkan hal lain yang bertentangan dengan perintah sebelumnya.[33]
c. Raj’ah, ada hubungannya dengan Mahdiyah, Syiah Ghulat
mempercayai bahwa imam Mahdi al-Muntazhar akan datang ke bumi, Namun mereka
berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali. Sebagian mengatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali dan
sebagian lagi megatakan bahwa yang akan kembali adalah Ja’far As-Shaddiq,
d. Tasybih artinya
menyerupakan, mempersamakan. Syiah Ghulat menyerupakan salah seorang imam
mereka dengan tuhan atau menyerupakan tuhan dengan makhluknya.[34]
e. Hulul artinya Tuhan berada
pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan ada pada setiap individu
manusia.[35]Hulul
bagi Syiah Ghulat berarti Tuhan menjelma pada diri imam sehingga imam harus
disembah.
f. Ghayba, artinya menghilangnya
imam Mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan Syiah bahwa imam Mahdi itu ada
di dalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa.[36]
Perbedaan dari ketiga sekte Syiah diatas adalah:
masalah
|
Syiah Imamiyah
|
Syiah Zaidiyah
|
Syiah Ghulat
|
Kekhalifahan abu bakar, umar dan usman.
|
Tidak mengakui kekhalifahan Abu bakar, Usman dan Umar.
|
mengakui kekhalifahan Abu bakar, Usman dan Umar.
|
Tidak mengakui kekhalifahan Abu bakar, Usman dan Umar.
|
Imamah
|
-Imam telah ditentukan nama dan orangnya secara jelas.
- 12 imam
- imam tidak boleh disembah
|
- Imam hanya ditentukan sifat-sifatnya saja.
-
6 imam
-
Imam tidak boleh disembah
|
-imam boleh disembah.
|
Ismah (ma’sum)
|
Imam adalah orang yang ma’sum, semua imam suci dari kesalahan,
kealfaan dan dosa.
|
Imam tidak ma’sum, Imam adalah orang biasa yang mungkin melakukan
kesalahan.
|
|
Kehadiran imam Mahdi
|
Mempercayai bahwa pada akhir zaman akan muncul imam mahdi
|
Tidak Mempercayai bahwa pada akhir zaman akan muncul imam mahdi
|
Mempercayai bahwa pada akhir zaman akan muncul imam mahdi
|
Simbol sekte
|
Identik dengan imam mereka yang ke 6 yaitu Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir
|
Identik dengan imam mereka yang ke 5 yaitu Zaid bin Ali
|
Identik dengan Abdullah
bin Saba'.
|
C. PENUTUP.
1. kesimpulan.
a. Secara bahasa, Syi’ah berarti pengikut,
golongan, sahabat dan penolong . Istilah Syi’ah, selanjutnya berkembang dengan
arti khusus, yaitu nama bagi sekelompok orang yang menjadi partisan atau
pengikut Ali bin Abi Thalib dan keturunan-keturunannya.
b. Kaum Syi’ah memiliki 5 pokok pikiran utama
yang harus dianut oleh para pengikutnya diantaranya yaitu at tauhid, al ‘adl,
an nubuwah, al imamah dan al ma’ad.
c. Sekte Syi’ah pengikut Zaid Bin Ali
Zaenal Abidin Bin Husein Bin Ali Bin Abi Thalib yaitu saudara kandungnya Abu
Ja’far Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Abi Thalib yang
berkembang di daerah Yaman. Syi’ah ini lebih moderat dibandingkan dengan syi’ah
yang lainnya. Menurut kelompok ini Nabi Muhammad tidak menunjuk secara Ali
secara tegas dengan menyebut namanya, tapi hanya memberikan deskripsi atau
isyarat yang umum. Karena itu kelompok ini tidak menganggap Sayyidina Abu
Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman sebagai orang yang zalim dan telah
merebut hak kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib. Meskipun demikian mereka
menganggap Ali tetap lebih utama.
d. Menurut
Zaidiyah seorang imam harus memilki ciri-ciri minimal sebagai berikut:
·
Seorang imam tersebut merupakan keturunan ahlu bait, baik dari
garis keturunan Hasan maupun Husein.
·
Memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan
diri dan menyerang.
·
Memiliki kecenderungan intelektualisme yang dapat dibuktikan baik
dalam karya dan bidang keagamaan.
e. Berikut
doktrin-doktrin yang diajarkan oleh Syi’ah zaidiyah yakni:
·
Condong kepada aqidah Mu’tazilah dalam masalah yang berkaitan
dengan Zat Allah dan pilihan dalam amalan serta hukum yang berkenaan pelaku
dosa besar dan mereka menyamai pendapat Mu’tazilah dalam masalah manzilah
bain ala manzilatain.
·
Mereka membolehkan Al Imamah pada semua anak-anak Fatimah
sama daripada keturunan Al Imam Al Hasan atau Al Hussein.
·
Kebanyakan mereka mengakui akan keimanan Abu Bakar,
Umar dan Usman mereka juga tidak melaknat keduanya sebagaimana yang dilakukan oleh
Rafidhah.
·
Mereka tidak membenarkan nikah Mut’ah dan dengan demikian mereka
itu mengingkarinya.
·
Mereka berpandangan sama dengan Syi’ah Imamiyah dalam zakat Al Khumus dan bolehnya Taqiyyah dalam keadaan
terpaksa.
·
Mereka tidak mengimani aqidah Mahdi Al Muntazar.
·
Meereka berpandangan
bahwa wajibnya keluar memberontak atas imam yang dzalim dan tidak wajib taat
atasnya.
f. Golongan
ekstrim dan dianggap telah keluar dari jalur Islam, yang dalam bentuk ajarannya
sering dikaitkan dengan Abdullah bin Saba’. Golongan ekstrim inilah yang kemudian
disebut dengan Syi’ah Ghulat (berasal dari kata ghuluw yang berarti
berlebih-lebihan).
g. Menurut
Syahrastani ada enam doktrin yang membuat mereka ektrem yaitu Tanasukh,
Bada’, Raj’ah, Tasbih, Hulul, Ghayba.
2. kritik dan saran.
Makalah yang disajikan hari ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan,
disamping bahan bacaan yang kurang, waktu prentasi yang diberikan juga
terbatas, sehingga tidak semua materi yang semestinya mengapung bisa
dibincangkan. Untuk itu kepada peserta diskusi penulis menyarankan untuk selalu
meningkatkan motivasi berdiskusi, yang dengan itu diharapkan menambah khasanah
pengetahuan kita, termasuk dibidang sejarah pemikiran islam dalam rangka
peningkatan keyakinan dan ketaqwaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sahidin. Aliran-Aliran
dalam Islam. Bandung: Kawah Media. 2009
Anwar ,Rosihon, Ilmu
Kalam, Cet.II, Bandung:Pustaka Setia, 2003.
Al Musawi, Ayatullah Sayyid Muhammad, Madzab Syi’ah, Bandung,
Mutahhari Pers, 2005.
Al-Nemr, Abdul Mun’eim. Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah.
T.tp.: Yayasan Alumni Timur Tengah, 1988.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, Semarang: PT Asy-Syifa, 1998.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam Jilid 5.
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, cet. ke-4.
Huzaemah. Perbandingan Madzhab.Jakarta :
Logos, 1997
Ja’fari, Fadil
Su’ud, Islam Syi’ah, 2010, UIN Maliki Press: Malang
Khaldun,
Ibnu, Muqaddimah dalam A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta:
Al Husna 1995.
Kirmani, Rahah al Aql. Kairo, 1952.
Madkour, Ibrahim, Aliran Dan Teori Filsafat
Islam,terj.Yudian Wahyudi Asmin Fi al
Falsafah al Islamiyyah. Jakarta:
Bumi Aksara, 2004.
Mulyono dan Bashori. Studi Ilmu Tauhid atau Kalam. Malang:
UIN Maliki Press.2010.
Nazar Bakary, Fiqih
dan Ushul Fiqih. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003.
Rozak Abdul,
Anwar Rosihon, Ilmu Kalam,2011, CV Pustaka Setia:Bandung
Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah wal
Jama’ah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006.
Shadiq, Ja’far, Musnad al Imam Ja’far al Shadiq. Beirut: tp, 1955.
Sou’yb, Joesoef. Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran
Sekta Syi’ah. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982, cet. ke-1.
Syari’ati, Ali. Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. M.S.
Nasrulloh dan Afif Muhammad. Bandung: Mizan Pustaka, 1995, cet. ke-2.
Syiraji, Nasyir Makarim, Inilah Aqidah Syiah. Jakarta: Al Huda,
1423 H.
Teungku
Muhammad Ilmu Fiqih. Semarang : PT Pustaka Rizki Putra.1999
Z.A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah Versi Salaf-Khalaf dan Posisi Asya’irah
di Antara Keduanya, Jakarta: Bumi Aksara,1998
Zahrah, Abu, Tarikh al
Madzahib al Islamiyah fi al Siyasah wa al Aqa’id, Sejarah Aliran-aliran dalam Islam; Bidang Politik dan Aqidah, alih bahasa: Drs.
Shobahussurur, Gontor, Ponorogo, Pusat Studi Ilmu
dan Amal, 1991.
[6] Ibnu Khaldun, Muqaddimah dalam A.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid 2 (Al Husna, Jakarta, 1995)
cet III. h.225
[7] Departemen Agama RI, Al Quran dan
terjemahnya, h. 172
[8] Ibid. h.157
[11] Ibrahim Madkour, Aliran Dan
Teori Filsafat Islam,terj.Yudian Wahyudi Asmin Fi al Falsafah al
Islamiyyah (Jakarta, Bumi Aksara) cet.II 2004 h.99
[18] Z.A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah Versi Salaf-Khalaf
dan Posisi Asya’irah di Antara Keduanya, (Jakarta: Bumi Aksara,1998), hal.
62.
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: