Selasa, 14 April 2015
PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)
A. Pendahuluan.
Sejarah telah menuliskan, bahwa pada masa yang silam kemajuan peradaban
manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir semua belahan dunia. Disaat
di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan (the darkness), di dunia
Islam sendiri sedang berada dalam masa kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan
salah satu bukti betapa tinggi dan majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada
masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain
istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah diperkeras dan diberi penerangan
pada malam hari, padahal pada saat itu di London hampir tidak ada satupun
lentera yang menerangi jalan, dan di Paris di musim hujan lumpur bisa mencapai
mata kaki.
Dari sisi ilmu
pengetahuan, tidak hanya dari kalangan muslim sendiri, orang-orang baratpun
telah mengakui, bahwa sebagian besar dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan
oleh para ilmuwan muslim. Begitu pula dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak
lepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dimana para
pelajar-pelajar dari Eropa telah dikirim ke Baghdad dan Cordova untuk menggali
ilmu pengetahuan di sana. Di bidang-bidang ilmu keIslaman, perkembangan sastra
dan bahasa Arab secara meluas terjadi pada masa Umayyah. Selain itu lahir pula Ulama-ulama
besar.
Oleh karena itu, meneliti
kembali sejarah Bani Umayyah menjadi penting adanya, sebab peradaban masa kini
merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti dan
memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah II di Andalusia kita
akan dapat memetakan rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian
dari rantai evolusi hingga masa kini.
B.
Latar Belakang Masuknya Islam ke Andalusia.
Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur
Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/
Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa
Vandal. Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.[1]
Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya
atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M).
Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur
di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan
oleh Musa ibn Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas
wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga
menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di
pegunungan-pegunungan. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama
kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah
memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan
Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan
dan kemudian dikuasai Islam, dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang
menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gotik.
Dalam
proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn
Malik, Tharik ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai
perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan
benua Eropa itu dengan satu pasukan perang lima ratus orang di antaranya adalah
tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.
Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit
jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam
tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta
dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair
pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah
pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan
Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya
terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan
sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian
menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat
pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam pertempuran di Bakkah, Raja
Roderick dapat dikalahkan. Dari situ seperti Cordova, Granada dan Toledo (Ibu
kota kerajaan Goth saat itu).[2] Kebudayaan islam memasuki Eropa
melalui beberapa jalan, antara lain melewati Andalusia. Ini karena kaum
muslimin telah menetap di negeri itu sekitar abad 8 abad lamanya. Pada masa itu
kebudayaan Islam di negeri itu mencapai puncak perkembangannya. Kebudayaan
Islam di Andalusia mengalami perkembangan yang pesat diberbagai pusatnya,
misalnya Cordova, Sevilla, Granada, dan Toledo.[3]
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn
Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Selanjutnya,
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol,termasuk bagian
utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah
berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99
H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan
Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang
geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh
Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari
Italia.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai
umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya
faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternalnya antara
lain pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial,
politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan.[4] Begitu
juga dengan adanya perebutan kekuasaan di antara elite pemerintahan, adanya
konflik umat beragama yang menghancurkan kerukunan dan toleransi di antara
mereka.[5] Kondisi
terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, raja terakhir yang
dikalahkan Islam. Awal kehancuran Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan
ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza yang saat itu
menjadi penguasa atas wilayah Toledo diberhentikan begitu saja.
Hal yang menguntungkan tentara Islam
lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang
tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang
selama ini tertekan juga telah mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan
bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun faktor internalnya
yaitu suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh perjuangan
dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada
khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak,
bersatu dan penuh percaya diri. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang
terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut.
C. Peradaban Islam di Andalusia Masa Bani
Umaiyah II.
1.
Politik Dan Pemerintahan (Masa Wali, Ke’amiran, Masa Khalifah).
a. Masa Wali.
Pada masa ini, Spanyol
berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani
Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada masa ini
stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna,
gangguan-gangguan masih terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar.
Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa,
terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat
perbedaan pandangan terhadap khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara
yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa, merekalah yang berhak
menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali
pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat.
Perbedaan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan
perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam
etnis Arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu
suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yunani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini
seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang
tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu
mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari
luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di
daerah-daerah pergunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan
Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500
tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Karena
seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh luar, maka
dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dipandang
peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd Al-Rahman
Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 13 H/755 M.[6]
b. Masa
Keamiran.
Pada masa ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi
tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh
Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M
dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan
dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini
adalah Abd al-Rahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd al-Rahman al-Ausath,
Muhammad ibn Abd al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada masa ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik
dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan
masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal
sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara
bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa
yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di
zaman Abdurrahman al-Ausath.
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu
dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom). Gangguan politik
yang paling serius pada masa ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo
pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di
samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang
terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan
anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan
antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[7]
Namun ada yang
berpendapat pada masa ini dibagi menjadi dua yaitu masa Keamiran (755-912) dan masa ke
Khalifahan (912-1013).[8]
c. Masa Khalifah
(912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari
pemerintahan Abdurrahman III
yang bergelar An-Nasir
sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif.
Pada periode ini Spanyol
diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah,
penggunaan gelar khalifah
tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III,
bahwa Al-Muktadir,
Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad
meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan
ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah
sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang
paling tepat untuk memakai gelar khalifah
yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah
selama 150 tahun lebih. Selain itu kelahiran Daulah Fatimiyah yang mengamalkan ajaran
Syi’ah di Afrika Utara yang bergelar khalifah, membuat Abd al-Rahman III
berniat mengikutinya dengan memakai gelar Khalifah Juga. Karena itulah, gelar
ini dipakai Abd al-Rahman III mulai tahun 929 M.
Dengan dilantiknya Abd al-Rahman III
sebagai Khalifah maka pada masa itu dunia Islam
mempunyai tiga Khalifah, satu di Baghdad, satu di Afrika Utara dan satu
lagi di Spanyol.
Setelah masa krisis selama 60 tahun,
zaman baru dibangkitkan Abdurrahman al-Nashir
(912-961 M), dan anaknya Hakam II
(961-976 M). masa ini dianggap sebagai masa kegemilangan yang lebih tinggi dan mengagumkan
dari masa sebelumnya. Masa ini berlangsung selama 64 tahun.
Segera setelah dilantik Usaha yang
dilakukan Abd al-Rahman III pertama kali ditujukan kepada pengukuhan kesatuan
dan stabilitas dalam negeri. Begitu ia dilantik ia mengirim utusan kepada
gubernur-gubernur yang ada di semenanjung Iberia dan mengajak mereka untuk
memberikan bai'at kepadanya. Sebagian diantara mereka menyambut seruan itu
dengan baik dan sebagian yang lain tidak memperdulikannya. Dalam menghadapi
penentanganya, Abdurahman III menumpasnya dengan militer sehingga dalam jangka
10 tahun umat Islam Spanyol bersatu kembali.
Pada periode ini umat Islam Spanyol
mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulah Abbasiyah
di Baghdad.
Abdurahman III membangun beberapa buah istana dan memajukan pertanian rakyat.
Rakyat taat kepadanya dan semua orang merasa hidup damai bersamanya. la
mewajibkan penguasa-penguasa Kristen membayar upeti ke Cordova. Pada masa
kekuasaanya, Cordova merupakan pusat kebudayaan Islam yang penting di Barat sebagai tandingan
Bagdad di Timur. Kalau di Bagdad ada bait al-Hikmah serta madrasah Nizamiah,
dan Kairo ada al-Azhar serta Dar al-Hikmah, maka di Cordova ada universitas
Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan. Perpustakaanya mengandung ratusan ribu
buku.(Nasution, 1985:62). Di Cordopa terdapat 113.000 rumah, 70 Perpustakaan,
sejumlah toko buku dan Mesjid, bermil-mil jalan aspal diterangi dengan
lampu-lampu dari rumah-rumah yang berhampiran. Semuanya membuat Cordova
memperoleh popularitas Internasional dan kekaguman para pengunjungnya. Banyak
perutusan diplomatik berkumpul di Cordova, baik dari dalam maupun dari luar
Spanyol. Delegasi berdatangan dari suku-suku Zanatah Afrika Utara yang kuat,
dari dinasti Idrisi, dari raja-raja Kristen Prancis, Jerman dan Konstantinopel.
Abdurrahman al-Nashir
dianggap para sejarawan sebagai pengasas kedua kerajaan bani Umayyah di Andalus
setelah Abd. Al-rahman al-Dakhil. Ia juga dianggap sebagai pemimpin yang
berwibawa dan teragung di kalangan
pemimpin-pemimpin bani Umayyah atau Islam
di Spanyol. Abdurrahman III di anggap sebagai sang penyelamat imperium
muslim Spanyol. Dengan berbagai kebijakan dan kemampuan intelektualnya, maka
stabilitas nasional terkendali serta dapat menarik masyarakat Spanyol dengan
tidak menimbulkan jurang pemisah antara kelas dan golongan agama yang ada,
sehingga benar-benar tercipta suatu imperium Umayyah yang damai dan kuat di
Spanyol. Setelah memegang kekuasaan selama 27 tahun, ia meninggal dunia pada
bulan oktober 961 M.
Hakam II
yang bergelar al-Muntasir billah melanjutkan ayahnya. Ia bekuasa selama 15 tahun. Meskipun ia pemimpin yang hebat dan terkenal
namun tidak menandingi kebesaran ayahnya. Ia pemimpin yang sederhana namun
karena kondisi yang sudah makmur
dan stabil meyebabkan ia mudah melaksanakan tugasnya. selama masa
pemerintahannya tidak banyak terjadi penentangan hanya sekali saja yaitu oleh kerajaan Kristen di
Leon, Castile dan Navarre. Karenanya al-Hakam II lebih terfokus pada bidang
pembangunan khususnya di bidang intelektual.[9]
Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran.
Pembangunan kota berlangsung cepat. Ia
seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. tak kurang 400.000
manuskrip dalam perpustakaannya, sehingga banyak intelektual yang tertarik
mendatanginya.
Tahap terakhir pemerintahan bani Umayyah dimulai dari tahun 976 hingga
1031 M. yang melibatkan tujuh Khalifah. Diawali ketika Hisyam II naik tahta,
kemudian al-Muayyad, Muhammad II al-Mua’ayyad, Sulaiman al-Musta’in, Abd
al-Rahman V, Muhammad al-Mustakfi dan Hisyam III al-Mu’tamid.
Di
zaman Hisyam II (976-1013 M) terdapat perubahan struktur politis. Hisyam II
baru berusia 11 tahun ketika ia menduduki tahta. Karena usianya masih sangat
muda, Ibunya yang bernama Sultanah Subh, dan sekretarisnya negara yang bernama Muhammad
Ibnu Abi Amir, mengambil alih tugas pemerintahan. Hisyam II tidak mampu
mengatasi ambisi para pembesar istana dalam merebut pengaruh dan kekuasaan.
Menjelang
tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang ambisius menjadikan dirinya sebagai
penguasa diktator. Dalam perjalanannya ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan
rekan-rekan dan saingannya. Hal ini dimungkinkan karena ia mempunyai tentara
yang setia dan kuat, ia mengirimkan tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang
berhasil menetapkan keunggulaannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada
tahun itu juga Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur
Billah. la dapat mengharumkan kembali kekuasaan Islam di Spanyol, sekalipun ia
hanya merupakan seorang penguasa bayangan. Kedudukan Hisam II tidak ubahnya
seperti boneka, hal ini menunjukkan bahwa peranan khalifah sangat lemah dalam
memimpin negara, dan ketergantungan kepada kekuatan orang lain mencerminkan
bahwa khalifah dipilih bukan atas dasar kemampuan yang dimilikinya melainkan
atas dasar warisan turun menurun. Hisam II memang bukan orang yang cakap untuk
mengatur negara, tindakannya menimbulkan kelemahan dalam negeri. la tidak dapat
membaca gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan mengancam
kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar pada tahun
1009 M yang dalam kurun waktu 6 tahun masih dapat mempertahankan kekuasaan Islam
di Spanyol.
AI-Muzaffar
kemudian digantikan oleh Hajib al-Rahman Sancol. Karena ia tidak berkualitas dalam memegang
jabatannya sehingga dimusuhi penduduk dan kehilangan kesetiaan dari tentaranya.
Akibatnya timbul kekacauan, karena tidak ada orang atau kelompok yang dapat
mempertahankan ketertiban di seluruh negara. Akhirnya Hisyam II mema'zulkan
diri pada tahun 1009 M, yang kemudian dipulihkan kembali tahtanya pada tahun
berikutnya.
Sejak itu sampai tahun 1013 M, ia dan 6
orang anggota Umayyah lainnya serta tiga orang anggota keluarga setengah Barber
masing-masing menjabat khalifah sementara. Dalam masa lebih kurang 22 tahun
(1009-1031) M terjadi 9 kali pertukaran khalifah, tiga orang di antaranya dua
kali menduduki jabatan khalifah pada priode tersebut. Pada tahun 1031 M
khilafah dihapuskan oleh orang-orang Cordova.
Dalam beberapa tahun saja, negara yang
tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009
M khalifah
mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak
ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri
yang memerintah Cordova
menghapuskan jabatan khalifah.
Ketika itu, Spanyol
sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota
tertentu. Inilah yang disebut al-Muluk al-Thawaif.[10]
2. Ekonomi dan Perdagangan.
Negara pada masa
kekuasaan Dinasti Umayyah II menggantungkan sebagian besar pendapatannya dari
bea ekspor dan impor. Seville, salah satu pelabuhan terbesar, mengekspor kapas,
zaitun dan minyak. Di samping itu, mengimpor kain dan budak dari Mesir serta para
biduanita dari Eropa dan Asia. Barang-barang yang diekspor dari Malaga meliputi
kunyit, daun ara, marmer, dan gula.
Negeri Andalusia menjadi salah satu daratan di Eropa yang paling
makmur dan paling padat penduduknya. Ibukota dipadati oleh sekitar 13.000
tukang tenun dan sebuah industri kulit. Dari Andalusia, kerajinan seni hias
timbul dengan media kulit di bawa ke Maroko. Kemudian dibawa ke Perancis dan
Inggris.
Wol dan sutera tidak hanya ditenun di Kordoba, tetapi juga di
Malaga, Almeria, dan pusat-pusat kerajinan lainnya. Kerajinan tembikar, yang
awalnya dikuasai Cina diperkenalkan oleh kaum muslimin ke daratan Spanyol.
Almeria juga memproduksi barang pecah belah dan kuningan. Paterna di Valencia
terkenal sebagai produsen tembikar. Jane dan Algave terkenal sebagai produsen
emas dan perak, Kordoba sebagai produsen besi dan timah, dan Malaga sebagai
produsen batu merah delima.
Selain dunia industri, kemajuan dalam bidang pertanian merupakan
salah satu sisi keagungan umat Islam Andalusia dan menjadi hadiah abadi yang
diberikan orang Arab karena sampai sekarang taman-taman yang ada di Spanyol
melestarikan jejak Orang Moor.
Dalam kaitannya dengan alat bertransaksi jual-beli, pemerintah
mendirikan lembaga pembuat mata uang. Model koin logamnya meniru motif-motif
Timur, dengan Dinar sebagai satuan emas, dan Dirham sebagai satuan perak.
3.Sosial Kemasyarakatan.
Masyarakat
Spanyol
Islam merupakan
masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan
Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol
yang masuk Islam), Barbar
(umat Islam
yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan
Bulgaria
yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen
Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen
yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham
intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus
yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
Ketika Islam datang ke Spanyol, komposisi masyarakat yang ada
dinegeri itu cukup heterogen yang terdiri dari orang Arab, orang Arab-Spanyol,
orang Afrika Utara, dan orang Yahudi. Heterogenitas masyarakat tersebut
belakangan diketahui memberikan saham intelektual dan kebudayaan yang cukup
hebat yang kemudian melahirkan kembali era kebangkitan ilmu pengetahuan dan
peradaban.
Heterogenitas komposisi masyarakat, di ikuti dengan heterogenitas
agama. Sementara Islam datang dengan semangat toleransi begitu tinggi. Bahkan
dengan semangat toleransi itu Islam telah mengahiri kezaliman keagamaan yang
sudah berlangsung sejak lama. Bagi orang Kristen dan orang Yahudi disediakan
hakim khusus yang sesuai dengan agama mereka masin-masing. Semua kelompok agama
dengan datangnya Islam, mendukung dan menyertai pembangunan peradapan yang
berkembang dengan gemilang.
Adanya semangat kesatuan budaya Islam yang timbul pada pemikiran
para ulama dalam artiluas. Hal ini terbukti sekalipun dalam konstelasi politik,
masyarakat Islam Spanyol melepaskan diri dari Baghdad, dari banyaknya para
ulama Spanyol yang mendalami ilmu di Bagdad untuk dikembangkan kemudian
di Spanyol.
Persaingan antar muluk AI-Thawa'if ternyata justru
menyebabkan perkembangan peradaban. Kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Cordova,
semuanya bersaing ingin menandingi Cordova dalam hal kemajuan Ilmu pengetahuan,
sastra, seni, kebudayaan.
4. Pendidikan dan Iptek.
Banyak muslim Andalusia yang menuntut
ilmu di negeri islam
belahan timur dan tidak sedikit pula ulama dari timur yang mengembangkan
ilmunya di Andalusia.
Prestasi umat islam dalam memajukan ilmu
pengetahuan tidak diperoleh secara kebetulan, melainkan dengan kerja keras
melauli beberapa tahapan system pengembangan. Mula – mula dilakukan beberapa
penerjemah kitab – kitab klasik yunani, romawi, india , Persia. Kemudian
dilakukan pensyarahan dan komentar terhadap terjemahan tersebut, sehingga lahir
komentator-komentator muslim kenamaan. Setelah itu dilakukan koreksi teori –
teori yang sudah ada, yang acap kali melahirkan teori baru sebagai hasil
renungan pemikir – pemikir muslim sendiri. Oleh karena itu, umat islam tidak
hanya berperan sebagai jembatan penghubung warisan budaya lama dari zama klasik
ke zaman baru. Terlalu banyak teori orisinil temuan mereka yang besar sekali
artinya sebagai dasar ilmu pengetahuan modern.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan
filsafat pada masa itu tidak terlepas kaintannya dari kerjasam yang harmonis
antara penguasa,
hartawan dan ulama. Umat
islam di Negara – Negara islam waktu itu berkeyakinan bahwa memajukan ilmu
pengetahuan dan kebudayaaan umumnya, merupakan salah satu kewajiban
pemerintahan. Kesadaran kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh para pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat untuk mengadakan
perpustakaan – perpustakaan, disamping mendirikan lembaga – lembaga pendidikan.
Sekolah dan perpustakaan umum maupun pribadi banyak
dibangun diberbagai penjuru kerajaan, sejak dari kota besar sampai ke
desa-desa.
Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat
peradaban yang sangat maju, sehingga hampir tidak
ada seorangpun penduduknya yang buta huruf.
Dalam pada itu, Eropa Kristen baru mengenal asas-asas pertama ilmu pengetahuan, itupun terbatas hanya pada beberapa orang pendeta saja.
Dari Andalusia ilmu pengetahuan dan peradaban arab mengalir ke Negara-negara Eropa
Kristen, melalai kelompok – kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut
ilmu di universitas Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga–lembaga ilmu
pengetahuan lainnya Andalusia. Yang pada gilirannya kelak akan mengantarkan Eropa
memasuki periode baru masa kebangkitan. Bidang–bidang ilmu pengetahuan yang
paling menonjol antara lain:
a. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik,
matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas
Ibn Farnash termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. ialah
orang pertama yang menemukan perbuatan kaca dari batu. Ibrahim Ibnu Yahya Al
Naqqash terkenal dalam Ilmu
Astronomi. Ia dapat menentikan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan
berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat mnenetukan
jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad Ibnu Ibas dari Cordova adalah
ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan binti Al Abi Jafar dan saudara
perempuan Al-Hafiz adalah dua orang ahli kedoktoran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi,
wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibnu Jubair dari
Falencia ( 1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Medinterania dan
Sicilia dan Ibnu batutah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai samudra pasai dan
cina. Ibnu Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan ibnu
khaldun dari Thunis perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan bertempat tinggal
di Spanyol, kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian besar-besar nama besar
dalam bidang sains.
b. Ilmu Fikih dan Ilmu-ilmu Islam Lainnya
Madzhab fikih yang
berkembang di Kordova adalah Maliki. Madzhab ini diperkenalkan oleh Ziyad ibn
Abd al Rahman ibn Ziyad al Lahmi pada zaman Hisyam I ibn Abd al rahman al Dakhil.
Beliau adalah murid langsung imam Malik ibn Anas di Madinah. Jejaknya kemudian
diikuti oleh Yahya ibn Yahya al Laitsi, disamping sebagai murid Ziyad Ibn Abd
al Rahman , ia juga berguru langsung kepada imam Malik. Yahya ibn Yahya al
Laitsi dikenal sebagai mufti dinasti Umayyah.
Ulama besar yang hidup
pada masa Umayyah Andalusia adalah Abu Muhammad Ali Ibn Hazm (w.455/1063). Nama
panggilan beliau adalah Abu Muhammad. Ibnu Hazm hidup dalam kekuasaan Islam di
Andalus, yaitu pada akhir kekuasaan Dinasti Umayyah dan zaman Muluk al
Thawa’if. Ibnu Hazm hidup pada zaman Dinasti Umayyah selama 37 tahun, dan pada
zaman Muluk al Thawa’f selama 32 tahun. Pada mulanya, ia adalah pengikut imam
Syafi’i, setelah merasa tidak puas dengan fikih Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali, ia pindah ke madzhab al Zhahiri. Ibn Hazm tertarik terhadap madzhab al
Zhahiri karena aliran ini hanya terikat kepada al Qur’an dan Sunnah. Atas jasa
Ibn Hazm madzhab Zhahiri dapat berkembang di Andalusia. Ia juga pemuka gerakan
Asy’ariyyah.. Buku karya berjumlah sekitar 400 buku yang terdiri dari teologi,
fikih, hadits dan puisi. Bukunya yang terkenal adalah al Muhallâ (fikih), al
Ihkâm fî al Ushûl al Ahkâm (ushul fikh), al Fashl fî al
Milal wa Ahwâ fî al Nihal (ilmu kalam).
Ilmu agama yang berkembang
pesat ialah ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas cara membaca lafazh-lafazh
al Qurân yang baik dan benar. Abu Amr al Dani Utsman ibn Said (w. 444/1052)
adalah ulama ahli Qira’at kenamaan Andalusia yang mewakili generasinya. Ia telah
menulis 120 buku, diantaranya al Muqni’u wa al Taisîr.
5. kesenian.
Dalam bidang kesenian, Spanyol Islam
mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki zaryab.
Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil
mempertunjukkan kebolehannya. la juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu
yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita,
dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
Studi-studi musikal Islam, seperti telah
diprakarsai oleh para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah
diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin sampai periode pencerahan Eropa.
Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun 1200, Gundi Salvus,
Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de Fulda, dan George Reish dan Iain-lain,
menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua
bukunya yang paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu
Scientiarum.
Musik Muslim juga disebarluaskan ke seluruh benua
Eropa oleh para “penyanyi-pengembara” dari periode pertengahan ini
memperkenalkan banyak instrumen dan elemen-elemen musik Islami.
Instrumen-instrumen yang lebih terkenal adalah lute (al-lud),
pandore (tanbur)
dan gitar (gitara).
Kontribusi Muslim yang penting terhadap warisan musik Barat adalah musik
mensural dan nilai-nilai mensural dalam noot dan mode ritmik. Tarian Morris di
Inggris berasal dari Moorish mentas (Morise). Spanyol banyak menerapkan
model-model musikal untuk sajak dan rima syair dari kebudayaan Muslim.[11]
Banyak risalah musikal yang telah di tulis oleh para
tokoh Islam seperti Nasiruddin Tusi dan Qutubuddin Asy-Syairazi yang lebih
banyak menyusun teori-teori musik.[12]
6.
pemikiran dan filsafat.
Islam di Spanyol telah mencatat satu
lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan
sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke
Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai
dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang
ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[13]
Atas
inisiatif Al-Hakam (961 -976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari
Timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya
mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia islam.
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia
pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M
dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah
yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir
al-Mutawahhid.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk
asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia
lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan
filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn
Yaqzhan.
Akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang
pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu
Ibnu Rusyd dari Cordova. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri
khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan
kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian
filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah
al-Mujtahid.
Ibnu Rusyd memiliki sikap realisme,
rasionalisme, positivisme ilmiah Aristotelian. Sikap skeptis terhadap
mistisisme adalah basis di mana ia menyerang filsafat Al-Ghazali.[14]
E. Pemerintahan Islam
Pasca Bani Umaiyah II.
1. Muluk al-Thawaif .
Selama masa
ini berbagai pangeran setempat dan kelompok etnis berkuasa yang disebut dengan
masa al-Muluk al-Thawaif atau Reyes de Taifas[15].Pada
periode ini, Spanyol
terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan
raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif,
yang berpusat di suatu kota seperti Seville,
Cordova,
Toledo,
dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah
di Seville.
Pada periode ini umat Islam Spanyol
kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang
saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada
raja-raja Kristen.
Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen
pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan
politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode
ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana lain. [16]
Dinasti-dinasti paling
penting diantara Muluk al- Thawaif adalah sebagai berikut:[17]
§ Hammudiyah di Malaga dan Algecirus (400
H – 409 H/ 1010 M – 1019 M)
§ 'Abbadiyyah di Seville (403 H- 484 H/
1023 M – 1091 M)
§ Ziriyyah di Granada (403 H- 483 H/ 1012
M – 1090 M)
§ Banu Yahya di Neibla (414 H – 443 H/
1023 M – 1051 M)
§ Banu Muzayn di Silves, Algarve (419 H –
445 H/ 1028 M – 1053 M)
§ Banu Razin di Albarracin, La Sahla (402
H – 500 H/ 1011 M- 1107 M)
§ Banu Qasim di Alpuente (420 H – 485 H/
1029 M-1092 M)
§ Jahwariyah di Cordova (442 H- 461 H/
1031 M- 10691 M)
§ Afthanisiyah atau banu Maslam di Badajoz
(413 H-487 H/1022 M-1094 M)
§ Dzun Nuniyyah di Toledo (sebelum 419 H-
478 H/ sebelum 1028 M- 1085 M)
§ 'Amiriyah di Valencia (412 H- 469 H/
1021 M- 1096 M)
§ Banu Shumadihiyyah di Aimeria (430 H-
480 H / 1039 M- 1087 M)
§ Tujibiyyah dan kemudian Hudiyyah di
Sarogossa, Lerida, Tudela, Calatayud, Denia dan Tortosa ( 410 H- 536 H/ 1019 M-
1142 M)
§ Banu Mujahid dan Banu Ghaniyah di
Majorca (413 H – 601 H/ 1022 M – 1205 M).
Kerajaan-kerajaan kecil yang muncul di
Andalusia terbentuk apabila kepimpinan utama mulai melemah. Lebih tepat, ia
terjadi akibat kelemahan pemimpin di kalangan Bani Umayyah yang menguasai
Andalusia setelah Khalifah al-Mustansar Billah (961 – 976M). karena alasan
inilah, Andalusia yang diperintah oleh satu kerajaan, terpecah menjadi banyak
daerah. Pembentukan kerajaan-kerajaan kecil ini terjadi disebabkan karena
semangat kelompok, yaitu untuk mengangkat kaum sendiri. Fenomena ini terjadi
setelah pucuk pimpinan di Cordova menghadapi masalah intern yaitu pertikaian
internal malah ada yang saling menindas untuk merebut kuasa khalifah. Secara
tidak langsung, kerajaan–kerajaan kecil ini muncul pada dekade akhir
pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia,
yaitu kira-kira sekitar tahun 403 H / 1012 M. Namun bibit– bibit perpecahan
awal telah ada atau dapat dilihat 20 tahun lebih awal yaitu semasa Khalifah
Hisham II memegang tampuk pemerintahan. Perpecahan menjadi nyata setelah
Al-Mansur Ibn Abi Amir meninggal dunia pada tahun 392H/ 1002 M.[18]
2. Dinasti Murabbithun.
Pada periode ini spanyol Islam meskipun
masih terpecah dalam beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang
dominan, yaitu kekuasaan dinasti
Murabithun (1086-1143). Dan dinasti Muwahhidu ((1146-1235).
Dinasti Murabbitun pada awalnya adalah gerakan dakwah yang
didirikan ole Yusuf Ibn Tasfin di Afrika utara dan pada tahu 1062 ia berhasil
mendirikan kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke sepanyol atas
undangan Al-Mu'tamid, penguasa Bani Abbas di Sivella yang sedang terancam oleh
kekuasaan Kristen, untuk menghadapi Al-Fonso VI. Akhirnya pertempuran terjadi
di al-Zallaqah pada tahun 1086 M, dan Yusuf berhasil mengalahkan pasukan
Al-Fonso VI, sekitar 20.000 pasukan musuh dibasmi dengan keji. Merasa pengalaman
dan berhasil menghadapi musuh di Eropa itu, Yusuf dengan pasukannya kembali ke
Eropa pada 1090 M. mereka menguasai Granada, Sevilla dan kota-kota penting
lainnya. Dengan demikian, Yusuf berhasil menguasai wilayah kerajaan Muslim di
Eropa kecuali Toledo[19].
Dinasti Murobithun
mengalami kemunduran ketika dalam kepemimpinan Ibrahim bin Tasyfin dan Ishaq bin Tasyfin. Disamping
itu, fanatisme para fuqaha' menyebabkan penerapan ajaran agama dalam kehidupan
menjadi kaku. Karangan Al Ghozali dimasukkan oleh Ishaq ke dalam daftar
buku–buku yang dilarang untuk dibaca, lalu dibakar baik yang ada di Spanyol
maupun yang ada di Maghrib, sementara itu militer banyak yang terbunuh dalam
peperangan melawan tentara Kristen. Pada tahun 1118 M. Alfaso VI dari Aragon berhasil
membunuh sejumlah besar tentara Murobithun[20].Pada
saat itu kaum sufi memimpin sejumlah pemberontakan di Silves dan Naibla sedang
kaum ulama' memimpin sejumlah pemberontakan di Cordova dan Valencia yang pada
akhirnya menyebabkan hancurnya pemerintahan Murobithun[21].pada
tahun 1143 kekuasaan dinasti ini berakhir baik di Afrika Utara maupun Spanyol
dan digaantika dinasti Muwahhidun. [22]
3.
Dinasti Muwahhidun.
Al–Muwahiddun
(orang–orang yang meng–Esakan) pada awalnya adalah gerakan keagamaan yang
kemudian memasuki wilayah politik yang selanjutnya menggeser dinasti Murabithun. [23] Ia didirikan oleh Ibnu
Tumart. al–Muwahhidun lahir untuk memprotes madzhab Maliki, yang
konservatif dan legalistik yang berkembang di Afrika Utara berkat dakwah al–Murabithun.
Disamping itu dinasti ini muncul sebagai respon terhadap kehidupan sosial yang
mengalami kerusakan sejak akhir kekuasaan al–Murabithun[24].
Dinasti ini datang ke
Spanyol di pimpin oleh Abd. Al-Mun’im antara tahun 1114 dan 1154, dan berhasil
menguasaikota-kota penting seperti Cordova, Almeria dan Granada.[25]Dinasti
ini dalam jangka beberapa dekade mengalami banyak kemajuuan. Kekuatan Kristen
dapat dipukul mundur, akan tetapi tidak lama setelah itu Muwahhidun
mengalami keruntuhan. Kemunduran dinasti Muwahhidun disebabkan utamanya
karena luas wilayah, sementara penduduknya sangat majemuk yang terdiri dari
bangsa Berber yang keras dan bengis. Wilayah yang luas ini khusunya yang di
Spanyol, sulit di kontrol oleh pemerintah pusat, sehingga akhirnya mudah
dikuasai oleh tentara Kristen Spanyol yang belakangan mengalami kebangkitan
politik. Pada 1212 M, Al-Nashir dengan tentaranya yang berjumlah lima ratus
ribu orang dapat dikalahkan. Kekalahan ini mengakibatkan mereka kembali ke
Afrika Utara dan meninggalkan Spanyol. pada tahun 1235. Keadaan Spanyol semakin
runyam berada dibawah penguasa-penguasa kecil. Dalam keadaan demikian umat Islam tidak mampu menahan serang-serangan
Kristen yang semakin besar. Sejak itu
ibu kota Spanyol jatuh kepada kekuasaan Kristen. Pada 633-636 H Raja Ferdinand
III dari Kastalah dan Raja Jimm I dari Arrajun bersama-sama merebut kota
Balansiyah, Cordova, Marsiyah dan Isbiliyah. Tahun 1238M kordova jatuh ketangan
penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248.[26]
Kekuasaan Islam tinggal di Granada di
bawah kekuasaan Muluk al-Thawaif hingga akhir abad XIV.
4.
Dinasti Bani Ahmar.
Pada saat
ini Islam hanya berkuasa di daerah Granada, dibawah
dinasti Bani Ahmar. (1232-1492). Kerajaan Nasriyyah (Banu al-Ahmar) merupakan
kerajaan Islam yang terakhir yang
memerintah Spanyol. Penguasanya ialah Muhammad bin Yusuf bin Nasr yang dikenal
sebagai al-Ahmar. Pada mualanya beliau berkuasa di Jaen. ketika Jaen diserang tentara Kristen, beliau terpaksa melarikan
diri ke Garanada dan selanjutnya mendirikan kerajaanya di situ pada tahun 1235
M[27].
Granada terletak di antara Almeria dengan Gibraltar,
selatan Spanyol. Kawasan ini berbukit dan dikelilingi oleh kubu pertahanan yang
kuat. Oleh sebab jaraknya dengan Afrika Utara tidak begitu jauh menyebabkan ia
mudah berkomunikasi dengan pemerintah–pemerintah Islam di situ. Sebab-sebab
lain yang menjadikan kerajaan Islam Granada kuat dan maju adalah karena
ramainya orang Spanyol berpindah ke Granada sebagai imbas serangan tentara
kristen. Kira-kira sebanyak 50.000 orang Islam dari Valencia dan 300.000 orang
dari Seville, Xeres dan Cadiz berhijrah ke Granada. Mereka ini merupakan
tentara dan administrator yang berpengalaman. Tambahan pula Muhammad bin Yusuf,
penguasa kerajaan Islam Granada telah mengamalkan dasar berbaik-baik dengan
kerajaan kristen. Masyarakat Granada
bukan saja terdiri dari orang-orang Islam tetapi juga kaum Yahudi. Golongan
bukan Islam ini turut mendapat layanan yang adil dari pihak pemerintah.
Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti pada
masa Abdurrahman al-Nasir, akan tetapi secara politik dinasti ini hanya
berkuasa diwilayah yang kecil. Seperti
biasa, setiap pemerintah mempunyai zaman kegemilangan dan zaman keruntuhan.
Bagi kerajaan Bani al–Ahmar di Granada zaman kegemilangannya adalah 1344 -1396
M. Dalam tempo tersebut terdapatlah istana Alhambra yaitu istana yang terindah
di Spanyol. Ia juga melambangkan seni bangunan yang teragung di dunia[28].
Pada dekade terakhir abad XIV telah terjadi krisis
dan perebutan kakuasaan di kalangan keluarga pemerintah dan setiap orang
mempunyai pendukung masing–masing. Mereka terbagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu kelompok pertama terdiri dari golongan agama, mereka lebih bersikap anti
Kristen. Kelompok kedua terdiri dari kaum elit, pedagang, dan petani, mereka
mau keamanan dan tidak mau berperang. Pada akhir-akhir pemerintahan Bani Ahmar,
krisis ini memuncak. Kesempatan ini digunakan oleh tentara Kristen untuk
meneruskan gerakan Recobquista (gerakan menyelamatkan Spanyol dari
dikuasai orang Islam ). Untuk mencapai tujuan ini, kerajaan kristen Aragon
pimpinan Isabella dan Castille pimpinan Ferdinand telah bergabung untuk
menentang kerajaan Islam di Granada.
Oleh karena terjadi perselisihan
keluarga dalam hal mewarisi kepimpinan, akhirnya telah menyebabkan pergolakan
saudara terjadi dan seterusnya
melemahkan pemerintahan Islam di Granada ini. Karena Abu Abdullah tidak puas
dengan pewarisan takhta yang ditunjuk oleh ayahnya, yaitu kepada saudaranya
yang lain, maka
ia memberontak sehingga dalam pemberontakan tersebut telah mengorbankan nyawa
ayahnya. Namun, tahta pemerintahan tidak diperoleh Abu Abdullah, tetapi beralih
kepada Muhammad ibn Sa’ad. Selanjutnya rencana
dibuat dalam bentuk kerjasama antara Raja Ferdinand dan Abu Abdullah
untuk merampas kembali tahta pemerintahan. Pengambil alihan itu berhasil dan
ringkasnya Abu Abdullah dapat menduduki tahta tetapi untuk jangka waktu yang pendek disebabkan tekanan
dari Ferdinand yang menuntut penyerahan wilayah Granada ini kepadanya.
Pada tahun 1492 M. kerajaan Islam Granada terpaksa
mengaku kalah setelah mendapat tekanan hebat dari pihak tentara
Kristen.Penyerahan wilayah terakhir ini terpaksa dilakukan demi menyelamat harga
diri pemerintah Islam di bawah pimpinan Abu Abdullah daripada diguling dengan
lebih buruk. Penyerahan dalam bentuk perjanjian yang ditandantangani oleh pihak
Islam dan Kristian itu dilakukan dan penyerahannya kepada Raja Kristian
Sepanyol iaitu Ferdinand dan Isabella. Perjanjian yang dikatakan mempunyai 67
perkara itu antara lain menjamin keselamatan orang Islam untuk tinggal di
Sepanyol dan juga jaminan keselamatan sekiranya mereka ingin keluar dari Spanyol
menuju ke daerah lain, terutama untuk kembali ke daerah Afrika Utara. Namun
perjanjian yang tidak pernah ditunaikan oleh pihak Kristian itu nampaknya
menjadi senjata yang menikam umat Islam terus menerus sehingga mereka tidak
lagi mampu bertahan apalagi untuk merampas kembali Andalusia ini.
Setelah itu umat Islam setelah itu dihadapkan kepada
dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Umat Islam pun terusir
dengan pedihnya dari bumi Andalusia. Hanya yang mau meninggalkan Islam (murtad)
yang boleh tinggal. Yang tetap beriman kepada Allah bersama Raja Abu Muhammad
di persilahkan naik ke kapal dan berlayar menuju Afrika Utara menyeberangi
Selat Gibraltar. Kalau dulu Tariq menyeberanginya dengan kepala tegak penuh
semangat dan optimisme, namun Abu Muhammad berlayar dengan sedih dan
menundukkan kepala dengan penuh keaiban. Tanggal 2 Januari 1492 itu tercatat
sebagai pemurtadan besar-besaran yang pernah terjadi dalam sejarah. Baik
Cordova maupun Granada hancur lebur bersama kitab-kitabnya berikut
peradabannya. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di
daerah ini.
Mengenai
jatuhnya Granada yang merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan ini, ilmuwan
sekelas Emmanuel Deutch berkomentar,“Semua ini memberi kesempatan bagi kami
(bangsa Barat) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan
modern. Oleh karena itu, sewajarnyalah jika kami selalu mencucurkan airmata
manakala kami teringat saat-saat terakhir jatuhnya Granada.” [29]
F. Faktor Kemunduran dan Kehancuran Islam di Andalusia.
Ada
beberapa faktor kemunduran dan kehancuran islam di andalusia, diantaranya
adalah:
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para
penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa
puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran
Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal
itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari
pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen
memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.[30]
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau
di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah
‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai
merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering
menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap
sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya
ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang
dapat menjadi personifikasi ideologi itu.[31]
3. Kesulitan Ekonomi
Di
paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina
perekonomian.[32]
Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi
kondisi politik dan militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang
merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand
dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.[33]
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la
selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dan Afrika Utara.
Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung
kebangkitan Kristen di sana.[34]
G. Nasib Umat
Islam dibawah Pemerintahan Kristen di Andalusia.
1. Pembatalan klausul-klausul pada perjanjian Grenada (899
H/1494 M)
Seluruh pemimimpin spanyol mulai membatalkan 66 klausul yang telah
disepakati sebelumnya. yang terpenting diantaranya adalah:
1. Seluruh masjid tetap dipertahankan dan tidak dirusak.
2 Tidak memasuki rumah orang muslim tanpa izin.
3. Setiap muslim
tetap tinggal di tanahnya.
4. Seluruh kaum mislimin, baik anak-anak maupun orang dewasa,
mendapat jaminan
keamanan.
5. Tidak seorang kristenpun menguasai kaum muslim
6. Kaum muslim bebas menjalankan ajaran agama mereka
7. Tidak
seorangpun muslim boleh membawa tanda apapun yang membedakannya dari orang Kristen dan yahudi
8. Kaum tidak membayar pajak melebihi yang pernah mereka
bayarkan kepada daulah mereka
9. Mereka memilik hak untuk bepergian di penjuru spanyol
10. Tidak seorang muslim pun boleh dipaksa untuk memasuki
agama Kristen dst.
Pada
tahun 1498 M Setelah sepertiga juta muslim keluar dari spanyol, di sana banyak
kaum muslim yang tidak mendapatkan cara untuk eksodus ke utara afrika dan
mengaku beragam Kristen Karena takut disiksadi spanyol. Namun banyak dari kaum uslim tetap mempertahankan keislaman
dan menjalankan syiar-syiar islam secara diam-diam. Hal itu sampai diketahui
diktator Fernando, raja spanyol, lalu ia mengusir kaum muslim ke gunung-gunung
sehingga mereka dimangsa binatang-binatang buas, mati kelaparan, atau
diperbudak oleh orang-orang spanyol. Mereka berkelana atau bersembunyi di
desa-desa dengan membayar uang suap.
2.
Pengkristenan muslim Andalusia secara paksa (904 H/1499 M)
Orang spanyol lupa pada janji mereka. Dewan investigasi
mengeluarkan instruksi kardinal cisneros untuk melakukan tindakan keras
terhadap kaum muslim di spanyol dan bertindak cepat dalam mengkristenkan
mereka secara paksa.
Mesjid Grenada diubah menjadi katedral, mushaf-mushaf dan
kitab-kitab tafsir dan fiqih islam dibakar, kaum muslimin di berbagai tempat
diusir, dan mereka dipaksa untuk ,urtad dari islam.
3.
Pemberontakan muslim Andalusia terhadap pemerintah Spanyol.
(907 H/1502 M)
Kaum muslimin Andalusia melakukan pemberontakan untuk melawan
kesewenang-wenangan pemerintah Ratu Isabella yang telah mengkhianati klausul
klausul perjanjian.
Mereka memberontak di pegunungan al-Busyrah dan Gunung Merah.
Mereka mengepung tentara Spanyol dan menghujani mereka dengan batu dari atas
gunung sehingga ratusan tentara terbunuh, termasuk beberapa komandan Spanyol,
seperti Fransisco Armez dan Alfonso Agulier. Ketika berita itu sampai ke
Isabella, ia segera mengirim sebuah pasukan besar untuk mengepung pegunungan
itu beserta para pemberontak di sana hingga mereka kelaparan dan terancam
kematian. Pemberontakan yang telah berlangsung hampir 2 tahun berhasil meredam
dan berakhir setelah Spanyol membiarkan kaum muslimin menyebrang ke Afrika
Utara.
Pada tahun 1508 M Kardinal
Zamniz memperingatkan seluruh penduduk muslim agar menyerahkan buku-buku dan
manuskrip-manuskrip yang ada di perpustakaan-perpustakaan mereka. Jika tidak mereka akan mendapat siksaan keras.
Dalam beberapa hari saja, kardianl telah mengumpulkan ribuan
buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia meilih buku-bukudan
manuskrip-manuskrip yang dianggapnya berguna membangun ilmu pengetahuan
dan kebudayaan. Lalu ratusan ribu buku lainnya dibakar di sebuah lapangan
terbuka di grenada, yang disebut Bab ar-Ramallah. Pembakaran tersebut dipimpin
oleh raja Spanyol dan para pendeta katolik.
Pada tahun 1521 M Penduduk
Valencia memberontak terhadap raja Spanyol, Carlos. Raja tidak menemukan cara
lain selain mengirim ribuan tentaranya untuk menumpas pemberontakan tersebut.
Mereka membakar lahan- lahan pertanian, pusat-pusat perdagangan dan sumber
kehidupan kaum muslim di kota tersebut. Tentara Spanyol itu menyerang dan
membantaikaum muslimin, serta merampas harta milik mereka. Carlos tak peduli,
walaupun ia telah berjanji meleindungi mereka setelah membayar upeti.
4.
Pembentukan Dewan Investigasi oleh Carlos (933 H/1526 M)
Dewan investigasi pertama dibentuk di Grenada atas perintah Raja
Spanyol, Carlos, dengan tujuan untuk menyelidiki orang-orng islam yang
pura-pura masuk kristen. Semua orang islam dipaksa agar jangan menggunakan
bahsa arab, serta tidak boleh mengerjakan sholat, puasa, menggunakan nama Arab,
berdo’a dengan do’a Islam atu menuburkan jenazah menurut syari’at Islam. Mereka
jjuga dipaksa untuk minum khamar, memakan dagng babi dan bangkai, laki-laki tak
boleh dikhitan dan orang mati harus dikuburkan menurut upacara agama Khatolik.
5.
Pembakaran terhadap muslim (936 H/1529 M)
Penindasan terhadap kaum muslimin terus menungkat. Dewan yang sadis
menghukum sekelompok kaum muslimin dengan cara dibakar hidup-hidup diatas bara
api yang menyala di salah satu sudut kota Grenada. Peristiwa tersebut dilakukan
hanya untuk meneror kaum muslim diseluruh penjuru Spanyol.
6.
Pelarangan syi’ar islam di Spanyol oleh Phillip II (975 H/1567 M)
Raja Panyol Phillip II, menuruti saran penasehatnya untuk
mengkristenkan kaum muslimin dan melarang syai’at Islam. Ia mengeluarkan
peraturan bahwa seluruh rumah kaum muslimin di Spayol harus terbuka, tanpa
pintu, agar segala pekerjaan mereka yang berpura pura masuk kristen di dalamnya
dapat terlihat. Kamar-kamar mandi yangn digunakan untuk berwudhu dihancurkan,
penggunaan bahasa arab dalam bentuk apapun dilarang. Setiap upacara pernikahan,
kelahiran, dan kematian harus disaksikan oleh wakil dari gereja khatolik.
Walaupun demikian, kamum muslim tetap mampu mempertahankan agamanya.
7.
Penyembelihan terhadap kaum muslimin (979 H/1571 M).
Philip II memerintahkan tentaranya untuk menyembelih perempuan dan
anak-anak Muslim sehingga lapangan-lapangan terbuka di Grenada berubah menjadi
lapangan pembantaian oleh komandan tentara Spanyol, Richwins, di hadapan kaum
Muslimin yang lain. Adapun yang masih hidup di perbudak.
8.
Pemberangkatan muslimin dari Aragon Valencia dan Wilayah sekitarnya (1019
H/1610 M)
13000 umat islam diberangkatkan dari Valencia ke afrika Utara.
Peraturan tersebuut dilaksanakan secara paksa, dimana umat Islam dilarang
membawa harta dan bekal milik mereka. Dan berangkat menggunakan kapal menuju
pantai Afrika tanpa membawa pakaian, makanan ataupun minuman. Pembarangkatannya
dilakasanakan 6 tahun berturut-turut.
Pemberangkatan dilakukan karena Pemerintah spanyol meras cemas akan
bertambahnya umat islam di wilayah Valencia (timur Spanyol) dan kerjasama
mereka, baik secara sembunyi- sembunyi maupun secara terang-terangan akan
mengganggu pemerintahan Spanyol.
Pada tahun 1660 M, Pemerintah Spanyol diwilayah Aragon (terletak di
timur laut Valencia yang berbatasan dengan prancis) mengikuti kebijakan
Pemerintah Di Valencia sehingga mengusir 200.000 umat islam umat Islam.
Pengusiran Kaum muslimin tidak hanya pada daerah Grenada, Valencia,
danAragon. Akan tetapi meliputi sebagian besar Spanyol dan Portugal. Kaum
Muslimin yang meninggalkan rumah berkisar antara 500.000 hingga 3 juta.
Namunjumlah yang sampai ke daerah tujuan di Afrika Utara dan Wilayah yang
dikuasai pemerintah Utsmani di eropa selatan mencapai 4 juta jiwa. Mereka yang
meninggal, terbunuh, atau tenggelam tidak kurang dari 60000 jiwa.
Pemberangkatan paksa tersebut berakhir pada masa raja Philip III.
Kebijakan tersebut menyebabkan Spanyol kehilangan Penduduk yang giat dalam
perekonomian
9.
Pemberontakan ke-2 muslimin (1069 H/1658 M)
Para pemuda dan kaum Muslimin memberontak dan mengepung kota Grenada sehingga
menimpakan kerugian besar menimpa kerugian besar terahadap pasukan
keamanan di sana. Ketika kaum muslimin di desa-desa dan kota kota bertetangga
mendengar adanya pemberontakan itu. Mereka turut ikut bergabung. Mereka datang
dari lebih dari 20 kota dan desa, terutama wilayah busyrah (selatan
grenada yang terbentang di laut mediterania)
Akhirnya pemerintah Spanyol berjanji akan mengkaji tuntutan mereka. Namun
pasukan Spanyol tetap membantai dan memperkosa kaum wanita, manghancurkan
rumah-rumah dan membakar lahan-lahan. Mendengar hal itu kaum muslimin
kembal melakukan pemberontakan. Sehingga raja Spanyol menarik pasukannya
di Italia untuk mengepung bukit-bukit yang merupakan tempat pemberontak selama
beberapa bulan. Raja pun memerintah utuk menangakp setiap laki-laki muslim yang
berusia 14 tahun. Dengan berlalunya waktu, para pemberontak semakin melemah
akibat kekurangan air, makan dan persediaan senjata. Akhirnya berakhirlah
pemberontakan terbesar kaum muslimin di Andalusia
Pada pertengahan abad empat belas, di Valensia
posisi umat muslim semakin memburuk, muslim di bebani kewajiban finansial
tambahan. Urusan kemiliteran di bebankan pada budak-budak muslim, sehingga
menyebabkan penduduk muslim merdeka jatuh pada kelompok budak. Pada tahun 1311,
raja James II melarang pengumandangan panggilan sholat (AZAN),
meskipun pada tahun 1357 pengumandangan azan dengan
suara tidak keras diperbolehkan dengan pembayaran tertentu.
Pada akhir abad empat belas, pihak
kristen antusias terhadap upaya pengkristenisasi pemeluk Yahudi dan Muslim dan
upaya penyerangan agama di Spanyol. Pada tahun 1391 umat Yahudi di paksa
menerima Baptisme. Pada tahun 1479 program pemaksaan agama diresmikan, dan
orang yahudi di minta memilih di antara Baptisme atau pengusiran.
menandai awal berakhirnya sejarah warga Muslim di Spanyol. Meskipun
terdapat perjanjian yang menjamin kebebasan beragama muslim dan harta mereka.
Pada tahun 1501 perundangan Spanyol memaksa pihak muslim memilih di
antara berpindah agama atau di keluarkan dari Spanyol. Pada 1556 pakaian
arab dan muslim di larang beredar di Granada, dan pada 1566 Philip II
mengeluarkan keputusan bahasa arab tidak boleh lagi digunakan. Akhirnya pada
tahun 1609 Philip III mengusir umat muslim dari Spanyol. Mereka mengungsi ke
Afrika Utara di mana warga Andalusia ini sekali lagi berperan dalam
pengembangan peradaban Islam[35].
DAFTAR PUSTAKA.
Al-Usayri, Ahmad. Sejarah
Islam, Jakarta: Akbar, 2004
Bosworth
C.E, Dinasti-Dinasti Islam , Bandung : Mizan, 1993.
Ira
M.Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam , Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 1985
Katalog Dalam Terbitan
(KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebuidayaan Islam, Logos Wacana
Ilmu Jakarta 1996
Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, Kairo: Maktabah
al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969
Majid Mun’im Abdul, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka : 1997
Maruwiah Ahmat. 2003. Sejarah Bani Umaiyah Di Andalus,
Selangor: Karisma Publication Sdn. Bhd.,
Masjid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta:
Pustaka jaya, 1986
Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Surabaya: Risalah Gusti, 1996
Nur Hakim, Moh. sejarah
peradaban Islam .Malang
:Universitas Muhammadiyah, 2004
Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta
Timur, Penada Media: 2003
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian
kritis dari tokoh orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990
Yahya Mahayuddin , Ahmad Jaelani Halimi, Sejarah Islam ,
Bandung : Fajar Bakti SDN, BDN, 1993
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT:
Gravindo Persada : 2003.
[18]
Maruwiah Ahmat. Sejarah Bani Umaiyah Di Andalus, (Selangor:
Karisma Publication Sdn. Bhd. 2003),hlm. 75.
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Islam yang terbaik
BalasHapuskaserakahan adalah awal kehancuran
BalasHapusGg
BalasHapus