Kamis, 07 Mei 2015
ADALAT AL SHAHABAH
A. Pendahuluan
Sahabat adalah orang yang bertemu langsung dengan
Rasulullah SAW, sehingga dalam pembahasan ilmu hadist, kita tidak luput dari membicarakan sahabat , karena para
sahabat merupakan orang yang pertama
langsung bertemu dengan Rasul, dan hidup di zaman Rasulullah saw, Para sahabat
inilah yang meriwayatkan hadist, sebab dia mendengar dan melihat apa yang Rasulullah
lakukan di zaman hidupnya.
Mereka para sahabat sangat berperan
sebagai pengganti yang melanjutkan tugas
Rasulullah SAW, dalam menyebarkan dakwah, walaupun dengan segala resiko dan
tantangan yang harus dihadapinya . Oleh karena itu, tidak ada perbedaan
pendapat dikalangan parta ulama bahwa
menekuni pengkajian tentang sahabat Nabi adalah ilmu spesialis yang sangat
penting dan ilmu hadist yang paling
tinggi, dan dengannya ahli sejarah menjadi mulya. Sahabat Rasulullah merupakan
generasi yang paling mulya, karena mereka menerima pendidikan secara langsung
dari Rasulullah Saw, disamping terdidik dalam suasana wahyu, dan melalui mereka
pula sunnah Rasulullah terpelihara dan dapat sampai dan berekmbang sampai
kepada generasi kemudian, dan sampai kepada generasi sekarang ini.
Sebagai manusia biasa, dalam mengemban tugas yang mulya itu, para sahabat
juga banyak mengalami berbagai tantangan dalam mendampingi Rasulullah dalam
memperjuangkan agama, khususnya agama islam, beliau ikut berperang bersama Rasulullah , maka
sangat menarik bagi penulis untuk menulis sebuah Makalah yang berjudul
Adalatush Shahabah ini untuk dijadikan pengetahuan, baik bagi penulis sendiri
maupun bagi semua umat islam umumnya.
B. Pengertian
Shahabah dan Pembagiannya
a. Pengertian
Shahabah
Sahabah
secara Etimologi merupakan kata bentukan dari kata “ash-Shuhbah”
(Persahabatan), yang tidak mengandung pengertian persahabatan dalam ukuran
tertentu, tetapi berlaku untuk orang yang menyertai orang lain, sedikit ataupun
banyak.[1]
Secara Terminologi pengertian
sahabat dalam pembahasan ilmu hadis adalah :
ا
لصحا بى : هو من لقي النبي صلى الله عليه و سلم مسلما. وما ت على الاء سلام
Artinya“sahabat
adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW. Dalam keadaan beragama islam
dan wafat pun dalam keadaan beragama islam.”
Mengenai definisi sahabat ini Bukhari
memberikan pengertian seperti yang dikutip oleh Alhusaini Abdul Majid Hasyim
yaitu orang yang pernah menemani Nabi SAW atau melihat Nabi SAW dan ia beragama
Islam. Maka dapat diartikan, sahabat adalah orang yang pernah melihat Nabi baik
dalam waktu yang lama maupun dalam waktu yang sebentar. Baik ia meriwayatkan
suatu hadis maupun tidak, baik ia pernah ikut berperang bersama Nabi maupun
tidak.[2]
Akan tetapi Sa’id bin Musayyab
memberi pengertian lain tentang sahabat ia berpendapat bahwa sahabat, tiada
kami anggap melainkan mereka yang menetap bersama Rasullah SAW satahun atau dua
tahun dan pernah ikut berperang bersama Nabi sekali maupun dua kali.[3]
Ini hampir sama dengan pengertian sahabat menurut ulama ushul bahwa sahabat
adalah setiap orang yang lama bermujalasah dengan Rasulullah SAW secara
terus-menerus dan mengambil hadis dari beliau.
Akan tetapi, para ulama mengkritik
definisi ini alasannya karena definisi ini tidak mencakup beberapa kaum yang
telah disepakati sebagai sahabat.
Para muhadditsin cendrung memilih
kriteria yang lebih luas dalam pengertian sahabat karena melihat kemuliaan dan
keagungan Rasulullah barakahnya yang melimpah kepada orang mukmin yang berjumpa
dengannnya. Karena itu, mereka menetapkan bahwa sahabat adalah orang yang
pernah melihat Rasulullah SAW dalam keadaan beriman.[4]
Artinya ia harus beragam Islam.
Penulis melihat alasan kenapa para Muhadditsin
memberikan pengertian secara umum, dalam hal ini mensyaratkan harus melihat
Rasulullah SAW dan dalam keadaan beriman. Karena apabila dibatasi kepada syarat
yang lebih sempit, sahabat harus baligh, harus pernah menetap bersama Rasul
selama setahun atau lebih, pernah ikut berperang bersama Rasul, akan banyak
sekali sahabat yang seharusnya tidak diperselisihkan sebagai sahabat contohnya Abdullah
bin al-Zubair yang baligh setelah wafatnya Rasul.
Orang yang pernah bergaul dengan
Rasulullah dalam keadaan Islam dan beriman, tetapi kemudian murtad seperti
Abdullah bin jahsy dan Abdullah bin Kathai bukan di anggap lagi sebagai
sahabat. Akan tetapi seorang sahabat yang saat Nabi masih hidup maupun setelah
wafat, masih dapat dimasukkan dalam golongan sahabat, bukti dalam hal ini ialah
yang dikemukakan oleh Hafidh ibnu hajar tentang kisah al-Asy’as bin Qais yang
pernah murtad. Dikala ia menghadap Abu Bakar as-Shiddiq r.a. sebagai tawanan
perang ia mengatakan kembali kepada agama Islam, pernyataan ini diterima oleh
Abu Bakar dan bahkan terus dinikahkan dengan saudara perempuannya. Tidak
seorang pun ahli hadits kesahabatannya dan pentakhrijan hadits-haditsnya yang
termuat dalam musnad-musnadnya dan lain-lainnya.[5]
b.Pembahagian
Shahabah
Seseorang diketahui sebagian sahabat
berdasarkan beberapa alasan sebagai berikut :[6]
a. Khabar Mutawatir, seperti Khalifah Rasyidin
(yaitu Abu Bakar, Umar, Usman,dan
Ali ). Said bin Abi waqqash, sa’id bin Zaid, Thalhah bin Abdullah, Zubir bin
Awwam, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah, Amir bin Jarah.
b.
Khabar Mustafidh yang tidak mencapai
tingkatan mutawatir, seperti Dhimam bin Tsa’labah dan Akasyah.
c. Adanya suatu pemberitaan bahwa seseorang
adalah sahabat seperti kesaksian Abu Musa al-Asy’ari memberikan kesaksian bahwa
Hamamah bin Abi Hammatid ad-Dausy mendengar hadits dari Nabi SAW. Dan Hamamah
bin Hammatid ad-Dausy meninggal di Ashbihan karena sakit perut.
d. Adanya pemberitaan bahwa dirinya adalah
seorang sahabat setelah terbukti ia adalah orang yang adil dan hidup semasa
Rasulullah.
e. Pemberitaan seseorang tabi’in bahwa seseorang
sahabat berdasarkan diterimanya tazkiyah dari seseorang, dan inilah pendapat
yang mendekat.
C. Pandangan
Ulama Tentang “Adalat al-shahabah
Jumhur ulama berpendapat bahwa seluruh sahabat itu
adalah adil, karena telah dijelaskan sendiri oleh Allah dalam Al-Qur’an dan
hadits Nabi.[7]
Keadilan dalam hal ini yang dimaksud adalah keadilan dalam periwayatan hadits,
bukan adil dalam hal persaksian.
Disisi lain sebagian ulama berpendapat bahwa
seluruh sahabat itu adalah adil, karena telah dijelaskan sendiri oleh Allah dalam Al-Qur’an dan hadits
Nabi. Keadilan dalam hal ini yang dimaksud adalah keadilan dalam periwayatan
hadits, bukan adil dalam hal persaksian.
Disisi lain, sebagian ulama lain berpendapat
bahwa keadaan sahabat tidak berbeda dengan keadilan orang lain, yakni ada yang
adil dan ada pula yang tidak adil. Golangan Mu’tazilah mengatakan bahwa seluruh
sahabat itu adil selain mereka yang terlibat pada pembunuhan Khalifah Ali r.a.
Karena mereka melihat bahwa sifat adil
diharuskan bahwa seseorang tidak melakukan dosa besar dan jarang melakukan
dosa-dosa kecil.
Imam Nawawi mengatakan bahwa, pendapat Jumhur
itu telah menjadi Ijma’. Oleh karena itu, pendapat yang mengharuskan penyelidikan
keadilan sahabat, pendapat yang membedakan apakah terlibat dalam fitnah
pembunuhan atau tidak dan lain sebagainya tidak perlu diperhatikan. Sebaiknya
kita berhusnudhan. Karena ada dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadis nabi dan ijma’
para ulama yang menjelaskan keadilan mereka.
a. Adapun
dalil-dalil tentang keadilan mereka dari Al-Qur’’an adalah:[8]
cqà)Î6»¡¡9$#ur tbqä9¨rF{$# z`ÏB tûïÌÉf»ygßJø9$# Í$|ÁRF{$#ur tûïÏ%©!$#ur Nèdqãèt7¨?$#
9`»|¡ômÎ*Î/ Å̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã £tãr&ur öNçlm; ;M»¨Zy_ Ìôfs?
$ygtFøtrB ã»yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkÏù #Yt/r& 4 y7Ï9ºs ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊÉÉÈ
“ Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar.( Q.S.At-Taubah:100)
y7Ï9ºxx.ur
öNä3»oYù=yèy_
Zp¨Bé&
$VÜyur
(#qçRqà6tGÏj9
uä!#ypkà
n?tã
Ĩ$¨Y9$#
tbqä3tur
ãAqߧ9$#
öNä3øn=tæ
#YÎgx©!$pkön=tæ
È
Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu
(umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. (Q.S.
Al-Baqaroh :143)
Para Mufassirin menetapkan bahwa yang
disebutkan dalam ayat ini adalah sahabat Nabi, karena merekalah yang diseru
dalam ayat ini
Ó£JptC
ãAqߧ
«!$#
4 tûïÏ%©!$#ur
ÿ¼çmyètB
âä!#£Ï©r&
n?tã
Í$¤ÿä3ø9$#
âä!$uHxqâ
öNæhuZ÷t/
( öNßg1ts?
$Yè©.â
#Y£Úß
tbqäótGö6t
WxôÒsù
z`ÏiB
«!$#
$ZRºuqôÊÍur
( ö
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya,(Q.S. Fath:29)
Adapun dalil-dalil tentang keadilan
mereka dari hadis adalah :
Dari kelompok hadits shaheh
terdapat banyak hadits yang memberikan kesaksian akan keutamaan sahabat , baik
secara global maupun per indipidu. Dan dalam sebahagian besar kitab hadits
seperti Saheh Bukhari, al-Jami’ash Saheh milik Imam Muslim, as-Sunan al-Arba’ah
dan lain-lain terdapat bab-bab khusus tentang keutamaan sahabat.
Sebagai contoh yang
yang diriwayatkan oleh Abu Sai’d al Khudry, katanya Rasulullah SAW bersabda :
لا
تسبوا احدا من اصحابي فاءن احدكم لو اءنفسق مسل اءحدزهبا ما ادرك مداحدهم ولا
نصيفه
“ Janganlah kamu mencaci salah seorang
diantara sahabatku, karena salah seorang diantara kalian , seandainya
menginfakkan emas sebesar gunung uhud , maka tidak akan dapat menyamai satu mud
( yang dinafkahkan) oleh salah seorang diantara mereka dan tidak pula
separohnya.
Dan hadis mutawatir menjelaskan bahwa
beliau bersabda:
خيرالنا
س قرني شم الزين يلو نهم
“Sebaik-baiknya
manusia adalah periodeku, lalu orang-orang yang setelah
mereka”
Adapun dalil-dalil
tentang keadilan mereka dari Ijma’ adalah:
“Imam nawawi, Ibnul Abdul Birri dan
Ibnul Shalah mengatakn bahwa, pendapat Jumhur itu telah menjadi Ijma’. Oleh
karena itu pendapat yang mengharuskan penyelidikan keadilan sahabat. Pendapat
yang membedakan apakah terlibat dalam fitnah pembunuhan atau tidak dan lain
sebagainya, tiadak perlu diperhatikan. Sebaiknya kita berhusnudhan.[9]
D.
Tingkatan Sahabat
Tepat
sekali bila ulama hadits memberikan sebutan sahabat untuk setiap orang yang
meriwayatkan satu hadis atau satu kalimat dari nabi SAW. Kemudian mereka
memperluas pengertiannya, sehingga mereka menganggap setiap orang yang pernah
melihat beliau sebagai sahabat. Mereka berpendapat demikian karena kemulian
kedudukan Nabi SAW. Hanya saja para sahabat r.a itu mempunyai
tingkatan-tingkatan yang tidak sama. Disana ada sahabat yang terdahulu memeluk
agama Islam yang bersahabat dengan Nabi SAW. Dalam waktu lama menghabiskan dan
mengorbankan harta serta darah mereka untuk kepentingan Islam. Ada diantara
mereka yang melihat beliau Nabi SAW. Sekali saja pada haji wada’. Dengan demikian,
masing-masing dari mereka menempati banyak tingkatan dan kedudukan yang tidak
sama. Ada pula yang selalu menyertai beliau siang dan malam, ketika beliau di
rumah dan di tengah perjalanan, ketika beliau berpuasa dan tidak berpuasa,
ketika beliau sedang bercanda dan ketika serius, serta mengetahui perjuangan
dan tata cara beliau menunaikan ibadah haji. Mereka mengetahui banyak tentang
perbuatan-perbuatan yang sekecil-kecilnya yang beliau lakukan dan sunnah-sunnah
yang mulia.[10]
Dengan demikian, tidak masuk akal
kedudukan semua sahabat adalah sama dan hal ini tidak bisa diterima menurut
kaca mata keadilan dan logika. Oleh karena itu umat Islam bersepakat bahwa
sahabat bertingkat-tingkat.
Para ulama hadits berbeda pendapat
dalam tingkatan-tingkatan sahabat, ada yang mengatakan lima tingkatan, seperti
yang diungkapkan Ibnu saad. Dan hakim mengatakan ada dua belas tingkatan, dan
ada yang mengatakan lebih dari itu. Tetapi pendapat yang paling masyhur adalah
pendapat Hakim. Tingkatan-tingkatan menurut Hakim yaitu :
1. Sahabat
yang memeluk agama Islam di Makkah, yaitu Khulafaur Rasyidin.
2. Sahabat-sahabat
yang masuk Islam sebelum berlangsungnya musyawarah penduduk Makkah di
Darun-Nadwah (untuk membunuh Nabi ).
3. Sahabat
yang ikut berhijrah ke Habsyah.
4. Sahabat
yang berbaiat pada Baiat ‘Aqabah awal.
5. Sahabat
yang berbaiat pada Baiat ‘Aqabah kedua. Sebagian mereka dari kaum Anshar.
6. Sahabat
angkatan pertama yang menyusul berhijrah bersama Nabi SAW. Ketika beliau baru
sampai Kuba sebelum memasuki Kota Makkah.
7. Sahabat
yang ikut serta dalam perang Badar.
8. Sahabat
yang hijrah ke Madinah pada waktu antara terjadinya perang Badar dan perjanjian
Hudaibiyah
9. Sahabat
yang mengikuti Baitur Ridwan.
10. Sahabat
yang berhijrah ke Madinah pada waktu antara terjadinya perdamaian Hudaibiyah
dan penaklukan Kota Makkah. Seperti Khalid bin walid, Amru bin Ash dan Abu
Hurairah.
11. Sahabat
yang masuk Islam ketika terjadinya penaklukan Kota Makkah.
12. Anak-anak
yang melihat Nabi pada saat penaklukan Kota Makkah, pada waktu haji Wada’ dan
peristiwa lainnya.
E. Metode
Sahabat dalam meriwayatkan hadits
Kesungguhan
sahabta dalam meriwayatkan Hadits ini dapat dilihat dalam ketekunan mereka
dalam mendengar hadits dari Rasulullah SAW , mereka benar-benar menghayati
bahwa ajaran-ajaran Rasulullah merupakan panduan hidup , sama seperti
Al-Qur’an. Mereka senantiasa mengintai peluang untuk mengikuti majelis-majelis
baginda Rasul. Sahabat seperti Abu Hurairoh dan ahli sufiah senantiasa
mendampingi Rasul , sehingga seperti makan dan minum mereka bersama baginda Rasulullah
SAW.Bukhari menukilkan dalam sahehnya
“Abu Hurairoh
menceritakan bahwa saudara-saudara kami dari kalangan Muhajirion sibuk dengan
jual beli dipasar, sementara saudara-saudara Anshor , pula sibuk bekerja
mengusahakan harta mereka. Sesungguhnya Abu Hurairoh senantiasa mendampingi
Rasulullah SAW dengan sepenuh perutnya, dia menyertai majli yang tidak disertai
mereka dan menghafal apa yang tidak dihapal oleh mereka.
Para
sahabat juga senantiasa memastikan
kebenaran hadits Rasulullah SAW, dengan bertanya siapa dari kalangan mereka
mengikuti majlis Rasulullahu, setelah mereka memastikan hadits tersebut, lalu
mereka menghafalnya, menyampaikan kepada sahabat –sahabat yang lain. Tetapi
dalam hal ini Rasulullah memberi rambu-rambu dengan sabda beliau :
عليكم
با لقرأن وسترجعون الئ اقوام سيبلنون الحديث عني فمن عقل شينا فليحد ث
به
ومن قا ل على ما لم اقل فليبسوا بيتا او مقعده من جهنم
“Hendklah kamu
berpegang dengan Al-Qur’an, dan nanti kamu akan kembali kepada kaum-kaum ku
yang akan menyampaikan hadits dariku, dan baranmg siapa yang memahami sesuatu
hendaklah ia menyampaikannya, siapa yang dusta diatas namaku maka ia telah
menyediakan rumahnya didalam nereka jahanam (Riwayat Al-Tabari dalam Mu’ma’
al-Kabir)
Oleh
karena itu mereka merasa berat untuk menyampaikan suatu hadits, walaupun mereka
sudah hafal, mereka khawatir nanti khilaf atau terlupa yang akan membawa mereka
untuk berdusta.
Demio
untuk menjaga hadits dan menyampaikan dengan sebaik-baiknya, mereka senantiasa
bermuzakaroh dan berbincang sesama mereka, hal ini sangat dianjurkan pada waktu
itu. Sayyidina Ali berkata : Hebdaklah kamu saling menziarahi dan
mengulang-ngulang Hadits, sesungguhnya apabila kamu tidak melakukan hal yang
demikian itu, hadist akan hilang.
Bahkan
al-Hakim menyebutkan jika Ali tidak sampai mendengar hadits dari Rasulullah
SAW, beliau meminta perawi yang menyampaikan hadits kepadanya tersebut untuk
bersumpah . ini bukanlah bermaksud sahabat menuduh orang lain berdusta, bahkan
sebaliknya ini dilakukan karena ketelitian mereka terhadap para perawi, mereka
was-was apabila terjadi kekhilafan ketika hadits –hadits tersebut dinukilkan.
F. Shahabah yang banyak meriwayatkan hadist
Sahabat-sahabat
yang banyak meriwayatkan hadits ( lebih dari 1000 buah ) ialah :
1. Abu Hurairah r.a
beliau meriwayatkan hadits sebanyak 5374 buah. Diantara jumlah tersebut, 325
buah hadits disepakati oleh Bukhari dan Muslim, 92 diriwayatkan oleh Bukhari
sendiri dan 189 diriwayatkan oleh Muslim sendiri.
2. Abdullah bin
Umar r.a hadits yang diriwayatkan sebanyak 2630 buah hadits.
Diantara jumlah tersebut yang muttafaqun alaih, sebanyak 170 buah yang
diriwayatkan oleh Bukhari sebanyak 80 orang hadits, dan yang diriwayatkan oleh Muslim sebanyak 31
buah hadits.
3. Anas bin Malik
r.a.
hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 2286 buah hadits. Diantara jumlah
tersebut, yang muttafaqun alaih
sebanyak 168 buah oleh Muslim sebanyak 70 buah hadits.
4. Ummul mu’minin
Aisyah r. a. beliau
meriwayatkan hadits dari Rasullalah SAW sebanyak 2210 buah hadits. Dari jumlah tersebut, 174
buah
mtaffaqun alaih 64 buah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan 68 buah
hadits diriwayatkan oleh Muslim.
5. ‘abdullah
ibnu abbas ra. Hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1660 buah hadits. Dari
jumlah tersebut, yang muttafaqun alaih
95 buah hadits, yang diriwayatkan oleh Bukhari
sebanyak 28 buah hadits, dan yang diriwyatkan Muslim sebanyak 49 buah.
6. Jabir
bin “Abdillah ra, hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1540 buah hadits. Dari
jumlah tersebut yang mutafaqun alaih sebanyak 60 buah Hadits, yang diriwayatkan
oleh Bukhari sebanyak 16 buah dan yang diriwayatkan oleh Muslim sebanyak 126
buah hadits.
7. Abu
SaID Alkhudri r.a, hadits-hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1170 buah
hadits. Diantara hadits-hadits tersebut yang mutafaqun alaih 46 buah hadits,
yang diriwayatkan oleh Bukhari sebanyak 16 buah, dan yang diriwayatkan oleh Muslim
sebanyak 52 buah
E. Kesimpulan
Sahabat
merupaklan generasi pertama dalam tingkatan perawi karena mereka mendapat didikan langsung dari
Rasul , dan merekalah yang banyak mengetahui apa yang diucapkan dan perbuatan
Rasul.
Sahabat adalah orang yang pernah
melihat Rasul dan ia dalam keadaan ber agama islam, dan wafat pun dalam agama
islam, maka dalam pembahasan ilmu hadits ini, sahabat disyaratkan meriwayatkan
satu hadits atau beberapa hadits dari Nabi. Semua sahabat adalah adil sehingga
Allah sendiri meninggikan derajatnya melalui FirmanNya dan hadits nabi serta
‘ijma’ para ulama. Jumlah para sahabat sangatlah banyak, karena dia terdapat
dari berbagai negeri, seperti Madinah, Makkah dan lain-lain,
Demikianlah pembahasan tentang
keadilan sahabat ini, tentu saja didalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan , kritik dan saran sangat diharapkan , demi membantu perbaikan
makalah ini. Terima kasih.
Daftar Pustaka
Abdul Majid Hasyim, Al-Husaini, Ushulul Hadits
An-Nabawi, Ma’had al-Adirasat al-Islamiyah
Al-Khatib, Muhammad Ajjaj, Ushul Al-Hadits,
Penerjamah: M.Qadirun Nur Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998.
Al-Khatib,
Muhammad Ajjaj, hadits Nabi sebelum dibukukan, Penerjamah Al Akrom
Fahmi, Jakarta : Gema Insani Press, 1999
Al-Qathan,Manna’,
Mahabis Fi ‘Ulumul Hadits, Kairo: Maktabah Wahbah.T.Thn
Literatur
Nuruddin, ‘Ulum al-Hadits, Penerjamah: Endang Soetari AD, Bandung, PT
Remaja Rosdakarya, 1995.
Shalah
Ibnu, ‘Ulumul Hadits, Lebanon: Maktabah ilmiyah, 1981,www.Darul
kausar.com
Rahman,
Fatcher, Ikhtisar Musthalahah Hadits, Bandung: PT Alma’arif, 1974
[1]
Muhammad Ajjaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits,Penerjamah: M.Qadirun Nur dan
Ahmad Musyafiq,Jakarta:Gaya Media Pratama,1998,hal 377
[2]
Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, ushulul Hadits An-Nabawi, Ma’had
al-Adirasat al-Islamiyah,hal 102
[3]
Nuruddin’Itr, ’Ulum al-Hadits,Penerjamah; Endang Soetari AD, Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 1995, hal.102
[4] Ibid
hal, 1
[5]
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahab Hadits, Bandung : PT Alma’arif,
1974, hal 282
[6]
Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, Op. Cit, hal 156-157.
[7]
Manna’ Al-Qaththan, Mabahisul Fi ‘Ulumul Hadits, Kairo : Maktabah
Wahbah,T.th . hal 62
[8]
Ibnu Shaleh, Ulumul Hadits, Libanon: Maktabah Ilmiyah, 1981,hal 264-265
[9]
Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, Op,Cit, hal 157
[10]
M.ajaj Al-Khatib, Hadits Nabi sebelum dibukukan, Penerjemah : AH.Akrom Fahmi,
Gema Insani,Pres,1999,hal 424
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: