Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Sabtu, 15 Agustus 2015

Widgets

PEWARISAN TRANSPLAN ORGAN TUBUH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM




A. Manhaj Yang Digunakan Untuk Mengistinbathkan Hukum
Dalam  menghadapi  permasalahan-permasalahan  kontemporer  yang membutuhkan  solusi  tentang  hal-hal  yang  tidak  menyangkut  ibadah  mahdhah(seperti  sholat,  puasa,  zakat  dan  haji)  yang  tidak  terdapat  nash  sharih di  dalam Quran dan Hadis, maka digunakanlah jalan  ijtihaddengan  istinbath al hukmidari nash-nash  yang  ada  melalui  persamaan  Illat,  sebagaimana  yang  dilakukan  oleh ulama-ulama  salaf dan  kholaf,  dan  bisa  juga  melalui  ijtihad birra’yi (dengan menggunakan hasil pemikiran) seperti istihsan, maslahah mursalah dan lainnya.[1]
.
Manhaj Qiyas
Dalam  upaya  mencari  jalan  keluar  permasalahan  pewarisan  transplant organ  tubuh,  karena  tidak  terdapat  nash  sharih di  dalam  Quran  dan  Hadis,  maka dalam mengistinbathkannya akan digunakan manhaj qiyas.
Manhaj berarti metode, prosedur, approach, pendekatan, cara yang jelas,
mudah, terang.[2]
Qiyas  menurut  bahasa  ialah  mengukur  sesuatu  dengan  benda  lain  yang dapat menyamainya. Definisi lain, qiyas ialah menyamakan.
Ulama Ushul dalam Khallaf mengartikan, Qiyas  ialah  menghubungkan  suatu  kejadian  yang  tidak ada  nashnya kepada  kejadian  lain  yang  ada  nashnya,  dalam  hukum  yang  telah ditetapkan  oleh  nash  karena  ada  kesamaan  dua  kejadian  itu  dalam  Illat hukumnya.[3]
Abdul Hamid Hakim menyebutkan, “Qiyas  secara  bahasa  ialah  mengukur  sesuatu  dengan  yang  lain  untuk diketahui persamaan diantara keduanya” dan “Qiyas  secara  istilah  ialah  mengembalikan  far’u  kepada  ashal  karena Illat yang berkumpul pada keduanya dalam suatu hukum” [4]
 Dari  definisi  di  atas  dipahami  bahwa  qiyas  ialah  mengembalikan  far’u yang tidak ada nashnya kepada ashalyang telah jelas nashnya dalam suatu hukum karena ada kesamaan Illat, dan maksud  manhaj qiyasadalah dengan menggunakan metode qiyas.
Rukun yang harus ada dalam qiyas ada empat yaitu:
1. Ashal(لصا)
Yaitu  sesuatu  yang  ada  hukumnya  dalam  nash.   Disebut  maqis  alaihi (yang dijadikan ukuran) atau  mahmul alaihi(yang dijadikan pertanggungan) atau musyabbah bih(yang dibuat keserupaan).
Ashal  tidak  memerlukan  syarat  karena  sudah  mempunyai  hukum  yang ditetapkan oleh nash.
2. Hukum Ashal( لصا مكح)
Yaitu hukum syara yang ada nashnya menurut ashal dan yang dimaksud adalah hukum ashal itu sebagai pangkal hukum bagi cabang. Hukum ashal harus memenuhi beberapa syarat, sebab tidak semua hukum syara  yang  telah  ditetapkan  oleh  nash  terhadap  suatu  peristiwa  dapat  digunakan untuk menetapkan hukum lewat qiyas kepada peristiwa yang lain. Adapun syarat-syarat hukum ashal yaitu:
a.  Hukum  ashal itu  hendaknya  berupa  hukum  syara’  amali (pekerjaan para mukallaf) yang ditetapkan oleh nash
b.  Hukum  ashal hendaknya  suatu  hukum  yang  Illatnya  dapat  dicapai dengan akal Apabila  tidak  dapat  dipahami  akal,  maka  tidak  bisa  digunakan  untuk menetapkan hukum peristiwa yang diqiyaskan
c. Hukum ashaltidak dikhususkan untuk sesuatu Apabila  digunakan  untuk  sesuatu  yang  khusus,  maka  tidak  dapat digunakan untuk yang lain dengan jalan mengqiyaskannya
3. Far’u(عرف)
Yaitu  sesuatu  yang  tidak  ada  hukumnya  dalam  nash,  tetapi  ada  maksud menyamakannya kepada ashaldalam hukumnya. Disebut maqis(yang diukur) atau al mahmul(yang dibawa) atau musyabbah(yang diserupakan). Far’u tidak  memerlukan  syarat,  karena  memang  belum  mempunyai  hukum  baik yang  ditetapkan  oleh  nash   maupun  oleh  ijma dan  tidak  ada  penghalang  untuk menyamakan hukum keduanya (far’udengan ashal).
4. Illat(ةلع)
Yaitu  keadaan  yang  dijadikan  dasar  oleh  hukum  ashal berdasarkan wujudnya keadaan itupada cabang, maka disamakanlahcabang itu kepada  ashal, mengenai hukumnya.
Syarat-syarat yang disepakati para ahli ushul ada 4, yaitu:
a. Illat harus berupa sifat yang jelas, yakni dapat disaksikan panca indra
b.  Illat harus berupa sifat yang sudah pasti (mundhabith),  artinya  mempunyai hakikat  yang  nyata  dan  tertentu  yang  memungkinkan  untuk  mengadakan hukum pada cabang dengan tepat atau dengan sedikit perbedaan
c.  Illat harus berupa sifat yang sesuai dengan  hikmah hukum. Maksudnya,  Illatitu, menurut dugaan keras, cocok dengan hikmah hukum
d.  Illat bukan  hanya  terdapat  pada  ashal saja.  Maksudnya,  Illat harus  berupa sifat yang dapat diterapkan pada beberapa masalah selain masalah pada ashal.
Cara-cara mengetahui Illat ada tiga, yaitu:
1) Dengan Nash
Apabila  nash-nash  Quran  atau  Hadis  telah  menunjuk  bahwa  Illat hukumnya adalah sifat yang disebut nash-nash itu sendiri , maka sifat yang disebut itulah yang menjadi Illat hukumnya
2) Dengan Ijma’
Apabila  para  mujtahid  dalam  suatu  masa  telah  sepakat  bahwa  yang menjadi  Illat  suatu  hukum  syara’   ialah  suatu  sifat,  maka  sifat  itu  ditetapkan menjadi Illat bagi suatu hukum tersebut secara ijma’.
3) Dengan as-Sabru wat-Taqsim(meneliti dan memisah-misahkan)
Apabila ada suatu kejadian hukum dan tidak didapati nashatau ijmayang menunjukkan Illatnya, maka para mujtahid menempuh jalan as-Sabru wat-Taqsim, yakni  meneliti  sifat-sifat  yang  terdapat  pada  kejadian  itu  dan  memilih  diantara sifat-sifat yang ada yang patut dijadikan Illat hukum. Prosesnya  dengan  mencari  semua  sifat-sifat  yang  terdapat  pada  pokok, kemudian  menggugurkan  sifat-sifat  yang  tidak  layak  dijadikan  Illat.  Selanjutnya disimpulkan.
B. Proses Istinbath Pewarisan Transplant Organ Tubuh
Penggunaan  manhaj  qiyas dalam  me-istinbath-kan  hukum  harus mempunyai  empat  unsur   sebagaimana  tersebut,  yaitu:  ashal,  far’u,  hukum  ashaldan Illat. Adapun proses manhaj qiyas sebagai berikut:
1.  Ashal(لصا )
Sebagaimana definisi di atas, maka dalam peristiwa  pewarisan  transplant organ  tubuh  yang  berkaitan  dengan  tirkah dapat  dijumpai   dalam  surah  al  Nisa’ ayat 7, 11, 12, 33, dan 176.
Lafal  “maa”  dalam  ayat-ayat  tersebut   menurut  Abu  Zaharah  dalam Syarifuddin[5]
 diidentifikasi  sebagai  “al  mausul”  yakni  maa yang  mengandung  pengertian ‘umum’ yaitu ‘apa-apa’ yang ditinggalkan.
Demikian  dalam  Abdul  Hamid  Hakim[6]
 dapat  dipahami,  dari  segi  ilmu ushul fikih disebutkan bahwa salah satu ciri ‘aamadalah,
... ةمھبملا ءامﺳاو ... لقعي  ام ىف امو ...
isim- isim mubhamah, … diantaranya berupa lafal “maa” fii maa laa ya‘qil…
Dari teori di atas, maka lafal “maa” sebagaimana dalam ayat-ayat di atas, apabila  dilihat  dari  segi  ‘aam atau  tidak,  maka  masuk  dalam  kategori  ‘aam.
Selanjutnya  perlu  di  takhsis,  Hakim[7] menyebutkan   bahwa  salah  satu  cara  mentakhshis adalah,
ةنسلاب باتكلا صيصخت   ...
metakhshis kitab dengan sunnah …
Setelah  diketahui  bahwa  lafal  “maa”  dalam  ayat-ayat tersebut  adalah aam,  maka  berdasarkan  teori  tersebut,  ayat-ayat  di atas  dapat  ditakhshis dengan hadis-hadis  yang  menyebutkan  makna  yang  khusus,  yaitu  hadis-hadis  yang menunjukkan bahwa lafal “maa” adalah harta, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu  Daud,  Tirmidzi,  Ibnu  Majah  dan  Ahmad  dan  hadis  yang  diriwayatkan  oleh Ahmad  dan  Abu  Daud  serta  hadis  yang  diriwayatkan  oleh   Bukhari  dan  Muslim
2. Hukum Ashal(لصا مكح)
Yang dimaksud dengan hukum ashalialah ketentuan yang ada pada ashal, yang sudah ditetapkan melalui Quran atau Hadis. Yang dijadikan pangkal hukum bagi permasalahan pewarisan transplant organ ini yaitu  ibahatul mauritsbolehnya mewarisi tirkah.
3. Illat (ةلع )
Yang  dimaksud  Illat ialah  suatu  alasan  hukum  yang  menimbulkan  atau menyebabkan adanya hukum.
Adapun cara mengetahuinya sebagaimana berikut:
a. Dengan nash. berkaitan dengan permasalahan pewarisan transplantorgan tubuh, nash yang menunjukkan tentang  tirkahtidak menyebutkan  Illathukumnya, maka beralih kepada cara yang selanjutnya
b.  Dengan  ijma’.  Cara  yang  kedua  ini  belum  dijumpai,  maka  beralih  lagi pada cara terakhir
c.  Dengan  as-Sabru  wat-Taqsim.  Yaitu  meneliti  sifat  yang  terdapat  pada pokok yang dapat dijadikan Illat.
Yang berarti harta adalah:
1) kebendaan atau disamakan dengan benda
2) bernilai
3) dapat dikuasai
4) dapat disimpan
5) dapat dipergunakan.
Memperhatikan syarat  Illatyang disepakati ulama, yaitu: sifat harus jelas, pasti,  sesuai  dengan  hikmah  hukum,  dan  terdapat  pada  ashal dan  far’u,  apabila dihubungkan dengan yang menunjukkan harta (point 1-5) maka diperoleh bahasan:
a)  sifat  harus  jelas,  sedangkan  harta  berupa  benda  atau  yang  disamakan dengan benda maka harta itu memiliki wujud jelas dan apabila sesuatu disamakan dengan benda tentu jelas juga
b)  sifat harus pasti, sedangkan harta dapat dikuasai, dapat disimpan dan itu pasti
c)  sesuai  dengan  hikmah  hukum,  sedangkan  harta  itu  bernilai,  dapat dipergunakan untuk kemaslahatan
d)  terdapat pada ashaldan far’u.
Hasil  tersebut  menunjukkan  bahwa  sifat-sifat  harta  itu  memenuhi  syaratsyarat Illat.  sehingga  diduga  bahwa  yang  dapat  dijadikan  Illat  hukum   yang menjadikan ibahatul mauritsbolehnya mewarisi tirkah yang bermakna harta adalah kebendaan  atau  yang  disamakan  dengan  benda,  bernilai,  dapat  dikuasai,  dapat disimpan dan dapat dipergunakan.
4. Far’u( عرف  )
Dalam far’uini ada maksud untuk menyamakannya kepada  ashal. Adapun permasalahan  yang  tidak  dijumpai  ketetapannya  dalam Quran  maupun  Hadis adalah permasalahan pewarisan transplantorgan tubuh.
Berdasarkan  definisi  tirkah yang  berarti  harta  yang  ditinggalkan  si  mayit yang sisa setelah dibayarkan untuk  tajhiz, hutang dan wasiat, maka si mayit pada umumnya juga meninggalkan tubuhnya. Tubuh, apabila diklasifikasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a.  Bagian  tubuh  yang  dikategorikan  sebagai  transplant,  yaitu:  organ, jaringan,  sel  dan  cairan  tubuh.
b.  Bagian  tubuh  yang  tidak  atau  belum  dikategorikan sebagai  transplant, yaitu selain yang disebutkan di atas.
Berdasarkan  data  tentang  transplant,  jika  diidentifikasi,  maka  didapati bahwa transplantitu:
a) Kebendaan
Karena  organ  adalah  kumpulan  berbagai  jaringan  berbeda  yang tersusun  dalam  struktur-struktur  dengan  batas  dan  bentuk  yang jelas  dan  jaringan  adalah  kumpulan  sel  yang  serupa  dan mempunyai fungsi yang sama yang terorganisasi menjadi lembarlembar  atau berkas-berkas  longgar,  maka  jelas  bahwa organ  dan jaringan berupa benda atau kebendaan.
b) Dianggap benda
Setelah penemuan transplantasi ginjal tahun 1954 dan sebagainya, maka transplant dianggap benda atau diserupakan dengan benda.
c) Bernilai
Dengan  ditemukannya  teknik  penjahitan  atmosfer  vascular(lapisan  pembuluh  darah)  maka  organ  tubuh  yang  dulu tidak bernilai,  sekarang  menjadi  bernilai,  dapat  dipakai  untuk pengobatan,  penyempurnaan  dan  lainnya.  Sehingga  dapat digunakan untuk kemaslahatan.
d) Dapat dikuasai manusia
Transplantdapat diberikan atau ditahan. Organ yang telah diambil atau  organ  orang  yang  meninggal,  jelas  dan  pasti  dapat  dikuasai oleh orang yang hidup
e) Dapat disimpan
Spesialis penyakit dalam RSU dr. Soetomo, Pranawa mengatakan, secara  normal  ginjal  hanya  dapat  bertahan  selama  20 menit,  di beberapa negara maju mampu mengawetkannya selama 30jam. Dengan  keterangan  tersebut  menunjukkan  bahwa  organ  dapat bertahan  atau  disimpan.  Walaupun  dalam  waktu  sebentar,  atau dengan kemajuan teknologi, organ dapat di awetkan dalam waktu yang  lama,  minimal  bisa  bertahan  selama  30  jam  sebagaimana telah disebutkan.
f) Dapat dipergunakan
Berkaitan  dengan  penggunaan  organ  ginjal,  Pranawa menyebutkan, tidak dianjurkan menggunakan ginjal yang tersimpan lebih dari 48 jam.
Berdasarkan  penjelasan  itu  maka  organ  dapat  digunakan  sesuai dengan hikmah hukum, untuk kemaslahatan.
Apabila transplant organ dan lainya dikaitkan dengan syarat Illat, maka:
1) sifat harus jelas, terdapat pada point a, b
2) sifat harus pasti, terdapat pada point d, e
3) sesuai dengan hikmah hukum, terdapat pada point c, f
4)  terdapat  pada  ashal dan  far’u,  sifat-sifat  transplant  ini  serupa  dengan yang terdapat pada harta.
Maka  yang  dapat  menjadi  Illat  hukum adalah  sifat  yang  terdapat  pada  transplant(organ dan lainnya) yaitu kebendaan atau disamakan  dengan benda, bernilai, dapat dikuasai,  dapat  disimpan  dan  dapat  dipergunakan.  Tetapi  karena  pembahasan  ini tentang organ maka jaringan, sel dan cairan tubuh ditinggalkan.
Berdasarkan  penentuan  Illat dengan  menggunakan  as  sabru  wat  taqsim, maka  yang  dikatakan  sebagai  far’u adalah  transplant yang  berupa  organ,  antara lain: jantung, ginjal, hati. Dengan demikian, pada permasalahan pewarisan transplant organ tubuh ada keserupaan antara tirkah harta dengan  transplantorgan tubuh, yakni serupa dalam hal; kebendaan dan seterusnya tersebut.
C.Hasil Istinbath Pewarisan Transplant Organ Tubuh
Setelah  dilakukan  penerapan  manhaj  qiyas  pada  transplant,  maka  didapati kesimpulan, bahwa yang menjadi ashal adalah beberapa ayat Quran dan Hadis yang menjadi Hukum ashal adalah “ibahatul maurits”, yang menjadi  Illat  hukumnya  adalah  sifat  kebendaan  dan  yang  menjadi  far’u  adalah organ yang berupa jantung, ginjal dan hati.



[1] Asjmuni  Abdurrahman,  dalam  Fathurrahman  Djamil,  Metode  Ijtihad  Majlis  Tarjih Muhammadiyah(Jakarta: Logos Publishing House, 1995), 41-2.

[2] Atabik  Ali  dan  Ahmad  Zuhdi Muhdlor,  Kamus Kontemporer (Cet.1;  Yogyakarta:  Yayasan  Ali Maksum, 1996), 1849.
[3] Abdul Wahhab Khallaf, ”Ilmu Ushulul Fiqh”, diterjemahkan Noer Iskandar al-Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer, Kaidah-kaidah Hukum Islam.(Cet. 1; Jakarta: Rajawali Press, 1989),
[4] Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah(Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putera, t.th.), 18.

[5] Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam(Jakarta: Kencana, 2004), 207.

[6] Hakim,Op. Cit., 9

[7] Ibid., 10.

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar: