Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Senin, 06 April 2015

Widgets

MIQAT BAGI JAMA’AH HAJI INDONESIA



MIQAT BAGI JAMA’AH HAJI INDONESIA


I.         Pendahuluan
     Masalah miqat  bagi jamaah haji Indonesia di zaman  modern ini  sangat banyak dipersoalkan karena ia termasuk  persoalan fiqih yang cukup besar sebab  ia berhubungan langsung dengan pembicaraan tentang haji dan umrah serta pelaksanaannya yang telah ditetapkan oleh syariah. Perbedaan pendapat muncul lantaran interpretasi yang beraneka ragam terhadap hadits dalam Shahih al-Bukhari. Masalah miqat ini sangat menarik untuk diketengahkan karena keberadaannya tidak dapat terlepas dari sahnya ibadah haji seseorang, karena hal ini disebabkan karena  tempat miqat haji terutama bagi masyarakat Indonesia pun selalu mengalami perkembangan dikarenakan adanya peraturan Pemerintah Indonesia tentang pengelompokan terbang calon jama'ah haji, sehingga para calon jama'ah haji terpusat di Mekkah atau di Madinah, tidak lagi dari pelabuhan laut Jeddah.      
   Jika para jama'ah calon haji beranjak dari pelabuhan laut Jeddah akan dimulai miqat dari Yalam-lam sesuai dengan miqat makani orang Yaman. Miqat zamani berkaitan dengan ihram, bagi orang yang melaksanakan haji Ifrad, haji Tamattu atau haji Qiran. Maka bagaimanakah hukum miqat haji  bagi jamaah di Indonesia mulai melaksanakan miqat, dimana tempatnya, kapan waktu mulai pelaksanaan miqat (memakai pakaian ihram ), apakah sesuai dengan pentunjuk dari rasulullah,  jika tidak sesuai miqatnya memenuhi syara’ apakah  hajinya sah atau tidak.  bagaimana pula hukumya serta pendapat-pendapat Ulama kekinian dan fatwa Majlis Ulama Indonesia
   I. Pembahasan
1.     Pengertian Miqot dan Macam-macam Miqot
            a.  Pengertian Miqot
Miqat berasal  dari akar kata ميقات yang secara harfiah berarti batas atau  garis [1] .  Menurut isilah Miqat adalah batas untuk memulai  yaitu kapan mulai melapazkan niat dengan maksud melintasi batas antara tanah biasa dengan tanah suci .
       Siapa saja yang akan melaksanakan ibadah haji atau umrah akan melaksanakan ihram untuk mengawali ibadah yang suci itu, sebagai syarat ihram adalah memulai ihram dari miqat. Mahmud Syaltut, menyebutkan  niat inilah yang dinamakan ihram, yang mempunyai dua lambang syi’ar pertama tampak dalam diam (inplisit) yakni menanggalkan pakaian yang berjahit, dan melepaskan diri dari kemewahan badani, yang kedua syi’ar yang terdengar diucapkan yaitu bacaan talbiyah. Maka yang paling penting adalah mengetahui miqat, sebagai tempat mulai berihram.[2]

a.      Macam-macam Miqot
1.      Miqot Makani
            Miqat makani adalah miqat yang berdasarkan peta atau batas tanah geografis, tempat seseorang harus mulai menggunakan pakaian Ihram untuk melintas batas tanah suci dan berniat hendak melaksanakan Ibadah Haji atau Umrah.
Miqat Makani adalah berdasarkan hadis nabi antara lain :
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم  وَقَّتَ لِأَهْلِ اَلْمَدِينَةِ: ذَا الْحُلَيْفَةِ,وَلِأَهْلِ اَلشَّامِ: اَلْجُحْفَةَ, وَلِأَهْلِ نَجْدٍ: قَرْنَ اَلْمَنَازِلِ, وَلِأَهْلِ اَلْيَمَنِ: يَلَمْلَمَ, هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ اَلْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ, وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ, حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّة
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah menetapkan miqat untuk penduduk Madinah: Dzul Khulaifah, Penduduk Syam: Al-Juhfah, penduduk Nejed: Qarnul Manazil, Penduduk Yaman,Yalamlam. Miqat-miqat itu untuk mereka dari negeri-negeri tersebut dan untuk mereka yang melewatinya dari negeri-negeri lain yang ingin menunaikan haji dan umrah. Adapun bagi orang-orang selain itu maka miqatnya dari tempat yang ia kehendaki, sehingga penduduk Mekkah miqatnya dari Mekkah." Muttafaq Alaihi.[3]
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَقَّتَ لِأَهْل
اَلْعِرَاقِ ذَاتَ عِرْقٍ )رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَوَالنَّسَائ
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menentukan miqat bagi penduduk Iraq di Dzat Iraq. ( HR Abu Dawud dan Nasa'I )
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الل عليه وسلم وَقَّتَ لِأَهْلِ اَلْمَشْرِقِ: اَلْعَقِيقَ وَعِنْدَ أَحْمَدَ,
                                                                                               وَأَبِي دَاوُدَ, وَاَلتِّرْمِذِيّ
 dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu  bahwa  Nabi  Shallallaahu 'alaihi wa Sallam   menetapkan  al-'Aqiqi   sebagai  miqat   penduduk   dari    timur.               ( HR. Ahmad, Abu Dawud , dan Tirmidzi)
Miqat haji yang telah ditetapkan oleh rasulullah berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas adalah :
1. Bier Ali (disebut juga Zulhulayfah), letaknya sekitar 12 km dari   Madinah, merupakan miqat bagi orang yang datang dari arah Madinah.
2. Al-Juhfah, suatu tempat yang terletak antara Mekah dan Madinah,   sekitar 187 km dari Mekah, dan merupakan miqat bagi jama’ah yang datang dari Syam (Suriah), Mesir dan Maroko atau yang searah. Setelah hilangnya ciri – ciri Al-juhfah, miqat ini diganti dengan miqat lainnya yakni Rabigh, yang berjarak 204 km dari Mekah.
3. Yalamlam, sebuah bukit di sebelah selatan 54 km dari Mekah, merupakan miqat bagi jama’ah yang datang dari arah Yaman dan Asia.
4. Qarnul Manazil, sebuah bukit di sebelah Timur 94 km dari Mekah.
5. Zatu Irqin, suatu tempat Miqat yang terletak di sebelah utara Mekah, berjarak 94 km dari Mekah, merupakan miqat bagi jama’ah dari Iraq dan yang searah.
Gambar / Peta tempat miqat makani
 Peta tempat miqat unutk Haji
     Semua Miqat ditetapkan langsung oleh Nabi sebagaimana disebutkan disebutkan dalam hadis-hadis Bukhari, Muslim dll.Namun untuk miqat Zatu Irqin terdapat dua riwayat. Menurut Bukhari miqat ini ditetapkan oleh Umar bin Khatab, sedangkan menurut riwayat Abu Daud miqat ini ditetapkan oleh Rasulullah. Sebuah Miqat yang berlaku bagi orang-orang yang berdomisili didaerah itu dan lainnya yang dalam perjalanannya di Mekah melalui tempat itu. Bagi penduduk Mekah maka tempat ia mulai Ihram adalah pintu rumahnya.                                                              
 2. Miqat Zamani
Miqat Zamani adalah yang berhubungan dengan batas waktu, yaitu kapan atau pada tanggal dan bulan apa hitungan Haji itu ?. Miqat Zamani disebut dalam Al-Qur’an
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّوَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.[4]
Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya baik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal[5]
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya : (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.[6]
 Ayat pertama menjelaskan kedudukan bulan sabit sebagai tanda waktu bagi manusia dan Miqat bagi jama’ah haji.Ayat kedua menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan Bulan – Bulan Haji atau waktu haji adalah beberapa bulan tertentu.
Para Ulama sepakat bahwa bulan yang dimaksud adalah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijah.Yaitu mulai dari tanggal 1 syawal s/d 10 Zulhijah.yang jumlah keseluruhannya adalah 69 hari. akan tetapi untuk bulan Zulhijah masih ada perbedaan pendapat apakah seluruh atau sebagian saja.
2.         MIQAT BAGI JAMA’AH HAJI INDONESIA
a.      Pelaksanaan Miqat Haji Indonesia Zaman Modren              
         Dalam membicarakan tempat miqat haji Indonesia di zaman modern ini, akan tetap terkait dengan pembicaraan tentang haji dan umrah serta pelaksanaannya, yang telah ditetapkan oleh syariah dan bersesuaian dengan pendapat ahli fiqh dimasa lampau dan diadakan perpadanan pendapat mereka dengan situasi dan kondisi masa kini.
Berdasarkan Ayat al-Qur’an Surah Ali Imran: 96-97 maka ibadah haji itu adalah untuk mengerjakan thawaf, sa 'i. Wuquf di Arafah dan ibadah yang lainnya keridhaanNya. Ibadah ini diwajibkan bagi orang-orang yang bersanggupan untuk pelaksanakannya. Menurut Hadist Rasullul-lah dan kitab-kitab fiqh, ibadah haji termasuk pada rukun Islam yang kelima setelah  Syahadat, Shalat, Puasa dan Zakat. Pelaksanaan ibadah haji mempunyai peraturan tertentu yaitu dengan adanya syarat sah haji yang berkaitan dengan pelaksanaannya secara langsung di tanah suci. Dalam melaksanakan ibadah haji, setiap orang harus mengetahui di mana tempat miqat dan waktu miqat, yang dalam fiqh disebut miqat makani dan miqat  zamani.
        Masalah miqat ini sangat menarik untuk dibicarakan karena keberadaannya tidak dapat terlepas dari sahnya ibadah haji seseorang, Dalam Perjalanan waktu tempat miqat haji bagi masyarakat Indonesia pun mengalami perkembangan dikarenakan adanya peraturan Pemerintah Indonesia tentang pengelompokan terbang calon jama'ah haji, sehingga para calon jama'ah haji terpusat di Mekkah atau di Madinah, tidak lagi dari pelabuhan laut Jeddah. Jika para jama'ah calon haji beranjak dari pelabuhan laut Jeddah akan dimulai miqat dari Yalam-lam sesuai dengan miqat makani orang Yaman.Sedangkan  Miqat zamani berkaitan dengan ihram, bagi orang yang melaksanakan haji Ifrad, haji Tamattu atau haji Qiran yang juga harus sesuai dengan tuntunan syar’i.
          Yang dimaksud dengan miqat haji bagi jamaah haji indonesia adalah adalah miqat makani atau miqat zamani yang berlaku atau dilaksanakan oleh jama'ah haji Indonesia pada masa sekarang ini. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya ibadah haji dan umrah adalah masalah syar'i yang tidak dapat dirubah dari sisi kewajiban haji bagi setiap kaum muslimin yang mampu, tetapi cara melaksanakannya berkembang sesuai dengan masa dan sesuai dengan pendapat-pendapat para fuqaha berdasarkan dalil Al-Quran dan Hadist Rasul.
            Sejak tahun 1973, jama'ah haji dari Indonesia tidak lagi menggunakan transportasi laut, untuk berangkat menunaikan haji ke tanah suci Mekkah, tetapi mereka telah menggunakan transportasi udara, maka dengan sendirinya peraturan ihram bagi jama' ah haji itupun mengalami perbedaan dari masa-masa sebelumnya. Ketika menggunkaan transportasi kapal laut para jama'ah calon haji berangkat dari tanah air lebih awal sekitar tiga bulan disisakan untuk perjalanan kemudian waktu perjalanan dan dipersingkat lagi. Namun diperkirakan mereka sampai di tanah suci pada bulan Syawal, kapal yang mereka tumpangi akan melalui lokasi yang setentang dengan bukit Yalam-lam berjarak ±94 Km dari kota Mekkah [7]
            Setelah pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberangkatkan calon hajinya dengan udara maka para calon haji tidak lagi melaui daerah Yalam-lam, karena ada dua gelombang pemberangkatan. Gelombang pertama terdiri dari beberapa kelompok terbang dari berbagai daerah setelah sampai di Jeddah (lapangan udara) King Abdul Aziz kemudian di berangkatkan ke Madinah, maka miqat makaninya sama dengan penduduk Madinah yaitu di Dzul Khulaifah (Biz’ali), berjarak 464 Km dari Mekkah.[8]
Yalam-lam merupakan miqat bagi orang-orang di arab Yaman, berjarak ± 94 Km dari Mekkah. Daerah ini juga menjadi miqat makani jama'ah dari Hindia, Hadramaut dan malaysia, Indonesia (baik yang pakai pesawat maupun kapal laut dan tidak berziarah ke Medinah terlebih dahulu, tetapi ada juga yang mengatakan miqat haji orang Indonesia itu, baik yang memakai transportasi udara atau laut) yang langsung ke Mekkah, miqatnya adalah Jeddah ± 73 dari Mekkah.
Pada umumnya jama'ah haji Indonesia melaksanakan haji Tamattu sehingga miqat makaninya sebagai berikut:
a. Rombongan/gelombang pertama, yang melalui Medinah, ihram umrahnya di Bir-Ali dan ihram hajinya untuk wuquf di (Arafah) yakni tempat penginapan masing-masing di Mekkah
b.   Rombongan kedua, yang langsung ke Mekkah maka ihram umrahnya di Yalam-lam atau di Jeddah, dan ihram hajinya untuk wukuf di Arafah , mereka berihram dari maktab-maktab mereka di Mekkah.
          Adapun miqat makani bagi jama' ah haji Indonesia sesuai dengan ketetapan dengan Artinya: “Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi...(QS, 2:197)  Didukung dengan dalil Hadist, Rasulullah : Artinya: dari Ibn Umar, Bulan haji itu ialah bulan Syawal, Zulqaidah dan sepuluh hari Zulhijjah" (Hadist diriwayatkan Oleh Bukhari).
Ibnu Rusdy menghimpun pendapat ahli fiqh tentang miat makani ini sebagai berikut : Ibn Malik berpendapat  bahwa Syawal, Zulqaidah, Zulhijjah adalah masa berhaji  termasuk miqat makani. Imam Syafi'i menyatakan hanya bulan Syawal, zulqaidah dan 9 zdulhijjah saja. Sedangkan Abu Hanafiah menyatakan 2 bulan dan 10 Zulhijjah. Pendapat Syafi'i ini melihat dari segi masa terakhir untuk melaksanakan wajib haji, kemudian pendapat Maliki dan Hanafi ini adalah dari sisi sahnya thawaf ifadhah  dan umrah di akhir bulan Zulhijjah [9]
        Dari Hadist Rasullulah tentang Aisyah, maka miqat zamani bagi jama'ah Indonesia masih dalam konteks ketetapan ulama Fiqh ini, tetapi disesuaikan dengan tanggal kedatangan jama'ah dari Indonesia dan kepulangan mereka dari Mekkah.Misalkan rombongan kloter pertama sampai sekian (dari gelombang pemberangkatan pertama), tiba di Jeddah dan berangkat ke Medinah pada tanggal 1 Zulqaidah maka mereka berdiam selama 10 hari di Madinah kemudian pada tanggal 11 Zulqaidah mereka  menuju Mekkah dengan terlebih dahulu memakai pakaian ihram lengkap, diperingatkan untuk berniat ihram dari rumah hal dilakukan hanya untuk memelihara diri dari kelupaan atau sekedar ikhtiath  untuk  berkumpul di miqat Bir' Ali, berniat ihram kembali di tempat ini, kemudian melanjutkan perjalanan ke Mekkah, melaksanakan umrah untuk hajj Tamattu. Setelah melaksanakan tahallul para jama'ah menugggu hari Tarwiyah guna melakukan ihram untuk haji.
            Bagi jama'ah haji Indonesia gelombang kloter kedua yang langsung ke Mekkah berihram umrah dari Jeddah. Jika mereka sampai di Mekkah pada tanggal 20 Zulqaidah maka miqat zamaninya dari hari itu sampai selesai mengerjakan haji yaitu tanggal 9 Zulhijjah. Penulis menguatkan miqat zamani tanggal 1 Syawal sampai 9 Zulhijjah karena tanggl 9 ini adalah masa terakhir seseorang untuk berniat ihram haji lalu wuquf di Arafah, dengan alasan haji itu adalah Arafah yang membedakanya dari pekerjaan (ibadah) umrah.  
b.      Pandangan Ulama Tentang Miqat Haji        
        Menurut Mazhab Zhahiri, bahwa ihram tidak boleh dimulai kecuali dari miqat-miqat yang telah disebutkan dalam hadis-hadis nabi Saw, lain halnya apabila ijma’ ulama mengubah ketentuan-ketentuan miqat-miqat tersebut [10]
          Dalam perkembangan selanjutnya para Fuqaha mempunyai pendapat yang berbeda mengenai tempat ini, juga mengenai miqat orang-orang yang tidak melewati tempat miqat yang telah menjalani konsensus semula, begitu pula tentang memulai niat ihram dan mula berpakaian ihram.
             Jumhur ulama fiqh berpendapat bahwa orang Iraq tempat miqatnya di Zdati- Irqi, Imam Syafi'i dan Stawri berpendapat bagi mereka itu, tempat miqatnya di Zdati I-Irqi dan Aqiq, sesuai dengan keterangan Umar Ibn Abas.
Aisyah dan Jumhur ulama berpendapat, bahwa jika seseorang melewati tempat miqat tanpa berniat, sedangkan pada waktu itu dia akan melaksanakan ihram, maka dia wajib membayar dam, meskipun setelah ingat ia kembali ke tempat miqat lalu berniat ihram, dia tetap juga membayar dam.
               Menurut pendapat Imam Syafi'i jika dia kembali ke tempat semula (miqat) maka gugurlan kewajiban membayar dam. Sedangkan sekelompok orang berpendapat bahwa seseorang tadi jika ia tidak kembali ke miqat maka tidaklah sah hajinya[11]
       Didalam kitab Ahkam disebutkan jika seseorang yang terlupa kemudian dia kembali ke miqat maka hanya pada umrah saja yang dibolehkan. Para ulama Fiqh berpendapat, jika rumah seseorang itu lebih dekat ke Mekkah, dari tempat miqatnya berniatnya sendiri. Imam Malik, Ishaq dan ahmad berpendapat orang yang demikian ini itu mendapatkan rukhsah tetapi miqat pada tempat-tempat yang telah ditentukan itu akan lebih baik,  Ibnu Abbas dan Ibn Umar Ra dan In mas'ud Azzahiry menyatakan tidak boleh miqat kecuali dari tempat miqat yang ditentukan, Bagi penduduk yang berada di tanah haram, maka berihram dari tanah haram sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh jabir.
Artinya: “Bahwasanya Aisyah-haidh semua upacara haji telah dilakukannya, hanya iatidak tawaf di Baitulah. Tatkala ia telah suci dan Tawaf katanya" ya Rasullulah, apakah kamu sekalian akan pergi dengan membawa haji atau umrah sedangkan saya hanya membawa haji saja?" maka Nabi pun menyuruh Abdurrahman bin Abu Bakar agar membawanya ke Tan'im, hingga Aisyah pun melakukan umrah setelah haji di bulan Dzulhijjah".
c.       Pandangan Ulama Tentang Miqot Haji Indonesia
Terdapat beberapa pendapat para ulama yang membolehkan melaksanakan miqat seperti yang dilakukan oleh jamaah haji Indonesia  antara lain :
1.      Pendapat Ibnu Hajar pengarang Kitab "Tuhfah" memfatwakan bahwa Jama’ah Haji yang datang dari arah Yaman boleh memulai ihram setelah tiba di Jeddah karena jarak Jeddah-Makkah sama dengan jarak Yalamlam-Makkah. An-Naswyili Mufti Makkah dan lain-lain sepakat dengan Ibnu Hajar [12] 
2.      Menurut mazhab Maliki dan Hanafi, jama’ah haji yang melakukan dua miqat memenuhi ihramnya dari miqat kedua tanpa membayar dam[13]
3.      Menurut Ibnu Hazm, jamaah haji yang tidak melalui salah satu miqat boleh ihram dari mana dia suka, baik di darat maupun di laut .[14]
4.      Patwa  Majelis Ulama Indonesia (MUI)
a.       Jamaah Haji Indonesia baik melalui laut atu udara boleh memulai ihramnya dari jeddah tampa wajib membayar dam.
b.      Jamaah Haji Indonesia yang akan meneruskan perjalanan lebih dahulu ke Madinah akan memulai ihramnya dari Zulhulaifah (Bir Ali ).[15]
c.       Pelabuhan Udara King Abdul Aziz juga sah sebagai miqat.
d.      Jarak antara pelabuhan king Abdul Aziz Jeddah dengan Makkah telah melampaui 2 (dua) marhalah. Kebolehan berihram darinjarak seperti itu telah disepakati oleh para ulama.
e.       Boleh melakukan ihram sebelum miqat [16]








III. Kesimpulan        

             Miqat berasal  dari akar kata ميقات yang secara harfiah berarti batas atau garis.  Miqat adalah batas untuk memulai atau berhenti yaitu kapan mulai melapazkan niat dengan maksud melintasi batas antara tanah biasa dengan tanah suci dan batas bagi dimulainya ibadah haji (batas-batas yang telah ditetapkan.    
            Berdasarkan hadis Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah menetapkan miqat untuk penduduk Madinah: Dzul Khulaifah, Penduduk Syam: Al-Juhfah, penduduk Nejed: Qarnul Manazil, Penduduk Yaman,Yalamlam. Miqat-miqat itu untuk mereka dari negeri-negeri tersebut dan untuk mereka yang melewatinya dari negeri-negeri lain yang ingin menunaikan haji dan umrah. Adapun bagi orang-orang selain itu maka miqatnya dari tempat yang ia kehendaki, sehingga penduduk Mekkah miqatnya dari Mekkah.    
              Pendapat Ibnu Hajar pengarang Kitab "Tuhfah" memfatwakan bahwa Jama’ah Haji yang datang dari arah Yaman boleh memulai ihram setelah tiba di Jeddah karena jarak Jeddah-Makkah sama dengan jarak Yalamlam-Makkah. An-Naswyili Mufti Makkah dan lain-lain sepakat dengan Ibnu Hajar, sedangkan menurut mazhab Maliki dan Hanafi, jama’ah haji yang melakukan dua miqat memenuhi ihramnya dari miqat kedua tanpa membayar dam,  Menurut Ibnu Hazm, jamaah haji yang tidak melalui salah satu miqat boleh ihram dari mana dia suka, baik di darat maupun di laut. 
           Miqat Jamaah Haji Indonesia berdasarkan Patwa  Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa Jamaah Haji Indonesia baik melalui laut atu udara boleh memulai ihramnya dari jeddah tampa wajib membayar dam. Jamaah Haji Indonesia yang akan meneruskan perjalanan lebih dahulu ke Madinah akan memulai ihramnya dari Zulhulaifah (Bir Ali  Pelabuhan Udara King Abdul Aziz juga sah sebagai miqat. Jarak antara pelabuhan king Abdul Aziz Jeddah dengan Makkah telah melampaui 2 (dua) marhalah. Kebolehan berihram dari jarak seperti itu telah disepakati oleh para ulama.











DAFTAR BACAAN
  AW. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Surabaya, Pustaka Progresif, cet 4, 1997
  Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta : CV. Pustaka Agung Harapan
  Drs. Aliy As’ad, Fathul Mu’in Jilid 1, Jakarta, Menara Qudus, 1979
  Abdul Rahman al-Jaziri Fiqih ala Mazahib al-Arba’ah, Kairo 1938
MatdawamNoor RM "Ibadah haji dan Umrah",CV. Bina Usaha Yogyakarta, 1984.
Qardhawi Yusuf, “Al-lbadah di AI-Islam", Jami'al Huquq mahfuzah, Bairut, 1979.
  Rasyd Sulaiman, " Al-Fiqh al-Islam", Sinar Barn AI-Gesindo, Bandung, 1994.
  Syaltut mahmud," Islam' Aqiqah wa Syari'ah" Daru al Qalam, mesir, 1966.
  Sabiq Sayyid," Fuqhu al-Sunnah" alih bahasa Mahyuddin syaf jilid 5, PT, Al-Ma'arif, Bandung, 1993.
 Rusyd Ibn " Bidayatu al-Mujtahid wa Nihayatu al-muqtashid"Pustaka AI-Ma'rif, Jakarta, tt
  Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia Sejak 1975, Jakarta: Penerbit  Air Erlangga, 2011, h. 135-136, 141,


















































                                                            






                                          



[1]. AW. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Surabaya, Pustaka Progresif, cet 4, 1997, h.1351
[2]. Saltut Mahmud, “Islam aqidah dan Syari’ah, Darul al-qalam, Mesir 1996, hal.181
[3]. Muhammad Fuad Abdul Baqi, Surabaya, PT Bina Ilmu, 2005, h. 375
[4]. Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta : CV. Pustaka Agung Harapan,h.36
[5]. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, H.3
[6]. Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya h.38
[7] . Matdawan Noor H.M. “Ibadah haji dan Umrah” CV Bina Usaha, Yogyakarta, 1993,Yogyakarta , 78
[8] . Matdawan Noor H.M. “Ibadah haji dan Umrah, 85
[9] . Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jilid , h. 180
[10] Rusyd. Ibn, “Bidayatul al-mujtahid wa Nihayatu al-Muqtasyid”, Al-Ma’arif, Bairut,
juz 2  hal, 78

[11] . .Rusyd Ibn “Bidayatu al-Mujtahid wa nihayatu al-Ma’arif, Bairut, tt, hal.237
12. Drs. Aliy As’ad, Fathul Mu’in Jilid 1, Jakarta, Menara Qudus, 1979, h.303
[13] Abdul Rahman al-Jaziri Fiqih ala Mazahib al-Arba’ah, Kairo 1938m M, h. 640
[14] . Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, jilid I, PT. Al_Ma’arid, Bandung 1993 h. 658
[15] . Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia Sejak 1975, Jakarta: Penerbit  Air Erlangga, 2011, h. 135-136, 141,
[16] . Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia Sejak 1975, h . 175

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

2 komentar:

  1. kata2 jangan di bolak balik atau di ulang2.... Coba agak lebih di perbaiki supaya orang yg belum mengerti tentang haji bisa paham.

    BalasHapus