Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Rabu, 28 Oktober 2015

Widgets

DINASTI FATHIMIAH DI AFRIKA



A.     Pendahuluan
Dinasti Fatimiah merupakan sebuah dinasti yang didirikan di benua Afrika pada penghujung tahun 200 Hijriah atau sekitar tahun 910 Masehi, dinasti ini berpahaman syiah, dari permulaan pembentukannya dinasti ini bertujuan untuk menjalankan ideologi syiah dan ingin melepaskan diri dari kekuasaan Daulah Abbasyiah di Baghdad yang berideologi Sunnah.
Kondisi politik dunia Islam ketika Dinasti Fatimiah didirikan agak sedikit tidak terkendali, hal ini bisa di lihat dengan munculnya banyak dinasti-dinasti kecil di berbagai belahan dunia baik di timur dan barat Baghdad. Dinataranya Dinasti Tahiri (200 H-259 H / 820 M-872 M), Dinasti Safari (254 H-289 H / 867 M-903 M), Dinasti Samani (261 H-389 H / 874 M-999 M), Dinasti Ghazwani, di barat Baghdad ada Dinasti Idrisi di Maroko (172 H-375 H / 788 M-985 M), Dinasti Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M), Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H / 868 M-967 M), Dinasti Ikhsyidi (323 H- 357 H / 934 M-967 M), Dinasti Hamdaniah (317 H – 399 H / 929 M – 1009 M).  
 Pada akhir tahun 200 Hijriah negara dunia Islam di pimpin oleh 3 khalifah besar yaitu Khalifah Abbasyiah di Baghdad, Khalifah Umawiyah di Qurdova Spanyol dan khalifah Fatimiah di Mesir, kondisi seperti ini membuat Daulah Islamiyah agak lemah, hal ini terlihat kaum Salib telah merebut beberapa negara Islam seperti Palestina pada sekitar tahun 450 H.
Ketika Dinasti Buwaih (320 H – 447 H / 932 M – 1055 M) menguasai Baghdad maka Daulah Fatimiah di Maroko semakin kuat bahkan mereka berkeinginan untuk menaklukan Mesir, hal ini di karenakan keluarga istana Buwaih lebih cenderung ke ideologi syiah dan menganggap bani Abbas telah merebut jabatan kekhalifahan dari tangan mereka.
Semenjak dilantik Bani Umaiyah sebagai khalifah kemudian di ikuti dengan Bani Abbas maka banyak sekali pengikut syiah berlarian ketimur, barat dan ke berbagai negara Islam untuk menyelamat diri dari hal-hal yang tidak diinginkan, sebahagiannya mereka pergi ke Maroko, Mesir dan menetap disana.
Setelah lama menetap di negara pelariannya, kaum Syiah mulai meyebarkan pengaruhnya melalui ideologi yang mereka bawa, sehingga mereka mempunyai kumpulan tersendiri sebagaimana penduduk tempatan yang kebanyakannya kaum Sunni. Di Maroko kumpulan ini di kenal dengan Idrisiah yang kemudiannya berhasil mendirikan Daulah Idrisiah (175H – 375H / 792 M – 889 M). Namun mereka tidak menamakan pemimpinnya sebagai Khalifah.
BLatar Belakang Berdirinya Daulah Fathimiyah Di Afrika Utara dan Mesir.
            Berdirinya dinasti Fatimiyah bermula pada masa menjelang akhir abad ke 10, pada masa itu dinasti Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan daerah kekuasaannya yang luas tidak lagi terkoordinir, hal ini telah membuka peluang bagi dinastti-dinasti kecil di berbagai daerah. Gubernur dan Sultannya memiliki tentara tersendiri, pada masa itu telah muncul pemberontakan dari kelompok yang merasa tertindas pada masa pemerintahan Abbasiyah serta membuka peluang bagi kelompok syi’ah untuk melakukan kegiatan politik.[1]
            Pada tahun 860 M kelompok syi’ah pindah kedaerah Salamiyah di Syiria dan di sanalah mereka membuat suatu kekuatan dan membuat pergerakan propagandis dengan tokohnya yang terkenal bernama Said ibnu Husein dan secara rahasia menyusupkan utusan-utusannya keberbagai daerah muslim terutama Afrika dan Mesir dalam rangka menyebarkan islami kepada rakyat.[2]
            Orang-orang Fatimiyah disebut juga kaum Alawi  yang dihubungkan dengan keturunan Ali bin Abi Thalib. Ubaiddilah al-Mahdi sebagai pendiri daulah Fathimiyah yang mempunyai silsilah keturunan yang berasal dari Ali bin Abi Thalib seperti halnya imam-imam Syi’ah.[3]
            Dinasti Fathimiyah merupakan khalifah beraliran Syi’ah yang berkuasa di Mesir pada tahun 297 H atau 909 M sampai tahun 571 H atau 1171 M selama lebih kurang 262 tahun. Adapun para penguasa pada waktu itu adalah:
1.    Abu Muhammad Abdullah (Ubaidillah) al-Mahdi bi,lah  297-322 H  (909-934M)
2.    Abu Al- Qasim Muhammad Al-Qa’im bin Amr Allah al-Mahdi Ubaiddilah  322-334        H (934-936 M)
3.    Abu Zahir Isma’il al-Mansur bi-llah 334-341 H (946-953 M)
4.    Abu Tamim al-Mu’izz li-Dillah 341-365 H (953-975 M)
5.    Abu Mansur Nizar al-Aziz 365-386 H (975-996 M)
6.    Abu Ali al-Mansur al-Hakim bin Amrullah 386-411 H (996-1021 M)
7.    Abu al-Hasan Ali al-Tahir li-I’zzah Dinillah (1021-1036)
8.    Abu Tamim Ma’dadd al-Muntansir bi-llah (1036-1094)
9.    Al-Musta’li bi-llah (1094-1101)
10. Abu Ali Mansur al-Amir bin Ahkamullah 495-524 H (1101-1130 M)
11. Abdu al-Majid al-Hafiz 524-544 H ( 1130-1149 M)
12.  Abu Mansur ismail Al-Dhafir 544-549 H (1149-1154 M)
13. Al-Faiz 549-555 H (1154-1160 M)
14. Abu Muhammad Abdullah al-Adhid 555-567 H (1160-1171 M).[4]
     Dinasti tersebut berdiri tahun 297-567 H/909-1171 M, semula di Afrika Utara kemudian di Mesir, Syiria, dinasti ini bersealiran Syi’ah Isma’iliyah dan pendirinya adalah Ubaidillah Al-Mahdi dari syiria ke Afrika Utara dan menisbatkan diri sebagai keturunan Fatimiyah binti Rasulullah, olehnya itu dinamakan dinasti Fathimiyah. Walaupun dikalangan sunni mereka meragukan asal-usulnya namun mereka menamakannya  Al- Ubaidillah sebagai pengganti dari Fathimiyyun.[5]
Dinasti Fathimiyah adalah satu-satunya dinasti syi’ah dalam sebagai tandingan penguasa muslim saat itu, penguasa di Baghdad yaitu dinasti Abbasiyah yang tidak mengakui kekhalifaan Fatimiyah sebagai keturunan Rasulullah karena bani Abbas merasa bahwa merekalah yang ahlulbait sesungguhnya.
Gerakan Dinasti Fathimiyah melalui era baru di Mesir pada zaman khalifah Al-Muiz putra dari Al-Mansur, penaklukan Mesir merupakan cita-cita terbesar gerakan espansi Al-Muiz, maka ketika Mesir dilanda kerusuhan yang serius pada tahun 968 M, sehingga Al-Muiz menyerang dan menaklukan Mesir dari kekuasaan dinasti Iksidiyah tanpa perlawanan,. Lalu Mesir masuk era baru di bawah pemerintahan Fathimiyah, dengan khalifah yang bergelar al-Muiz, dalam kekuasaannya sistem pemerintahan dibenahi dengan membagi- bagi wilayah propinsi dan mempercayakan kepada pejabat-pejabat yang cakap dan juga menertibkan bidang kemiliteran, industry dan perdagangan semua itu mengalami kemajuan yang pesat dan melakukan gerakan pembaharuan.[6]  
        Setelah khalifah Al-Muiz meninggal pada tahun 975 M, setelah memerintah selam 23 tahun lalu ia digantikan oleh anaknya yang bernama  al-Aziz yang dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan pemurah. Dibawah pemerintahannya, dinasti Fatimiyah mencapai puncak kejayaannya ditandai dengan kesejahteraan seluruh warga baik yang muslim maupun non muslim.  Pada masa pemerintahan Al-Aziz dinasti Fatimiyah mengalami kemajuan seluruh Syiriah dan Mesopotamia bisa ditaklukan dan tidak ada pemberontakan, ini disebabkan al-Aziz menjalin persahabatan dengan pemerintah lain di luar Mesir dengan cara saling bertukar duta dalam pemerintahan.
Dengan demikian kebijakan Al-Aziz pulalah yang menyebabkan kemunduran dinasti Fatimiyah yaitu dengan penarikan orang Turki dan Negro dari sebagian pasukan militer, yang menyebabkan persaingan antar ras dalam kemiliteran dan ditandai pula dengan pembunuhan pejabat-pejabat yang cakap tanpa alasan dan penyiksaan kepada rakyat non muslim serta pembakaran tempat ibadah umat Kristen dan yahudi serta menghancurkan makam yang di anggap suci oleh orang Kristen.
Khalifah Al-Aziz meninggal pada tahun  386 H/996 M lalu digantikan oleh putranya yang bernama al-Hakim yang masi berusia 11 tahun. Pada masa pemerintahan ini dibangun sebuah mesjid yang menjadi pusat ilmu pengetahuan sebagai sarana penyebar syi’ah yang di dalamnya terdapat perpustakaan.
            Pada priode selanjutnya Al-Hakim digantikan oleh Al-Dhafir yang berusia 16 tahun, dengan usia yang masih anak-anak ia menjadi boneka di tangan mentri-mentrinya. Pada masa pemerintahan al-Dhafiir ditandai dengan penderitaan rakyat karena kekurangan makanan dan harga barang yang tidak terjangkau karena adanya musibah banjir bukan karena penyiksaan yang dilakukan oleh khalifah.[7]
            Pemerintahan Al-Dhafir merupakan khalifah yang memberikan toleransi dan membina kembali perjanjian kepada Kaisar Romawi ditandai dengan di izinkannya kembali Constantie III membangun geraja di Yerussalem, namun khalifah memiliki kebiasaan-kebiasaan hidup santai dan banyak menikah. Kemudian al-Dhafir digantikan oleh putranya yang berusia 7 tahun yang bernama al-Mustansir dan pada waktu itu kekuasaan Fatimiyah mengalami kemunduran drastis diakibatkan perebutan jabatan mentri dalam istana dan munculnya  pemberontakan baik dalam pemerintahan maupun diluar pemerintahan sehingga pemerintah mengalami paceklik, kelaparan dan timbulnya wabah penyakit.
            Hal tersebut bisa diatasi dengan meminta bantuan kepada Gubernur Arce sehingga wabah tersebut dapat diatasi. Sepeninggalnya khalifah Al-Mustansir dinasti Fatimiyah betul-betul mengalami kemunduran baik dimasa pemerintahan Al-Musta’li hingga masa kekhalifaan Al-Afzal. Pada pemerintahan Al-Afzal berusaha mengembalikan kejayaan Fatimiyah namun tak berhasil tetapi dengan kesabaran dan sikap keadilan yang dimilikinya ia berhasil memerintah selam 50 tahun, akan tetapi Al-Afzal menjadi korban pembunuhan sehingga ia digantikan dengan kemenakannya yang bernam Al-Hafiz dan seterusnya khalifah Al-Dhafir, Al-Faiz dan Al-Azid tak ada yang dapat membangkitkan kembali kejayaan dinasti Fatimiyah yang dibangun oleh al-Mahdi.
B. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Daulah Fathimiyah 
      Sumbangan dinasti Fathimiyah terhadap peradaban islam sangat besar baik dalam sistem pemerintahan maupun dalam bidang keilmuwan. Pada masa kekuasaan Al-Aziz 975-996 M. Rakyat Mesir senantiasa dalam kedamaian dan kemakmuaran, karena keadilan serta murah hati sang khalifah. Al-Aziz adalah khalifah kelima yang berkuasa pada dinasti Fatimiyah dan merupakan khalifah pertama yang berkuasa di Mesir.
      Kemajuan yang terlihat pada masa kekhalifaan Al-Aziz yang bijaksana diantaranya:
1.      Bidang Pemerintahan
      Bentuk pemerintahan pada masa Fathimiyah merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dianggap sebagai pola baru dalam sejarah Mesir. Sistem pemerintahan khalifah merupakan pusat kebijakan dalam segala system pemerintahan seperti, pengangkatan para pejabat yang merupakan keputusan langsung dari khalifah.[8]
Menteri pada pemerintahan dibagi dalam dua kelompok yaitu:
a.  Menteri yang menangani bagian pemerintahan antara lain:
1.    Urusan tentara
2.    Perang
3.    Pegawai rumah tangga khalifah dan semua masalah yang menyangkut keamanan
b.  Menteri yang menangani kelompok sipil antara lain:
1.    Qadli yang berfungsi sebagai hakim dan direktur percetakan uang
2.    Ketua dakwah yang memimpin darul hikam
3.    Inspektur pasar yang membidangi bazar, pengawasan timbangan dan ukuran
4.    Bendaharawan negara yang membidangi baitul mall
5.    Wakil kepala urusan rumah tangga khalifah
6.    Qori yang membacakan Al-Qur’an bagi kahalifah kapan saja dibutuhkan.
2.  Bidang Pemikiran dan Filsafat
      Dalam menyebarkan tentang kesyiahhannya, dinasti Fatimiyah banyak menggunakan filsafat yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat Plato, Aritoteles dan ahli-ahli filsafat lainnya. Kelompok ahli filsafat yang paling terkenal pada masa dinasti Fatimiyah adalah Ikhwanu Shofa dalam filsafat lebih cendrung membela kelompok Syiah Ismailiyah dan mampu menyempurnakan pemikiran-pemikiran yang telah dikembangkan oleh golongan Mu’tazillah terutama dalam masalah yang berhubungan dengan ilmu, agama, pengembangan syariah dan filsafat Yunani.[9]
3. Bidang Politik
     Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Fathimiyah yang bersifat politis diantaranya:
1.    Pemindahan pusat pemerintahan dari Tunusia (Qairawan) ke Kairo (Mesir) adalah langkah strategis karena Mesir akan dijadikan pusat koordinasi denagn berbagai negara.
2.    Perluasan wilayah. Pada masa pemerintahan Al-Aziz telah menguasai  negeri Arab sebelah timur sampai laut Atlantik sebelah barat dan Asia kecil sebelah utara Naubah sebelah selatan.
3.    Pembentukan Wazir Tanfiz yang bertanggung jawab mengenai pembagian kekuasaan daerah.
4. Bidang Keilmuan dan Kesusastraan
      Ilmuan yang terkenal pada masa Fatimiyah adalah Yakub Ibnu Kilis yang berhasil membangun akademi keilmuan dan melahirkan ahli Fisika yang bernama Muhammad Al-Tamimi dan juga seorang ahli sejarah yaitu Muhammad Ibnu Yusuf Al-Kindi dan seorang ahli sastra yang muncul pada masa Fatimiyah dalah kitab Yatimah Ad-Dahri oleh Abu Mansur As-Sa’alabi, kitab Saqtu Azh-zhan, Al-Luzumiyat oleh Abu Ula Al-Makri dan Ibnu Zina adalah filosof terkenal diantara kitab dalam ilmu kedokterannya, logika dan Filsafat serat Al-Aziz yang berhasil membangun mesjid al-Azhar sebagai tempat pendidikan walaupn yang dimaksud untuk mengembangkan ideology mereka. Kemajuan yang paling menonjol dibidang keilmuan adalah pengembangan ilmu Astronomi oleh Ibnu Yunus, Ibnu Hasan dan Ibnu Hayam, karyanya tentang matematika dan astronomi, pada masa Al-Mansur terdapat perpustakaan yang di dalamnya berisi 200.000 buku dan 2400 illuminated al-Qur’an. 
5. Bidang Ekonomi dan Perdagangan
            Pada masa pemerintahan Dinasti Fathimiyah, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi yang mengungguli daerah-daerah lainnya dan hubungan dagang dengan dunia non muslim sangat baik dan dimasa ini banyak dihasilkan produk industri dan seni islam yang terbaik.
            Kemakmuran Mesir ini terjadi pada masa pemerintahan al-Aziz yang memiliki sifat dermawan dan tidak membedakan anatara Syi’ah, Sunni, Kristen dan agama lainnya, sehingga banyak da’i- da’i Sunni yang belajar ke Al-Azhar. Inilah salah satu bentuk kebijkan yang diambil oleh khalifah Fatimiyah dan imbasnya sangat besar terhadap kemakmuran dan kehidupan sosial masyarakat Mesir.
6. Bidang Kesenian  
Melahirkan beberapa orang yang pakar dalam syair seperti Ibnu Hani', Abu Abdullah Muhammad bin Abi Jarah, Abdul Wahab bin Nashir Al Maliki, Abu Abbas Ahmad bin Mufrij, Imarah Yamani, bidang prosa
melahirkan beberapa kitab terkenal seperti Al A'kdul Farid oleh Ibnu Abdi Rabbihi w. 328 H, kitab Al Aghani oleh Abi Al Faraj Al Ashfihani w. 356 H, Rasail oleh badi'uzzaman Al Hamzani w. 398 H. Bidang Sastra Kitab Yatimah Ad Dahri oleh Abu Manshur As Sa'alabi w.429H, kitab Saqthu Azh Zhand, Al Luzumiyat oleh Abu Ula Al Ma'kri w.449.
C. Faktor Kemunduran dan Kehancuran Daulah Fathimiyah
            Kemelut dalam lingkungan dinasti Fathimiyah muncul pada priode pemerintahan al-Mustansir 1035 M, kemelut ini tidak muncul seketika akan tetapi muncul sekitar tahun itu tetapi ada kemelut bibit- bibit sebelumnya
berawal dari pemerintahan al-Hakim karena adanya kekerasan dan pemaksaan dalam menganut ideology syi’ah kepada masyarakat mesir hingga pergantian khalifah berikutnya tidak dapat dipertahankan oleh dinasti Fathimiyah.
Adapun faktor-faktor  penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti Fatimiyah antara lain:
1. Ajaran Syi’ah tidak dapat diterima oleh kebanyakan umat Islam.
        Meskipun doktrin Ismailiyah yang dianut oleh Fathimiyah yang menekankan pada masalah keagamaan dan perkembangan ilmu pengetahuan, paham ini belum dapat diterima oleh sebahagian besar masyarakat islam yang kebanyakan paham Sunni, apa lagi sejak  kebangkitan Sunni, paham Syi’ah banyak ditinggalkan oleh masyarakat islam.
2. Pengusaan terhadap daerah-daerah Fathimiyah melemah
Dalam usaha ekspansi keluar daerah, Fathimiyah telah banyak mengalami kesuksesan. Walaupun Fatimiyah dapat menaklukan daerah-daerah tersebut, mereka tetap mengalami kesulitan untuk mengadakan pengawasan secara seksama di daerah Palestina dan Syiria. Fatimiyah tidak dapat menguasai secara penuh sehingga terjadi pemberontakan Qaramitha yang terus mengadakan perlawanan di Syiriah.
3. Konflik dalam tubuh militer
Tentara yang mula-mula menaklukan mesir kebanyakan terdiri dari orang-orang Berber. Setelah penaklukan Mesir dan pemerintahan khalifah Al-Aziz orang-orang Turki dan para Budak serta Negro direkrut menjadi tentara, hal ini menimbulkan konflik karena adanya fraksi dalam tubuh militer yakni tentara dari budak kulit hitam yang berasal dari Sudan yang tidak mau kalah dari pendahulunya. Kondisi khalifah yang lemah pada masa al-Aziz sebagai khalifah yang kelima sudah mulai terasa bahwa khalifah Fatimiyah sudah mulai melemah, hal ini pula diatandai dengan beberapa jabatan penting yang bukan dipegang oleh orang islam. Al-Hakim yang menggantikan al-Aziz memiliki watak yang lemah, ia berkuasa pada tahun 386-411 H/996-1021 M. Pada masa pemerintahannya ia mengadakan pemaksaan mazhab kepada masyarakatnya, sikap ini yang membuat masyarakat antipati dan kewibawaan khalifah menurun. Khalifah-khlifah Fatimiyah dijadikan boneka permainan para wazir ditambah lagi dengan terjadinya bencana wabah penyakit dan kelaparan, terjadi hama yang menyerang tanaman sehingga hasil panen mengal;ami kegagalan, karena melemahnya khalifah ia tidak dapat mengatasi semua ini. Namun khalifah  Al-Muntansir mengangkat Al-Badr Al-Jamili sebagai Wazir dan beliau berusaha memperbaiki tatanan social masyarakat Mesir dan dapat memberikan kemakmuran.
4. Hidup yang mewah dikalangan khalifah dan wazir. Khalifah Al-Aziz memiliki tempat tinggal yang sangat mewah untuk pribadi dan keluarganya, demikian juga kehidupan para khalifah pada akhir khalifah Fatimiyah mereka pada umumnya hidup dalam kemewahan.
5. Faktor Ekonomi
         Terjadinya musibah bencana kelaparan dan bencana alam yang menjadikan khalifah dalam kemerosotan, hal ini menyebabkan kemunduran dan kelemahan khalifah kurang dan menipisnya dana untuk memajukan dan menjalankan roda pemerintahan. Khalifah Fatimiyah yang terakhir adalah Al-Adid yang menggantikan khalifah sebelumnya yaitu Al-Qais yang mati terbunuh dan pada pemerintahan inilah terjadi persekongkolan dan penghianatan yang menyebabkan dinasti Fatimiyah di Mesir hancur.






















E. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Dinasti Fatimiyah adalah dinasti yang didirikan di Benua Afrika pada penghujung tahun 200 H atau sekitar tahun 909 M, yang bertujuan untuk menjalankan ideology Syi’ah yang ingin melepas diri dari kekuasaan Daulah Abbasiah di Baghdad.
  2. Puncak kejayaan Dinasti Fatimiyah pada masa kekuasaan al-Aziz tahun 975-996 M yaitu:
·         Bidang Pemerintahan
·         Bidang Pemikiran dan Filsafat
·         Bidang Politik
·         Bidang Keilmuan dan Kesusastraan
·         Bidang Ekonomi dan Perdagangan
·         Bidang Kesenian 
3.   Beberapa faktor penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti Fathimiyah   antara lain:
a.    Ajaran Syi’ah tidak banyak diterima oleh umat islam
b.    Penguasaan terhadap daerah-daerah dinasti Fatimiyah melemah
c.    Konflik dalam tubuh militer
d.    Faktor ekonomi, hidup yang mewah dikalangan khalifah dan wazir.











DAFTAR PUSTAKA

  1. Ajid Thohir, Perkembangan peradaban di kawasan Dunia Islam, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta 2004
  2.  Ensiklopedi Islam, PT. Ikrar Mandiri Persada. Jakarta, 2001
  3. G. E. Van Grunbaun, Clasical Islam History, Aldine Publishing Company. Chicago, 1974
  4. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Jogjakarta, 1989
  5. Ira M. Lapidos, Sejarah Sosial Umat Islam, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2000
  6. Munir Amir Samsul, Sejarah Peradaban Islam, CET. II: Jakarta. Amsah.2009
  7. Nasution Harun, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan      Cet. V, Jakarta. Universitas Indonesia, 1986. 
  8. Philip K Hitti, Histori Of Arab. Jakarta, 2006




[1] Ensiklopedi Islam, (Cet. Jakarta, PT. Ikrar Mandiri Abadi Persada, 2001) h.4
[2] Philip K, Hitti, Histori Of Arab (Cet. I, Jakarta, PT. Serambi Ilmu Sentosa, 2006) h.790 
[3] Ibid. h. 792
[4] Ira M. Lapidos, Sejarah Sosial Umat Islam (Cet. II, Jakarta, PT. Raja Grapindo Persada, 2000) h. 203
[5] G.E. Van Grunbbaum, Clasical Islam History (Chicago: Aldine Publishingh Company 1970) h. 114
[6] Drs. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Cet. II, Jakarta: Amzah, 2009). H. 254.

[7] Harun Naution. Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan. (Cet.V.Jakarta :   Universitas Indonesia, 1986).

[8] Philip K, Hitti.Op. Cit, h. 789
[9] Hasan Ibrahim hasan, Sejarah Kebudayaan Islam (Islamic History dan Culture), (Cet. I, Jogjakarta, 1989) h. 269

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar: