Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Jumat, 08 Juni 2018

Widgets

KEWAJIBAN ZAKAT PADA HARTA ANAK-ANAK




I.       Pendahuluan
Zakat  adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam,  yang wajib ditunaikan  manakala telah mencapai nisabnya. Kewajiban membayar zakat tersurat secara tegas baik dalam al-Qur’an maupun melalui sunnah rasul.  Zakat manakala dikelola dengan cara yang baik dan professional akan membawa dampak yang sangat baik  bagi kehidupan ummat, baik dalam kehidupan bermasyarakat, sosial, agama dan dalam bernegara. Zakat dapat menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas, sehingga dengan adanya zakat umat Islam sedikit banyak dapat  menghilangkan jarak antara si miskin dengan sikaya.
Dalam Islam harta yang wajib dizakati banyak ragamnya seperti zakat mal (harta),zakat fitrah, zakat hasil pertanian berupa zakat biji-bijian dan buah-buahan, zakat binatang ternak, zakat uang dan barang tambang,seperti emas dan perak.Dewasa ini seiring dengan perkembangannya, kajian seputar zakat mengalami perkembangan yang mengesankan seperti zakat profesi, zakat gaji PNS dan gaji Dokter. Dibeberapa Instansi pemerintah yang dipelapori oleh Kementerian agama zakat profesi sudah diwajibkan kepada setiap profesi (PNS) yaitu sebesar 2,5 % dari hasil penghasilannya.
Disamping itu diakhir-akhir ini timbul pula kajian terhadap kewajiban zakat bagi anak –anak yatim yang  telah ditinggalkan oleh orang tuanya, yang orang tuanya meninggalkan harta yang cukup banyak sehingga timbullah kajian apakah harta anak-anak tersebut wajib dizakati, ataukah harta tersebut tidak wajib dizakati lantaran mereka masih kecil yang belum dibebani beban . hukum. Karena masalah ini cukup penting dan banyak mengundang pertanyaan, maka dalam makalah ini penulis akan membahas bagaimana status hukum harta anak yatim yang ditinggalkan oleh orang tuanya ditinjau sudut pandang hukum Islam.
II.Pembahasan
A.    Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari kata  ذكا yang berartitumbuh, berkah, berkembang atau bertambah, dan biasa juga berarti suci atau bersih [1]
Secara terminology zakat adalah :
اخراج ما ل مخصو ص الشخص مخصو ص بشروط مخصو صة
Artinya : “ mengeluarkan / memberikan hak milik harta tertentu kepada orang yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula”.[2]
             Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat disebutkan bahwa :“Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha (Muzakki) untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (Mustahiq) sesuai dengan syariat ajaran Islam”.
Berdasarkan depenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa zakat adalah mengeluarkan sebahagian harta tertentu yang telah mencapai ketentuannya, yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya,  dengan maksud untuk dapat mensucikan menumbuhkembangkan harta yang dimiliki sesuai dengan ketentuan syara’
B.      Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Hukum zakat dalam al-Qur’an sangat tegas sebanding dengan tegasnya perintah melaksanakan sholat, puasa dan haji. Karena itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu..  Diantara dasar hukum zakat dalam al-Qur’an adalah :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya : Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (QS An-Nur 56).[3]
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan sucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah 103).[4]

C.  Syarat-syarat Wajib Zakat Mal (harta)
1.   Islam
Bagi orang yang berzakat wajib beragama Islam. Dan zakat itu adalah tidak wajib bagi orang kafir asli, dan adapun orang murtad, maka menurut pendapat yang shahih, bahwa harta bendanya di berhentikan (dibekukan dahulu), maka jika ia kembali ke agama Islam (seperti sedia kala), maka wajib baginya mengeluarkan zakat, dan jika tidak kembali lagi islam ,maka tidak wajib zakat.[5]
2.    Baligh dan berakal
Anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan membayar zakat, tetapi dibayarkan oleh wali yang menanggungnya. Begitu juga dengan anak yatim yang masih kecil.[6]
3.    Merdeka
Zakat itu tidak wajib bagi budak. Dan adapun budak muba’ah (budak yang separuh dirinya sudah merdeka), maka wajib baginya mengeluarkan zakat pada harta benda yang dia miliki, sebab sebagian dirinya merdeka.
4.     Milik Penuh (Milik Sempurna)
Harta yang dizakati tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain melaui cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
5.    Sudah mencapai 1 nishab
Harta yang dikenakan zakat tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat.Nishab adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat
D.  Cara Menghitung Nishab

Dalam menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama . Yaitu pada masalah yang bersangkut paut dengan nisab dan  apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat pada awal dan akhir tahun saja.Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami Syafi’i, mazhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dalam mengeluarkan zakatnya,  berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika sempurna nishab tersebut.[7].
Inilah pendapat yang rajih (paling kuat). Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishabnya. Maka terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan (pada tahun itu juga) hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkannya zakatnya.
Seandainya kurang dari satu tahun maka tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat.  Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.
E.  ZAKAT HARTA  ANAK YATIM
1.      Pengertian Anak yatim
Kata al-yatim diambil dari kata,-  يتمايتميتم - yaitu anak yang kematian bapak sebelum baligh. [8]
Adapun secara terminologis adalah seorang anak yang belum baligh yang ditinggal wafat oleh orang tuanya. Pengertian ini juga dijelaskan oleh Abu Mahmud bin Ahmad didalam kitan Tuhfah yatim yaitu :
هو من مات عنه أبوه دون الحلم
Artinya : anak yatim adalah anak yang ditinggal mati orang tuanya sebelum baligh.[9]
Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila:
1.        Ditinggal wafat ayahnya, adapun anak yang ditinggalwafat ibu atau   lainnya tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang ditinggalkan karena perceraian suami isteri
2.        Ditinggal wafat ayahnya ketika masih dibawah usia baligh atau dewasa dengan demikian bila ditinggal wafat ayahnya sesudah baligh tidaklah dapat dikatakan yatim.
F.  PENGERTIAN HARTA ANAK YATIM
Harta  adalah  sesuatu  yang  bermanfaat  yang  sangat  dibutuhkan  oleh manusia. [10] Konsep  harta  menurut  Al-Zarkasy  dalam  buku  Mata  Uang  Islami   adalah  apa  yang  dimanfaatkan,  yakni  untuk dimanfaatkan,  yaitu  berupa  benda  dan  manfaat.  Sedangkan  menurut  jumhur ulama   harta   adalah   setiap   sesuatu   yang   bernilai   di   antara   manusia   dan diwajibkan   perusaknya   untuk   mengganti,   dan   dibolehkan   oleh   syariat memanfaatkannya  pada  waktu  lapang  dan  tidak  darurat.  Dengan  demikian, sesuatu yang tidak ada nilainya di antara manusia tidak termasuk harta.
Sedangkan anak yatim adalah  : sesuatu  yang  bermanfaat  yang  dimiliki  oleh  orang  yang tidak mempunyai orang tua (bapak) yang merawat dan melindunginya.
G.KEDUDUKAN HARTA ANAK YATIM
Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk memiliki harta baik    banyak    atau    sedikit    dan    tidak    boleh    sewenang-wenang    dalam menggunakan  (memfungsikan)  hartanya  itu.  Kebebasan  untuk  memiliki  dan memanfaatkan hartanya adalah sebatas yang dibenarkan syara'. Manusia  harus  bisa  menjaga  dan  memanfaatkan  hartanya  yang  telah  diberikan  Allah  kepadanya  dengan  sebaik-baiknya.  Apalagi  kalau  harta  itu adalah harta anak yatim maka harus dijaga dan dipelihara dengan baik.  Harta anak yatim adalah harta yang diwariskan oleh orang tuanya, oleh karena itu Islam memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan terhadap mereka dan harta mereka.
Kedudukan  harta  anak  yatim  tidak  jauh  berbeda  dengan  kedudukan harta  dalam  Islam.  Harta  anak  yatim  juga  sangat  penting  dalam  kehidupan bagi anak yatim. Harta anak yatim itu bisa membawadampak   yang  buruk,apalagi jika wali yang memeliharanya tidak menjalankan sesuai dengan syari'at Islam.[11] Allah swt berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan  masuk kedalam api yang menyala-nyala.

Walaupun harta itu melimpah ruah, hendaklah jangan digunakan tidak pada tempatnya. Seperti membelanjakannya secara berlebihan dan menelantarkannya tidak bermanfaat. Allah menganjurkan kita agar bersikap lunak terhadap anak yatim, dan juga kita dianjurkan agar memeliharanya dan berbuat  baik kepadanya. Harta anak yatim merupakan kepunyaan  dia sendiri dimana tak seorang pun diizinkan untuk mengambilnya atau menghabiskannya tanpa ada manfaatnya. 

H. Pendapat Ulama Tentang Zakat Harta Anak Yatim
Dikalangan para ulama fiqih terdapat perbedaan pendapat terhadap harta anak yatim. Sebagian mereka berkata bahwa harta anak kecil dan orang gila tidak wajib dikeluarkan zakatnya,karena memang keduanya tidak mukallaf. Sementara sebagian ulama lainnya berpendapat bahwasanya harta anak yatim  dan orang yang gila wajib dikeluarkan zakatnya, karena zakat adalah hak harta maka tidak melihat siapa yang memiliki harta itu.
1. Golongan yang pertama mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu tidak wajib zakat baik secara mutlak atau sebagian harta saja. Diantara alasan-alasan yang mengatakan bahwa harta anak yatim tidak wajib dizakati antara lain adalah  :
a. Pendapat Abu Hanifah bahwasanya harta anak yatim itu tidak wajib zakat kecuali pada tanaman dan buah-buahan.
   Diriwayatkan dari Abu Ja’far al Baqir dan Sya’bi bahwasanya mereka berkata :
ليس في مال اليتيم زكاة
         Artinya : Tidak ada pada harta anak yatim itu zakat.[12]

Dalil-dalil pendapat pertama yaitu Abu Hanifah  yang mengatakan bahwa harta anak yatim itu tidak wajib zakat :
a. Allah SWT .telah  berfirman di dalam surah At-taubah ayat 103 yang berbunyi :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang kaya yang hikmahnya demi memsucikannya dari kotoran-kotoran dosa.Sedangkan anak yatim yang masih kecil belum mempunyai dosa.Jadi apa yang harus dibersihkan dari diri anak yatim dengan zakat itu.Hal ini menunjukkan bahwa anak yatim tidak wajib zakat.Rasulullah saw. bersabda :
عن علي رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يشب وعن المعتوه حتى يعقل[13]

Artinya : Diangkat qalam (tidak ditulis dosa) dari tiga orang, dari orang gila hingga dia sembuh, orang tidur hingga dia bangun, dan dari anak kecil sehingga dia berakal.


Dari hadis tersebut menerangkan bahwasanya pena ( hukum taklif ) tidak berlaku bagi tiga orang yaitu: orang yang tidur sampai ia bangun,dari anak kecil sampai ia dewasa dan dari orang gila sampai ia waras.Dari sini dapat dipahami bahwa  harta anak yatim tidak wajib zakat.Hal ini dikarenakan zakat itu adalah bagian dari hukum taklifi.Sedangkan anak yatim tidak termasuk dari  orang yang kena hukum taklifi. 
b.      Zakat itu ialah ibadah seperti halnya sholat,dan ibadah memerlukan niat. Sedangkan niat tidak sah bagi anak-anak.Jadi dari sini anak-anak tidak wajib zakat.
  2. Golongan yang kedua mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu wajib zakat mutlak seluruh harta. Pendapat ini telah dikemukakan  oleh Malik, Syafi’I dan Ahmad.
Dalil-dalil pendapat kedua yaitu Malik,Syafi’I dan Ahmad yang mengatakan   bahwa harta anak yatim itu wajib zakat :
1.      Adanya dalil aam (umum) yang menunjukkan wajib zakat bagi orang kaya baik dia dewasa atau anak-anak yaitu yang berbunyi :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Dari ayat ini Ibnu Hazm mengomentari bahwasanya ayat ini berbentuk umum sehingga mencakup semua baik dia orang berakal atau orang gila ataupun dia dewasa atau anak-anak.Karena mereka semuanya memerlukan kepada penyucian dan pembersihan dari Allah swt,dan karena mereka orang-orang yang beriman[14].
Dari sini dapat dipahami bahwa nabi memerintahkan pengasuh-pengasuh anak yatim atau wakilnya agar berbuat sesuatu yang mengembangkan kekayaan anak yatim dengan meniagakan dan memperlabakannya dan jangan membiarkannya jadi habis dan hancur dengan mendiamkannya dan menyedekahkannya.Kecuali menyedekahkannya atas sekedar kewajibannya saja.
Pendapat jumhur ini adalah pendapat yang paling rajih (kuat) dan lebih utama untuk diikuti. Selain karena dalil yang lebih kuat, juga yang paling banyak mendatangkan kemashlahatan bagi orang-orang fakir, melindungi harta dari intaian orang-orang yag membutuhkan, membersihkan jiwa, melatih akhlaq dan semangat berkorban untuk agama.
Ada beberapa dalil alasan yang dikemukakan oleh Jumhur ulama yang menunjukkan wajibnya zakat pada harta anak kecil:
Pertama : firman Allah Ta’ala:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan sucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah 103)
 firman Allah SWT pula:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya : Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” (QS. Al Ma’arij: 24-25).[15]
    Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan harta kepada hamba-hamba-Nya, dan memerintahkan untuk mengeluarkannya yang menjadi hak bagi faqir miskin, hal itu dimaksudkan untuk mensucikan dan membersihkan harta tersebut. Karena itu hukum mengeluarkan zakat tersebut adalah wajib, berdasarkan perintah yang terkandung dalam ayat tersebut.
Kedua : Hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dengan sanad dari Abu Bakar RA: “Inilah kewajiban zakat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW atas kaum muslimin.” Kata-kata “al Muslimin” adalah kata-kata umum, mencakup orang yang telah dewasa maupun yang belum, yang berakal maupun yang tidak, sementara itu ada suatu prinsip: Wa al-Ashlu baqa’ al-am ‘ala ‘umumihi ma lam yarid dalilun ‘an al-Syari’ bi takhshishihi, artinya: “Kata-kata umum tetap umum, selagi tidak ada dalil dari syari’ yang mentakhsishnya.”
Ad-Daruquthni dalam Sunannya , telah mengeluarkan dari Abdullah bin Umar RA, secara marfu’ sampai kepada Nabi SAW, bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa menjadi wali seorang anak yatim yang berharta, maka hendaklah ia memperdagangkannya bagi si yatim itu, dan jangan membiarkannya sampai termakan oleh zakat.”  Anak yatim adalah anak yang belum baligh telah ditinggal mati ayahnya.
Demikian pula Imam Asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala telah meriwayatkan dalam al-Umm, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Perdagangkanlah harta anak-anak yatim, sehingga tidak dimusnahkan atau dihabiskan oleh zakat.” Kesimpulan dari kedua hadits di atas menunjukkan bahwa apabila harta tidak diperdagangkan maka ia akan habis dan musnah karena zakat, dan hal itu karena mesti dikeluarkan zakatnya terus-terusan, sementara harta itu tidak dikembangkan. Dan mengeluarkan zakat dari harta anak kecil itu tak mungkin diperbolehkan, kalau bukan karena wajib. Sebab, walinya pun tidak boleh menyedekahkan harta anak kecil itu. Dengan demikian berarti menunjukkan wajibnya zakat pada harta anam yatim.
     Hadis Rasulullah SAW kepada Mu’adz tatkala beliau mengutusnya ke Yaman, “Beritahukanlah kepada mereka, bahwasannya Allah mewajibkan zakat harta mereka yang diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka.” (HR . Muttafaq alaihi). Dalam hadits tadi dijelaskan bahwa zakat diambil dari orang kaya tanpa memandang apakah dia sudah dewasa atau masih kanak-kanak.
Ketiga : Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Malik  dalam Muwaththa’nya  beliau meriwayatkan dari Umar RA, dia berkata: “Perdagangkanlah harta anak-anak yatim, niscaya ia tidak termakan oleh zakat.”  Sedang Imam Asy-Syafi’i dalam al-Ummnya juga meriwayatkan dari Umar, bahwa dia berkata kepada seseorang: “Sesungguhnya pada kita ada harta anak yatim yang cepat benar habis oleh zakat.[16].”  Kesimpulan dari kedua atsar ini pun sama dengan kesimpulan hadits tersebut di atas, bahkan ini didukung pula oleh apa yang telah diriwayatkan oleh Malik dari Abdur Rahman al-Qasim, dari ayahnya, dia berkata: “Aisyah ra pernah menjadi waliku bersama seorang saudaraku sebagai dua anak yatim dalam asuhannya, dia mengeluarkan zakat dari harta kami.[17]
Keempat  : Qiyas kepada Zakat Fitrah, karena ijma’ menetapkan wajibnya Zakat Fitrah atas anak-anak kecil dan orang-orang gila. Jadi, anak-anak dan gila tidak menghalangi wajibnya zakat Fitrah dari badan anak kecil dan orang gila, maka patut pula bila hal itu tidak menjadi penghalang bagi zakat harta masing-masing, manakala telah terpenuhi padanya syarat-syarat wajibnya zakat.
Kelima : Tujuan zakat adalah untuk menutupi kebutuhan para fakir dan membersihkan harta, dengan mengambil sebagian dari harta itu yang menjadi hak orang-orang yang patut menerimanya, tanpa memandang sifat pemiliknya, asal dia seorang muslim yang tunduk kepada peraturan Islam secara umum. Dengan demikian, kaitan zakat ialah dengan harta anak kecil maupun orang gila itu, bukan dengan orangnya, apalagi bila diingat bahwa harta mereka bisa saja berkenaan dengan hutang. Jadi, zakat pun sama dengan hutang, dengan alasan, masing-masing merupakan kewajiban yang berkenaan dengan harta.
Keenam: Zakat bukanlah ibadat badaniyah semata-mata sehingga harus diterapkan padanya syarat-syarat taklif, atau kewajibannya terpengaruh dengan kurangnya kepatutan si mukallaf, tetapi merupakan ibadat yang lebih cenderung kepada soal harta, di samping merupakan pemelihara bagi salah satu segi keseimbangan ekonomi, dan evaluasi menyeluruh bagi kecukupan. Oleh sebab itu semua pemilik harta harus sama ketundukannya kepada peraturan ini.
         Prof. DR. Wahbah Zuhaili berkata: “Pendapat ini (zakat atas harta anak kecil) lebih tepat karena padanya terdapat kemaslahatan bagi orang-orang fakir dalam memenuhi kebutuhan mereka disamping mensucikan jiwa dan melatihnya untuk berakhlak dermawan dan empati dengan orang lain.[18]. Syeikh Sayyid Sabik juga menjelaskan dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah bahwa zakat diwajibkan kepada setiap muslim yang merdeka (laki-laki atau perempuan; dewasa atau kanak-kanak) dan memiliki harta yang melebihi nishab.[19]
    Sebab perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama antara wajib zakat bagi anak yatim atau tidak  adalah berbedanya mereka dalam memahami konteks zakat itu sendiri.Apakah zakat itu merupakan bagian dari ibadah seperti ibadah sholat dan ibadah puasa ataukah zakat itu merupakan hak wajib bagi orang kaya yang dikeluarkan untuk  para fakir miskin. Maka ada yang berpendapat zakat itu adalah ibadah,dan ibadah memerlukan niat dan syarat ibadah adalah balig maka dari sini anak yatim tidak wajib zakat. Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu adalah hak wajib yang dikeluarkan jika dia kaya.

J.   Bantahan Terhadap Alasan Yang Mengatakan Bahwa Harta Anak Yatim  Tidak Wajib Zakat
Dalil-dalil yang di kemukakan oleh Abu Hanifah,  tergolong dalil yang tidak kuat atau lemah.Karena dalil-dalil itu dapat dibantah dengan beberapa hal berikut :
1.      Mengenai ayat Al Qur’an yang berbunyi :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Mereka mengatakan yang dimaksud dengan تطهير  di sana adalah mensucikannya dari dosa-dosa,sedangkan anak yatim tidak berdosa,jadi anak yatim terlepas dari ayat zakat tersebut.

Sebenarnya pengertian yang lebih tepat adalah pensucian itu tidaklah terbatas hanya pada dosa saja,tetapi meliputi pensucian akhlak dan jiwa supaya berkembang dengan baik dan melatih supaya selalu merasa kasih dan mau memberi bantun,dan ini termasuk ke dalamnya pensucian kekayaan.Jadi maksud dari “kau sucikan mereka” di atas berarti “kau sucikan kekayaan mereka”.

2. Mengenai hadis Nabi yang berbunyi :   
عن علي رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يشب وعن المعتوه حتى يعقل

Imam Nawawi berpendapat yang dimaksud dari hadis tersebut adalah Perangkatnya  dari dosa dan kewajiban  pada anak-anak dan orang gila.Memang mereka tidak berdosa dan mereka tidak wajib zakat tetapi yang wajib adalah mengeluarkan zakat dari kekayaan mereka.Dan yang wajib mengeluarkan itu adalah wali mereka.[20]
3.   Mereka mengatakan zakat tidak wajib bagi anak yatim karena zakat itu ibadah,dan ibadah memerlukan niat,dan niat tidak terdapat atau tidak sah bagi anak-anak.Memang benar zakat adalah ibadah tetapi zakat itu merupakan ibadah yang berbeda dari ibadah-ibadah lainnya yang mana hal ini didasari oleh sifat material sosialnya.zakat ialah ibadah yang memungkinkan berlakunya hukum perwakilan sehingga dapat dibayarkan melalui wakil.
Pendapat yang paling kuat dari kedua pendapat ini ialah pendapat yang kedua yaitu pendapat jumhur ulama yang mengatakan harta anak yatim itu wajib zakat,karena mempunyai landasan dalil yang sangat kuat.Dan inilah pendapatnya jumhur ulama dari sahabat dan tabi’in.
Fakta yang menunjukkan bahwa dalil mereka lebih kuat dari dalil pendapat pertama adalah sebagai berikut:
1.Kehadirannya dalil aam(umum) yang mencakup semua jenjang baik orang waras atau gila dan orang dewasa atau anak-anak adalah benar tanpa ada kelemahannya.Dan sesungguhnya Allah swt.telah mewajibkan dalam firman-Nya kepada orang-orang kaya untuk didermakan sebagian hartanya kepada orang-orang fakir atau miskin dengan tanpa menyebutkandi dalam firmanNya itu harus orang dewasa atau waras.Artinya tidak ada takshish dalam ayat tersebut.
2.Hadis yang diriwayatkan dari Syafi’i yang bersumber dari Yusuf  bin Mahak  yang mana telah memerintahkan agar kekayaan anak yatim diinvestasikan supaya tidak dimakan oleh zakat adalah hadis shohih yang sanadnya baik dan maksudnya jelas.Memang hadis itu mursal tetapi banyak riwayat-riwayat lain yang mendukungnya.
3.Apabila para sahabat seperti Umar,Ali,Aisyah,Ibnu Umar mempunyai pendapat yang sama dalam satu masalah yang sering terjadi dan banyak menyangkut bahaya yang bisa menimpa masyarakat karena banyaknya korban yang jatuh dan banyaknya anak-anak yang menjadi yatim,maka alasan-alasan yang mereka pakai tentang persoalan itu pastilah lebih tepat.Dan tidak sepantasnyalah orang yang sesudahnya mengenyampingkan pendapat mereka itu.Sehingga akhirnya kewajiban zakat bagi harta anak yatim itu adalah tepat.










III. Kesimpulan
            Anak yatim adalah  anak yang  belum baligh yang ditinggal mati oleh orang tuanya. Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila ditinggal wafat ayahnya, adapun anak yang ditinggalwafat ibu atau   lainnya tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang ditinggalkan karena perceraian suami isteri.     Harta  anak yatim adalah  : sesuatu  yang  bermanfaat  yang  dimiliki  oleh  orang anak  yang tidak mempunyai orang tua  yang merawat dan melindunginya.
Dikalangan para ulama fiqih terdapat perbedaan pendapat terhadap harta anak yatim. Sebagian mereka berkata bahwa harta anak yatim tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena memang keduanya tidak mukallaf. Sementara sebagian ulama lainnya berkata bahwa harta anak yatim wajib dikeluarkan zakatnya , karena zakat adalah hak harta maka tidak melihat siapa yang memiliki harta itu.
 Sebab perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama antara wajib zakat bagi anak yatim atau tidak  adalah berbedanya mereka dalam memahami konteks zakat itu sendiri.Apakah zakat itu merupakan bagian dari ibadah seperti ibadah sholat dan ibadah puasa ataukah zakat itu merupakan hak wajib bagi orang kaya yang dikeluarkan untuk  para fakir miskin. Maka ada yang berpendapat zakat itu adalah ibadah,dan ibadah memerlukan niat dan syarat ibadah adalah balig maka dari sini anak yatim tidak wajib zakat. Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwasanya harta anak yatim itu adalah hak wajib yang dikeluarkan jika dia kaya, tidak pandang apakah baligh atau tidak.
DAFTAR ISI
Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, Bairut :Dar Shadir,  Jilid 14, 1999
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘alaa Mazahib al-Arba’ah, Bairut : Dar al-Fikr, tth
Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta : PT.Sygma, 2009

Ahmad Sunarto, Terjemah Fat-hul Qorib,  Surabaya:  al- Hidayah,1991

Thahir, Ahmad Hamid Thahir,  Fiqih Sunnah. Surakarta : Ziyad Books.2008
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Kutub al-Araby, Bairut Lebanon.
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, Pt. Hidakarya Agung, 1990
Abu Muslim Mahmud bin Ahmad, Tuhfatul yatim, jilid 3

Ahmad  Hasan,  Mata  Uang  Islami,  Telah  Komprehensif,  Sistem  Keuangan  Islami, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2005

Muhammad  Saami,  Harta  dan  Kedudukannya  dalam  Islam,  Amar  Press,  1990

Salam Qosim,Al Amwal, Bairut Lebanon : Darul fikri,2003
M. Isa, Sunan al Tirmizi, Dar Ihya al-Turatsh, Bairut,  juz 4
Ibnu Hazm, Al Muhalla, Bairut Lebanon, Darul Fikri, juz 5 , 2000
Imam Asy-Syafi’i dalam al-Ummnya jilid , 2: 23-24
Yusuf Qardhowi, Fiqih Zakat, Bairuth Lebanon, 2002
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Kutub al-Araby, Bairut Lebanon.
Al Majmu’ Imam Nawawi, juz 5.
Wahbah Al-Zuhaiyli. Zakat Kajian Berbagai Mazhab.Bandung:PT Remaja Sdakarya.1997.
Mausu’ah al fiqhiyyah  al kuwaitiyah,dal al salasil,Mesir: 1427 H










[1] . Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, Bairut :Dar Shadir, 1999, Jilid 14, Cet ke-1 hal.358
[2] .. Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘alaa Mazahib al-Arba’ah, Bairut : Dar al-Fikr, tth, h.590

[3]. Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta : PT.Sygma, h.357
[4]. Ibid, h.203
[5] .Ahmad Sunarto, Terjemah Fat-hul Qorib,  Surabaya:  1991, Al-Hidayah. Hal : 241

[6] . Thahir, Ahmad Hamid Thahir,  Fiqih Sunnah. Surakarta : Ziyad Books.2008,  Hal: 113

[7] . Sayyid Sabiq,  Fiqh as-Sunnah 1, h. 468
[8] .Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, Pt. Hidakarya Agung, 1990, h. 508

[9] . Abu Muslim Mahmud bin Ahmad, Tuhfatul yatim, jilid 3 hal 1
[10].Ahmad  Hasan,  Mata  Uang  Islami,  Telah  Komprehensif,  Sistem  Keuangan  Islami, Jakarta; PT
Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 98


[11] . Muhammad  Saami,  Harta  dan  Kedudukannya  dalam  Islam,  Amar  Press,  1990, hlm. 66

[12] . Salam Qosim,Al Amwal, Bairut Lebanon : Darul fikri,2003,  hal .435
[13]. M. Isa, Sunan al Tirmizi, Dar Ihya al-Turatsh, Bairut,  juz 4 hal 32
[14] . Ibnu Hazm, Al Muhalla, Bairut Lebanon, Darul Fikri, 2000, juz 5 hal 201.

[15] .Op.sit. h.569
[16] . Imam Asy-Syafi’i dalam al-Ummnya jilid , 2: 23-24
[17] . Az-Zarqani ‘alal Muwaththa’: 2/325
[18] . Yusuf Qardhowi, Fiqih Zakat, Bairuth Lebanon, 2002 Jilid : 2 h.740
[19] . Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Dar al-Kutub al-Araby, Bairut Lebanon,  1/240
[20] . Al Majmu’ Imam Nawawi, juz 5,  hal. 330

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar: