Senin, 24 Agustus 2015
PERKEMBANGAN ILMU FIQH, TERBENTUKNYA MADZHAB DAN IMPLEMENTASINYA
Fiqh, apa fiqh itu ? Hampir semua orang tentu dapat
menjawabnya. Tak dapat dipungkiri bahwa kita setiap hari selalau berhubungan
dengan fiqh, mulai dari hal - hal yang paling kecil sampai hal – hal yang
menyangkut masalah internasional.
Dalam benak orang awam, fiqh mungkin hanya dianggap
berhubungan dengan sang pencipta saja. Padahal kenyataanya tidak seperti itu. Akan
tetapi fiqh juga berhubungan dengan hal – hal kemasyarakatan. Selain itu ada hal yang perlu kita ketahui, yakni fiqh juga
mempunyai sejarah perkembanganya mulai dari masa Rosulullah hingga sampai saat
ini. Permasalahan yang dibahaspun masih tergolong sederhana, dan dalm
pemecahanya tidak menuai banyak kendala.
Seiring dengan berubahnya zaman, perubahan fiqh kian
meluas. Di dalamnya mulai timbul permaslahan yang bermacam – macam hingga
melahirkan khilafiyah – khilafiyah di dalamnya yang berdampak besar bagi umat
islam.
Berangkat dari hal itu, kami disini mencoba untuk membahas
sedikit hal tentang sejarah perkembangan fiqh, sejarah munculnya madzhab dan dampaknya
dalam kehidupan masyarakat.
I.
Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh
1. Periode Risalah
Dimulai sejak kerasulan sampai wafatnya Nabi. Pada
periode ini penentuan hukum mutlak ditangan Nabi, sumber hukumnya adalah Qur’an
dan Hadits. Periode ini terbagi menjadi dua yaitu ; periode Makkah yang banyak
fokus pada aqidah, dan periode Madinah yang lebih fokus pada masalah ibadah dan
muamalah.[1]
2. Periode Khulafaur Rasyidin ( 11 – 41 H )
Dimulai sejak wafatnya Nabi sampai peristiwa tahkim.
Sumber hukum periode ini adalah Qur’an, Hadits, dan Ijtihad yang terbagi atas
Ijma’ dan Qiyas.[2]
Pada masa ini Ijtihad adalah upaya yang luas menghadapi
persoalan hukum yang semakin kompleks karena banyaknya umat islam dari berbagai
etnis dan budaya. Juga untuk yang pertama kalinya para fuqaha berbenturan
dengan masyarakt yang heterogen yang mendorong para sahabat untuk berijtihad.[3]
Pada Periode ini juga sudah mulai ada perbedaan pendapat
diantara sahabat diantaranya perbedaan memahami Qur’an, perbedaan fatwa karena
bedanya Hadits, dan berbedanya fatwa karena pendapat.[4]
3. Periode Awal Pertumbuhan Fiqh
Dimulai pada pertengahan abad 1 sampai awal abad 2 H.[5]
Berpencarnya Sahabat ke pelosok negeri menyebabkan munculnya pendapat yang
bebeda - beda sesuai dengan keadaan daerah masing – masing dan meyebabkan
terbentukya dua golongan yaitu :
a)
Golongan Ahlura’yi, yaitu golongan yang mendahulukan kemaslahatan umum
tanpa terlalu terikat makna harfiah teks hukum. Golongan ini dipelopori oleh
Umar dan Ibnu Mas’ud, dengan pengikutnya diantaranya adalah Ibrahim bin Nakhai,
Alqamah bin Qaisdan, Hasan Basyri, dll.
b)
Golongan Ahlul Hadits, yaitu golongan yang berpegang kuat pada Quran dan
Hadits, dipelopori oleh Ibnu Abbas, dan Zaid bin Tsabit. Pengikutnya adalah
Sa’id bin Musayyab, Atha bin Abi Rabi’ah, Amr bin Dinar, dll.[6]
Selanjutnya para pengikut dari para sahabat itu disebut
Tabiin yang dijadikan rujukan menjawab persoalan hukum di zaman dan daerah
masing – masing. Sehingga munculah istilah Fiqh Awzai, Fiqh Alqamah, dll.[7]
4. Periode Keemasan
Dimulai pada abad ke- 2 sampai pertengahan abad ke- 4 H.[8]
Ciri – ciri periode ini adalah semangat Ijtihad yang tinggi seperti periode
sebelumnya. Yang membedakan adalah meluasnya kebudayaan, gerakan ilmiah
diberbagai daerah, pembukuan Hadits, dan bertambahnya hufadz Quran dan
perhatian untuk menunaikanya didorong oleh besarnya dukungan pemerintah untuk
memmajukan berbagai bidang ilmu.[9]
Diawal periode ini pertentangan Ahlul Hadits dengan Ahlura’yi
sangat tajam hingga mendorong semangat Ijtihad masing – masing aliran. Semangat
itu juga mendorong lahirnya madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, Hambali. Fiqh
Taqdiri atau Hipotesis ( membahas persoalan yang diperkirakan akan terjadi ) mulai
marak.[10]
Pertentangan dua golongan itu mereda setelah golongan
Ahlura’yi berusaha membatasi, mensistemisai, dan menyusu kaidah ra’yu yang
dapat dipakai mengistimbatkan hukum sehingga Ahlul Hadits menerima ra’yu
menurut pengertian Ahlura’yu dan menerima ra’yu sebagai salah satu cara
menggali hukum. Selain itu, kedua golongan itu juga saling mengenal.
Periode ini juga memulai penyusunan kitab fiqh dan ushul
fqh seperti al-Muwatha dan ar-Risalah. Selain itu teori ushul fiqh juga mulai
bermunculan.[11]
5. Periode Tahrir, Takhrij, dan Tarjih dalam Madzhab
Dimulai pertengahan abad ke- 4 sampai pertengahan abad
ke- 7 H. Tahrir, Takhrij, dan Tarjih adalah upaya tiap – tiap madzhab
mengomentari, menjelaskan,dan mengulas pendapat imam madzhab.[12]
Diperiode ini hampir tidak ada mujtahid mandiri sehingga
muncul fanatik buta. Selain itu juga muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad
ditutup karena :
§ Dorongan penguasa pada hakim untuk memakai madzhab
pemerintah saja.
§ Sikap fanatik buta, kebekuan berfikir, dan taqlid tanpa
analisis.
§ Gerakan pembukuan tiapmadzhab sehingga mempermudah
memilih madzhab yang mendorong untuk taqlid.[13]
6. Periode kemunduran
Dimulai pertengahan abad ke- 7 H sampai munculnya majalah
al-Ahkam al’Addliyyah ( hukum perdata kaerajaan turki Usmani ) pada 26 Sya’ban
1293 H. Ada tiga hal yang menonjol pada periode ini.
§ Banyak pembukuan fatwa. Buku – buku yang disusun
disistematisasikan sesuai dengan kitab fiqh.
§ Produk – produk fiqh diatur kerajaan.
§ Muncul gerakan kodifikasi fiqh islam sebagai madzhab
resmi pemerintahan.[14]
7. Periode Pengodifikasian Fiqh
Dimulai sejak munculnya majalah al Ahkamul Adliyyah
hingga sekarang.
Ciri – ciri yang mewarnai periode ini adalah :
§ Muncul upaya pengkodifikasian yang sesuai dengan tuntutan
dan situasi zaman.
§ Ada upaya kodifikasi yang tak terikat pada madzhab.
§ Muncul pendapat bahwa pendapat dari berbagai madzhab
ialah satu kesatuan yang tidak bisa dipisah.[15]
II.
Sejarah Munculnya Madzhab
Sudah kita ketahui sebelumnya, pada zaman Khulafaur
Rasyidin wilayah islam meluas dan umat islam terdiri dari banyak etnis dan budaya.
Persoalan hukum islam pun makin kompleks. Para sahabat juga bertebaran ke
berbagai pelosok negeri dengan metode fatwanya masing – masing. Mereka
berijtihad dengan carsnya masing – masing. Fatwanya juga diikuti murid –
muridnya sehingga jumlah pengikut sahabat dengan fatwa masing – masing makin banyak
dan membentuk aliran – aliran.
Seiring dengan berkembangya zaman, masing – masing aliran
itu berkembang kualitas dan kuantitasnya sehingga menjadi sempurna. Kemudian
aliran – aliran itulah yang disebut sebagai madzhab. Diantara madzhab itu ada
yang masih eksis dan ada juga yang hilang karena tidak mempunyai pengikut.[16]
III.
Implementasi Fiqh Dalam Kehidupan
Dalam keterangan di atas telah diterangkan, bahwa antara
sahabat satu dengan sahabat lain dalam memecahkan persoalan hukum mempunyai
ikhtilaf. Ikhtilaf itu disebabkan karena metode yang mereka gunakan berbeda,
selain itu juga karena kondisi umat yang berbeda pula ( sosial, etnis,dan
budaya ).
Ikhtilaf, dapat dapat dibagi ke dalam dua kategori utama
:
1)
Ikhtilaf yang kontradiktif ( ikhtilaf tadaddi ), yaitu ketetapan –
ketetapan hukum yang sepenuhnya berbertentangan dan secara logis tidak dapat
dipertemukan. Misalnya, ketetapan hukum dimana sebuah madzhab menyatakanya
sebagai haram dan madzhab yang lainya menyatakan halal.
2)
Ikhtilaf yang bervariasi ( ikhtilaf tanawwu’ ), yaitu ketetapan – ketetapan
hukum yang bertentangan yang variasi – variasinya bisa diterima secara logis
dan bisa dipertemukan. Misalnya, variasi posisi duduk Rosulullah SAW ketika
shalat, dan ada perbedaan mengenai posisi duduk yang dikemukakan oleh masing –
masing madzhab.[17]
Adapun dampak negatif dari ikhtilaf itu adalah, tidak
jarang ikhtilaf –ikhtilaf itu sering kali menjadi mala petaka memicu terjadinya
perpecahan antar umat islam yang kian membuat citra buruk bagi umat islam
dimata dunia.
Namun demikian, ikhtilaf itu juga membawa dampak positif yang luar biasa
besarnya bagi keluasan ilmu fiqh. Tidak bisa dibayangkan bila antara sahabat
tidak ada ikhtilaf maka ilmu fiqh akan gersang, kehilangan hasil – hasil
ijtihadnya yang amat diperlukan umat islam selanjutnya. Sebab Sebab Islam tidak stagnan diam di
dalam jazirah Arab, takan tetapi menyebar luas hingga ke pinggiran benua Eropa,
masuk menjelajah jauh ke dalam rimba Afrika, berlayar jauh hingga nusantara,
melewati pegunungan tinggi hingga negeri Cina.
Syariah Islam bertemu dengan
beragam budaya, adat istiadat, tata aturan masyarakat, tsaqafah, tradisi dan
sekian banyak falsafah kehidupan umat manusia. Kelenturan hukum syariah menjadi
syarat mutlak. Ternyata perbedaan pandangan di kalangan shahabat telah menjawab
semuanya.
[7] Rasyad Hasan Khalil,Sejumlah legalisasi Hukum Islam, ( Jakarta, Sinar
Grafika Offset, 2009),hlm. 92 - 98
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: