Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Jumat, 08 Juni 2018

Widgets

HUKUM KELUARGA DI YORDANIA



I.        Pendahuluan
    Dalam kehidupan bernegara, kita mengenal ideologi sebagai sebuah paradigma yang mendasari sistem pedoman pelaksanaan untuk mencapai cita-cita negara, pemerintah dan masyarakat dalam kehidupan bernegara. Ideologi sebuah negara merupakan dasar pelaksanaan sistem pemerintahan negara tersebut dalam keberlangsungan kehidupan negara sehingga menjadi dasar negara. Di dunia ini, dalam pemerintahan yang ada saat ini terdapat tiga kutub paradigma atau ideologi yang merangkum kesemuanya yang ada. Adapun paradigma itu adalah paradigma sosialis-komunis, paradigma liberalis-kapitalis, dan paradigma Islam.
     Negara Yordania  mayoritas masyarakatnya beragama Islam sehingga sedikit banyak pengaruh paradigma Islam masuk dalam di tatanan system pemerintahan negara Yordania. Sejauh ini negara Yordania merupakan negara yang memiliki ciri khas tersendiri dari negara-negara di timur tengah. Dengan melihat sejarah perjalanan negara Yordania, maka kita dapat mengambil manfaat bagaimana negara Yordania dalam kancah perbandingan dengan negara-negara yang ada di dunia lainnya.
          Perbandingan sistem pemerintahan yang ada di dunia, dapat kita ambil sebagai tolak ukur yang berarti dalam menentukan rekomendasi dalam perjalanan sebuah paradigma negara yang terus menerus akan tetap berubah seiring dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan zaman.
II.  Pembahasan
A.  Sejarah Yordania
    Yordania adalah salah satu negara yang berada di dalam wilayah timur tengah yang memiliki ibu kota di kota Amman. Negara ini menperoleh kemerdekaan pada tanggal 25 Mei 1946.  Yordania merupakan negara yang baru diakui kemerdekaannya, sebelumnya masih bernama Transyordania dan sebutan negara diganti menjadi Yordania di tahun 1949. Sebelum merdeka, Yordania merupakan bagian dari territorial kerajaan Ustmani (Ottoman), yang akhirnya berakhir setelah perang dunia kesatu, wilayah bagian ini sempat menjadi suatu wilayah kontrol dari Perancis dan Inggris dimana bagian wilayah dari sungai Jordan ke arah Timur berada di bawah kontrol Inggris sampai ke wilayah Palestina di bagian Barat sungai Jordan [1]
          Sebagaimana negara-negara Arab lainnya, berdirinya negara Yordania yang dikenal dengan sebutan al-Mamlakah al-Urdunniyah al-Hashimiyah (al-Urdun) tidak lepas dari politik penjajahan imperialis Barat di Timur Tengah pasca runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyah.  Yordania sama seperti Saudi, Irak dan negeri-negeri Arab lainnya, Kerajaan Yordania merupakan bentukan penjajah Inggris yang memberontak terhadap Khilafah Islam yang berpusat di Turki. Tidak aneh jika penguasa Yordan kemudian menjadi penguasa yang tunduk pada kepentingan penjajah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang merugikan umat.[2]
            Pasca Perang Dunia I, Yordania, yang sebelumnya dikenal dengan Trans Yordania, merupakan bagian dari Kerajaan Arab Suriah. Inggris dan Prancis kemudian bersepakat untuk saling membagi daerah ini. Suriah berada di bawah pengaruh Perancis, sementara Inggris mendapat bagian Trans-Yordania berdasarkan konferensi di San Remo. Inggris kemudian mengangkat Abdullah ibn Hussein sebagai pemimpin wilayah Trans-Yordania. Abdullah sendiri adalah saudara dari Faisal yang memimpin Revolusi Arab untuk memberontak dari Kekhilafahan Islam. Faisal berasal dari keluarga Hashemite (Hasyimiyah). Ia pernah menjadi penguasa di Makkah namun kemudian diganti oleh penduduk setempat. Jadi, sejarah pembentukan negara Yordania tidak bisa dilepaskan dari keluarga Hashemite dengan bantuan Inggris.    
          Abdullah menjadi pemimpin Trans-Yordania setelah ditunjuk oleh sekretaris kolonial Inggris saat itu, Winston Churchill. Dia dikukuhkan pada 1 April 1921 dengan subsidi dari Inggris sebesar 5.000 poundterling setiap bulan. Negeri ini hidup di bawah bantuan Inggris yang memberikan subsidi 100.000 pounsterling setiap tahun pada tahun 1920-an dan meningkat menjadi 200.000 pounsterling pada tahun 1940-an. Inggris kemudian memberikan hadiah kemerdekaannya kepada Yordania pada 22 Maret 1946. Namun jelas, pemberian kemerdekaan ini hanyalah akal-akalan saja. Inggris saja untuk tetap mempertahankan penjajahannya di Dunia Islam. Inggris tentu ingin agar penguasaannya di Yordania tetap ada. Karena itu, berdasarkan perjanjian aliansi di London tanggal 26 Maret 1946, Inggris memberikan kemerdekaan dengan pola yang sama dengan perjanjian Inggris-Irak.[3]
            Melalui perjanjian ini, Inggris mengakui kemerdekaan Trans-Yordania (Yordania), menyetujui perwakilan diplomatik, sanggup memberikan subsidi kepada Legiun Arab, dan berusaha mempertahankan Emirat dari pihak luar. Sebagai imbalannya, Inggris berhak menempatkan tentaranya di wilayah Trans-Yordania, menggunakan fasilitas komunikasinya, dan melatih angkatan perang Abdullah. Kedua negara setuju dengan “konsultasi penuh dan terbuka” dalam segala urusan politik luar negeri yang bisa mempengaruhi kepentingan bersama mereka
        Yordania secara geografis terletak dalam wilayah yang berbatasan dengan negara Suriah di sebelah utara, negara Arab Saudi di sebelah selatan, negara Israel di sebelah barat dan negara Irak di sebelah timur. Yordania dengan sebutan nama aslinya Al-Mamlaka Al Urdiniya Al-Hasyemiyah memiliki luas wilayah sekitar 96.089 Km2.  kemudian negara ini terbagi kedalam delapan wilayah pemerintahan local yang dipimpin oleh 8 Gubernur.  Negara Yordania dipimpin oleh seorang Raja bernama Raja Abdullah (1999) sebagai kepala negara yang berbentuk kerajaan. Sedangkan kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang bernama Ali Abdul Raqhib (2002).    
         Mengenai kependudukan, jumlah penduduk yang ada di negara Yordania sampai tahun 2002 sekitar 5.153.378 jiwa. Kemudian mengenai kepadatan penduduknya mencapai 146 jiwa per mil. Di ibukota Negara saja, kota Amman, jumlah penduduknya mencapai 737.279 jiwa. Suku bangsa yang ada di Negara Yordania mayoritas berbangsa arab dan sebagian kecil sirkasia, Armenia dan Kurdi. sehingga dalam bahasa resminya pun menggunakan bahasa arab. Dan mengenai Agama yang dianut oleh masyarakatnya hampir mencapai 93,6 % mayoritas Islam (Sunni).  Sedangkan yang beragam Kristen sekitar 6,4 %.
       Di negara Yordania mata uangnya adalah dinar. Dan dari segi perekonomian negara Yordania merupakan salah satu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Ini dapat terlihat dari GNP perkapita yang telah mencapai 6 % pertahun, sementara pertumbuhan penduduknya hampir separuhnya yaitu sekitar 3,5 %. Walaupun negara Yordania merupakan negara Timur Tengah yang miskin bahan tambang dan harus mengimport minyak itu dari luar negeri.
Dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara Yordania itu berasal dari hasil tani dan sumber alam lainnya. Hasil pertanian yang diperoleh di negara Yordania adalah padi-padian, buah zaitun, sayuran, dan buah-buahan. Sedangkan dari bahan sumber alamnya yang dapat diolah di negara Yordania yaitu pospat, garam, sedangkan perkembangan pengolahan bahan tambang lainnya adalah tekstil, plastic, semen, dan prosesing makanan.  Maka dari itu sejauh ini perkembangan negara Yordania dari bidang ekonomi menghasilkan income per capita sebesar $ 3.500 pada tahun 2002. sedangkan GNP nya mencapai $ 16 bilyun pada tahun 20002. sehingga budget yang ada di negara Yordania mencapai $ 99,3 bilyun pada tahun 1999.[4]

                B.  Pengertian Hukum Keluarga
          Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata  familierecht (belanda) atau law of familie (inggris).[5] Istilah keluarga dalam arti sempit adalah orang seisi rumah, anak istri. sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat dekat.[6]
           Ali Affandi, mengatakan bahwa hukum keluarga diartikan sebagai Keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tak hadir).[7]
Ada dua pokok kajian dalam definisi hukum keluarga yang dikemukakan oleh Ali Affiandi, yaitu mengatur hubungan hukum yang berkaitan   :
                  1.      Keluarga sedarah
                  2.      Perkawinan
          Pertalian keluarga karena turunan disebut keluarga sedarah, artinya sanak saudara yang senenek moyang. Keluarga sedarah ini ada yang ditarik menurut garis bapak yang disebut matrinial dan ada yang ditarik menurut garis ibu dan bapak yang disebut parental atau bilateral. Pertalian keluarga karena perkawinan disebut keluarga semenda, artinya sanak saudara yang terjadi karena adanya ikatan perkawinan, yang terdiri dari sanak saudara suami dan sanak saudara istri. Sedangkan pertalian keluarga karena adat disebut keluarga adat, artinya yang terjadi karena adanya ikatan adat, misalnya saudara angkat.[8]
                                                                                                                                                     Adapun pendapat-pendapat lain mengenai depenisi hukum keluarga antara lain adalah :
                     a. Van Apeldoorn
Hukum keluarga adalah peraturan hubungan hukum yang timbul dari  hubungan keluarga
         b.  Rachmat Usman, Hukum kekeluargaan adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai hubungan antar pribadi alamiah yang berlainan jenis dalam suatu ikatan kekeluargaan
                  c.   Djaja S. Meliala, Hukum keluarga adalah keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara keluarga sedarah dan keluarga kerena terjadinya perkawinan
                    d.  Sudarsono,  Hukum kekeluargaan adalah keseluruhan ketentuan yang menyangkut hubungan hukum mengenai kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan[9]
C. Pembaharuan Hukum keluarga Islam di Yordania
            Pada tahun 1917 Yordania memberlakukan the Ottoman Law of Family Rights sebelum lahirnya Undang-Undang No. 92 tahun 1951. Namun menurut catatan El-Alami, sebelum lahirnya undang-undang tersebut, Yordania pernah memberlakukan Qanun al-Huquq al-‘A`ilah al-Urduniah No. 26 tahun 1947. Oleh karenanya, dengan lahirnya undang-undang No. 92 tahun 1951 maka semua undang-undang terdahulu sudah terhapuskan[10]
           Undang-undang No. 92 tahun 1951 ini mencakup 132 pasal yang dibagi dalam 16 bab.[11].  Undang-undang ini sangat mirip dengan undang-undang Turki tahun 1917, baik dari segi strukturnya maupun aturan rinciannya[12]. Kemudian undang-undang ini diperbaharui dengan undang-undang yang lebih lengkap (comprehensive) denga lahirnya Law of Personal Status atau yang lebih dikenal dengan istilah Qanun al-Ahwal al-Syakhshiyyah No. 61 Tahun 1976 sebelum lahirnya kodii, konsep Hanafi menjadi rujukan di Yordania.[13]
Adapun reformasi hukum keluarga yang dilakukan di Negara Yordania antara lain terkait dengan masalah   :
1.           Masalah usia menikah
2.           Masalah Wali Dalam Pernikahan
3.           Janji pernikahan
4.           Perkawinan beda Agama
5.           Pencatatan perkawinan
6.           Perceraian, dan wasiat wajibah.
a.         Mengenai Usia Pernikahan
   Di negara Yordani, Menurut undang-undang negara  dinyatakan bahwa syarat usia perkawinan adalah 17 tahun bagi laki-laki dan 15 tahun bagi perempuan. Apabila perempuan telah mencapai usia 15 tahun dan mempunyai keinginan untuk menikah sementara walinya tidak mengizinkan tanpa alasan yang sah, maka perempuan tersebut pada dasarnya tidak melanggar prinsip-prinsip kafaah dan pengadilan dapat memberikan izin pernikahan. Demikian juga apabila perempuan telah mencapai umur 18 tahun dan walinya keberatan memberikan izin tanpa alasan kuat, maka pengadilan dapat memberi izin pernikahan [14].
b.    Masalah Wali Dalam Pernikahan                                                             Kedudukan wali dalam hukum keluarga Yordania di wilayah Yordania sebenarnya sudah berlaku mengenai hukum keluarga sejak tahun 1917 yaitu berdasarkan mazhab Hanafi yang ditetapkan di Kerajaan Turki Usmani yang dikenal dengan The Turkish Ottoman Lawof Family Rigt 1917. Pada tahun 1951, pemerintah (lembaga Legislatif) Yordania mengganti undang-undang tersebut dengan hukum yang baru yang dikenal dengan al Qanun al huquq al-‘Aila(thelaw of Family Rigt).  Undang dan Undang ini telah diamandemen pada tahun 1976 The C ode of Personal Status 1976 amandemennya UU Nomor 25 tahun 1977.  Ketentuan wali dijelaskan pada Pasal 9 hingga Pasal 13, Wali dalam pernikahan adalah urutan ashobah binafsihi dalam urutan waris menurut mazhab Hanafi.[15]
         Oleh karena landasan walinya berdasarkan hukum ashobah, maka urutan wali adalah anak laki-laki hingga derajat ke bawah, ayah sampai derajat ke atas, kemudian saudara sekandaung dan saudara seayah. Apabila anak dari wali dan ayahnya ada, yang didahulukan menjadi wali adalah anaknya (saudara dari perempuan/mempelai istri),[16]   Kedudukan wali berada pada beberapa orang yang sama derajatnya, kerelaan seorang wali diantara para wali akan menggugurkan hak lainnya. Jika ternyata wali aqrob tidak ada, demi kemaslahatan urutan wali tersebut berpindah pada wali berikutnya dan tidak dipersyaratkan adanya kesesuaian kehendak antara wali dengan janda yang berusia 18 tahun atau lebih.
     Hukum keluarga Yordania juga membahas mengenai wali adhol pada pasal 6.  Ketentuan wali juga berhubungan dengan usia pernikahan. Wali adhol ditetapkan oleh hakim apabila ternyata walinya enggan menikahkan anaknya. Dalam hal tidak ada wali ayah dan kakek, penetapan wali adhol dapat dilakukan sampai batas usia 15 tahun, akan tetapi apabila ada wali ayah atau kakek, wali adhol baru dapat dipertimbangkan apabila usia calon mempelai 18 tahun. Kedudukan wali dalam pernikahan dapat saja diabaikan terhadap janda yang berusia 18 tahun atau lebih.
           Apabila diteliti pasal demi pasal yang berkaitan dengan wali, terdapat ambiguitas mengenai kedudukan wali tersebut.Pasal 14 dan 16 hanya  mengharuskan sahnya sebuah pernikahan dengan adanya ijab qabul yang disertai  dua orang saksi. Seorang wali nikah menjadi penting bagi peremuan (gadis maupun janda) apabila berusia kurang dari 18 tahun, sehingga apabila perempuan tersebut lebih dari usia 18 tahun ia dapat menikahkan dirinya sendiri. Hal ini dapat dipahami dari bunyi Pasal 22 menyebutkan bahwa, seorang gadis atau janda yang berusia 18 tahun dan tidak ada walinya, kemudian ia menikahkan dirinya. Dengan demikian,

kedudukan wali bukan menjadi suatu keharusan dalam akad nikah. Meskipun wali bukan satu kewajiban dalam pernikahan, dalam beberapa hal, kedudukan wali menjadi penting, yaitu :
1.Seorang wali (juga pihak istri) dapat mengajukan fasakh nikah, dalam hal seorang wali menikahkan anaknya (gadis/janda) dengan seseorang yang telah  diketahuinya dan dipersyaratkan adanya sekufu dalam pernikahan, namun kemudian ternyata si suami tidak sekufu (pasal 21). Sebaliknya apabila tidak dipersyaratkan sekufu dalam akad, maka ketidak tahuan tidak    sekufunya tersebut tidak memberikan hak bagi wali ataupun pihak istri untuk mengajukan fasakh nikah.
 2. Seorang wali dapat mengajukan pembatalan fasakh nikah, apabila ternyata anaknya (gadis ataupun janda) yang menikahkan dirinya kepada seorang lelaki yang tidak sekufu.  Penilaiannya terletak pada kufu, bukan pada besarnya  mahar, karena meskipun maharnya bukan mahar mitsil akan tetapi masih sekufu, wali tidak dapat mengajukan fasakh nikah (pasal 22). Hakim akan mengabulkan permohonan fasakh tersebut apabila si istri tidak  dalam keadaan hamil (Pasal 23). Penilaian kafaah dilihat pada saat akad nikah yakni kemampuan untuk membayar mahar kontan serta kemampuan untuk membiayai kehidupan bersama istrinya.
3. Kedudukan wali yang bukan haknya untuk menikahkan menyebabkan pernikahannya menjadi fasid.Yang dimaksud adalah bahwa yang menjadi wali nikah adalah ayah dan kakek serta laki -laki dalam garis ashobah binafsihi. Seseorang dapat menjadi wali setelah diketahui bahwa dia adalah mukallaf. Meskipun Yordania mayoritas bermazhab Hanafi, namun hokum keluarga  Yordania   menganggap   penting   posisi   wali   dalam pernikahan padahal dalam mazhab Hanafi, wali bukan suatu kewajiban dalam melakukan pernikahan.[17]
         Terlepas dari usaha penghargaan terhadap kualifikasi perempuan di depan hukum, dengan berpedoman pada mazhab Hanafi Yordania selangkah lebih maju dalam menempatkan perempuan untuk melakukan pernikahan. Bagi seorang perempuan yang telah berusia 18 tahun atau lebih (tingkat kedewasaan perempuan), ia dapat menikahkan dirinya sendiri dengan seorang laki-laki yang ia pilih. Adanya kewenangan orang tua/wali dalam pernikahan bagi perempuan yang berusia kurang dari 18 tahun, menunjukkan adanya tanggung jawab orang tua bagi anaknya yang belum dewasa.
c.       Janji Untuk Mengadakan Pernikahan                                                Dalam Undang-undang Islam di Yordania,  pada pasal dua dan tiga undang-undang tahun 1951, Pasal-pasal tersebut menjelaskan bahwa janji menikah tidak akan membawa akibat pada adanya pernikahan. Namun setelah adanya perjanjian, kemudian salah satunya meninggal atau perjanjian itu batal, maka beberapa hadiah pemberian sebelumnya dapat diambil kembali oleh pihak laki-laki.[18]
d.      Mengenai Pernikahan Beda Agama
              Menurut dalam pasal 32 undang-undang  1976. Menurut pasal ini, perkawinan akan menjadi batal jika seorang wanita muslimah kawin dengan pria non-muslim. Begitu juga sebaliknya, perkawinan akan batal jika seorang pria muslim menikah dengan seorang wanita non- kitabiyah[19]
e.       Mengenai Ketentuan Pencatatan Perkawinan
      Menurut undang-undang 1976 pasal 17, Dalam pasal ini dijelaskan bahwa mempelai pria berkewajiban untuk mendatangkan qaadi atau wakilnya dalam upacara perkawinan. Petugas yang berwenang sebagaimana yang ditunjuk oleh qaadi mencatat perkawinan tersebut dan mengeluarkan sertifikat perkawinan. Apabila perkawinan dilangsungkan tanpa pencatatan, maka orang yang mengadakan upacara perkawinan, kedua mempelai, dan saksi- saksi dapat dikenakan hukuman berdasarkan Jordanian Penal Code dan denda lebih dari 100 dinar.[20]
f.       Perceraian ( Talaq )  dan Wasiat Wajibah
          Dalam ketentuan pasal 101 dan 134 undang-undang no. 25 tahun 1977. Menurut pasal-pasal ini, suami harus mencatatkan talaknya kepada hakim. Bila suami telah mentalak isterinya di luar pengadilan, dan ia tidak mencatatkannya dalam masa 15 hari, ia harus datang ke pengadilan syariah untuk mencatatkan talaknya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat diancam dengan hukuman pidana di bawah ketentuan Hukum Pidana Yordania. Dan jika seorang suami telah mentalak isterinya secara sepihak tanpa ada alasan yang layak dibenarkan, maka isteri dapat mengajukan permohonan ganti rugi ke pengadilan. Ganti rugi yang diberikan tidak boleh lebih dari nafkah selama setahun sebagai tambahan bagi nafkah iddah. Untuk pembayarannya suami dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur [21].
        Selain itu, undang-udang No. 25 tahun 1977 juga mengatur kewenangan isteri untuk meminta cerai. Dalam pasal 114, 116, 123, dan 130 dijelaskan bahwa isteri memiliki kewenangan untuk meminta cerai dalam kondisi antara lain;
1. Apabila suami menderita impotensi dan sakit yang dapat membahayakan isteri apabila mereka hidup bersama. Namun jika penyakit yang diderita suami (selain impotensi) sudah diketahui isteri sebelum perkawinan, maka isteri tidak punya hak meminta perceraian. Dalam hal penyakit kelamin atau lepra, harus ada pendapat ahli kedokteran,  bila dimungkinkan untuk disembuhkan, maka ditunda selama setahun untuk memberi kesempatan penyembuhan.
2. Suami meninggalkan isteri dalam jangka waktu satu tahun atau lebih tanpa alasan yang jelas, meskipun suami meninggalkan nafkah untuknya.
3. Suami divonis penjara selama tiga tahun, meski ia mempunyai harta yang cukup untuk menafkahi isterinya selama ia menjalani hukuman. Perkawinan bisa dibubarkan setahun setelah vonis dijatuhkan .
          Khusus mengenai wasiat wajibah dijelaskan pada pasal 182 undang-undang 1976. Secara eksplisit pasal ini menjelaskan bahwa jika seseorang meninggal dunia dan anak laki-lakinya telah meninggal terlebih dahulu, maka ada sebuah kewajiban wasiat kepada cucu-cucunya tidak lebih dari 1/3 harta warisan dengan ketentuan ;
1. Wasiat wajibah, untuk cucu-cucu ini harus sama bagiannya dengan yang semestinya diperoleh ayahnya bila dia masih hidup, tetapi tidak boleh lebih dari 1/3 harta warisan,
2. Cucu-cucu ini tidak berhak mendapatkan harta wasiat jika mereka berkedudukan sebagai ahli waris dari ayah, kakek, atau nenek mereka, atau mereka telah diberi bagian oleh pewaris di bawah jumlah wasiat wajibah. Jika mereka telah menerima lebih dari jumlah wasiat wajibah tersebut, maka kelebihannya harus dianggap sebagai sebuah pemberian bebas. Dan jika  pewaris telah memberikan bagian harta kepada sebagian cucu tersebut, maka cucu-cucu lain yang belum mendapatkan harus tetap diberi.
3. Wasiat wajibah ini hanya diberikan kepada cucu dari anak laki-laki dari garis ayah dan seterusnya ke bawah dengan ketentuan dua bagian untuk cucu laki-laki.
4. Wasiat wajibah ini harus diutamakan dari segala macam jenis pemberian dengan tidak boleh lebih dari 1/3 harta warisan[22]










III.              Kesimpulan
    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapatlah disimpulkan  bahwa pada awal penerapan hukum keluarga di Yordania, negara tersebut menggunakan aturan hukum yang diterapkan di Turki berupa The Ottoman Law of Family Rights  tahun 1917. Selanjutnya undang-undang ini diganti dengan Undang-undang nomor 92 tahun 1951 yang mencakup 132 pasal yang dibagi dalam 16 bab.  Kemudian Yordania banyak melakukan pembaharuan sampai munculnya atau lahirnya Qanun al-Ahwal al-Syakhshiyyah, Nomor 16 Tahun 1976 yang merupakan undang-undang terakhir yang berlaku saat ini.
Adapun reformasi hukum keluarga yang dilakukan di negara Yordania antara lain terkait dengan masalah   :
a.       Mengenai Usia Pernikahan , Menurut undang-undang negara  dinyatakan bahwa syarat usia perkawinan adalah 17 tahun bagi laki-laki dan 15 tahun bagi perempuan. Dan apabila seorang perempuan telah mencapai umur 18 tahun dan walinya keberatan memberikan izin tanpa alasan kuat, maka pengadilan dapat memberi izin pernikahan.
b.       Masalah Wali dalam Pernikahan, Ketentuan wali dijelaskan pada Pasal 9 hingga Pasal 13, Wali dalam pernikahan adalah urutan ashobah binafsihi dalam urutan waris menurut mazhab Hanafi.
Kedudukan wali dalam pernikahan dapat saja diabaikan terhadap janda yang berusia 18 tahun atau lebih.
c.        Janji Untuk Mengadakan Pernikahan ,  setelah adanya perjanjian menikah , kemudian salah satunya meninggal atau perjanjian itu batal, maka beberapa hadiah pemberian sebelumnya dapat diambil kembali oleh pihak laki-laki.
d.        Mengenai Pernikahan Beda Agama, perkawinan akan menjadi batal jika seorang wanita muslimah kawin dengan pria non-muslim. Begitu juga sebaliknya, perkawinan akan batal jika seorang pria muslim menikah dengan seorang wanita non- kitabiyah.
e.       Mengenai Ketentuan Pencatatan Perkawinan, Apabila perkawinan dilangsungkan tanpa pencatatan, maka orang yang mengadakan upacara perkawinan, kedua mempelai, dan saksi- saksi dapat dikenakan hukuman berdasarkan Jordanian Penal Code dan denda lebih dari 100 dinar.
f.         Perceraian ( Talaq )  dan Wasiat Wajibah, seorang suami harus mencatatkan talaknya kepada hakim, apabila suami telah mentalak isterinya di luar pengadilan, dan ia tidak mencatatkannya dalam masa 15 hari, ia harus datang ke pengadilan syariah untuk mencatatkan talaknya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat diancam dengan hukuman pidana di bawah ketentuan Hukum Pidana Yordania.





DAFTAR PUSTAKA
 Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah dan Teguh., Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
Sabiq, Sayyid., Fiqh al-Sunnah, Mesir: al-Fath li al-‘Allam al-‘Arab, t.t.
Jurnal : Anderson, “Recent Development in Shari’a Law VIII: The Yordanian Law of Family Rights 1951”, The Muslim World, No. 42, 1952
Muhammad Shidqi ibn Ahmad al-Barnu, al-Wajiz fi Idah al-Fiqh al-Kulliyyat, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983
Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
Lihat Noel J. Coulson, A History of Islamic Law, (New York: The University Press, 1964), h. 2
Potensi Jordania Menjadi Negara Adi Daya, http://jokoyordania.wordpress.com/potensi-yordania-menjadi-negara-adidaya/, 22 November 2012
Farid Wadjdi, Yordania, dalam http://farid1924.wordpress.com/2008/03/05/yordania/, 22 November 2012
Anderson, “Recent Development in Shari’a Law VIII: The Yordanian Law of Family Rights 195
 Tahir Mahmood, Family Law Reform in Tthe Muslim Marriage, (New Delhi: t.p., 1972),
            Hilman Hadi Kusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Cet. III, PT Alumni, Bandung, 2005
            Komariah,Hukum Perdata,(UMM: Universitas Muhammadiyah Malang Press,Malang 2008)
            Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika,2008),\

            Chuzaimah dan Hafiz Anshary (Ed),  Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: PT Pustaka Firdaus bekerjasama  dengan Lsik, 1996





[1]. http://jokoyordania.wordpress.com/potensi-yordania-menjadi-negara-adidaya/8



             [3]. http://farid1924.wordpress.com/2008/03/05/yordania
[4]. Tahir Mahmood, Family law Reform in the Muslim World, Bombay :N.M. TRIPATHI, PVT. LTD,1972, hlm. 3-8
[5] . Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta : Sinar Grafika,200. , hlm. 10-11
[6] . Hilman Hadi Kusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Cet. III, PT Alumni, Bandung, 2005,
[7] . Hilman Hadi Kusuma, Bahasa Hukum Indonesia,
[8].  Hilman Hadi Kusuma, Bahasa Hukum Indonesia
[9] . Zulfa Djoko Basuki,Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan,( Badan Pembinaan Hukum Nasional   Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta:2009)
[10]. Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 122
[11] . Bab yang dimaksud adalah : (I) Peminangan, (II) Syarat-syarat Mempelai, (III) Akad Nikah, (IV) Kafa’ah, (V) Pembatalan Perkawinan, (VI) Hakam, (VII) Mahar, (VIII) Nafkah, (IX) Aturan Tentang Perceraian, (X) Pilihan untuk Cerai, (XI) ‘Iddah, (XII) Nafkah Keluarga, (XIII dan XIV) Pemeliharan Anak, (XV) Orang Hilang / mafqud, (XVI) Aturan Umum.
[12] . Anderson, “Recent Development in Shari’a Law VIII: The Yordanian Law of Family Rights 1951”, The Muslim World, No. 42, (1952), h. 190
[13]. Tahir Mahmood, Family Law Reform in the Muslim Marriage, (New Delhi: t.p., 1972), h. 74

[14] .Pembaharuan Hukum keluarga, Http:/syariah.wordpress.com, 22 November 2012S
[15].Tahir Mahmood,Family law Reform in Islamic Countries History, Text and Comparative Analysis, (New Delhi:Academy of Law and Religion, 1987), hlm. 73-7610

[17] . Hukum keluarga dalam madzhab Hanafi tidak memasukan wali sebagai rukun pernikahan, karena ijab dapat dilakukan mempelai istri atau wakilnya, atau oleh wali, lihat Abdu al Wahhab Khalaf, Ahkam al-Ahwal al-Syakhsiyyah ‘ala Wafqi Madzhabi Abi Hanifah wama al-‘Amal fi al Muhakam, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1990), h. 22. Jumhur ulama berpendapat bahwa wali menjadi syarat dalam pernikahan, seorang perempuan tidak dapat menikahkan dirinya kecuali madzhab Abu Hanifah dan Abu Yusuf, bahwa perempuan yang baligh dan berakal dapat menikahkan dirinya, lihat Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Mesir: al-Fath li al-‘Allam al-‘Arab, t.t.), h. 84

[18] . Pembaharuan Hukum Keluarga Yordania, dalam http://syariahalaudin.wordpress.com, 22 November 2012
[19]. Ibid


[21] . Pembaharuan Hukum Keluarga Yordania, dalam http://syariahalaudin.wordpress.com
[22] Pembaharuan Hukum Keluarga Yordania, dalam http://syariahalaudin.wordpress.com.

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar: