Jumat, 08 Juni 2018
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan media dalam menyalurkan potensi yang di miliki setiap
individu. Pendidikan juga merupakan aset bagi Negara dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa Indonesia. Dengan perkembangan pendidikan yang semakin maju,
diiringi kemajuan ilmu dan tekhnologi yang semakin melaju pesat. Masyarakat
Indonesia juga harus memiliki kemauan yang tinggi mengikuti arus modernisasi
pada zaman ini. Akan tetapi, kemajuan zaman harus diimbangi oleh kekuatan dalam
beribadah kepada yang Kuasa yaitu Allah Swt. Karena mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam, bahkan umat Islam di Indonesia merupakan yang
terbesar di Dunia.
Pendidikan Islam di Indonesia merupakan warisan peradaban Islam, sekaligus
asset bagi pembangunan pendidikan Nasional. Sebagai warisan, kita harus memiliki
kesadaran untuk bisa mempertahankan dan melestarikan keberadaannya serta
meningkatkan kualitas yang di miliki pendidikan Islam. Sebagai asset yang kita
miliki, kita memiliki ruang dan jesempatan untuk mengepakkan sayap untuk bisa
mengelola dan menatanya sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang ada di
Indonesia.
Upaya mengelola dan menata pendidikan Islam harus memiliki teknik serta
keterampilan, pengelolaan yang baik akan mampu memberikan kita tempat yang baik
di hati masyarakat dan kita tidak akan kalah dengan sekolah pada umumnya, dari
itu kita perlu untuk membuat suatu lembaga yang menaungi pendidikan Islam demi
mewujudkan tujuan pendidikan Islam yang diinginkan. Lembaga merupakan sarana
mempertahankan warisan yang telah diberikan kepada kita. Demi mencapai tujuan
yang diinginkan, maka kita harus membenahi dulu sistem dalam suatu lembaga
sekalipun upaya dalam mengelola maupun mengembangkan lembaga pendidikan Islam
merupakan keniscayaan dan beban kolektif bagi para penentu kebijakan pendidikan
Islam. Perumusan strategi akan mempertimbangkan eksistensi lembaga pendidikan
Islam secara riil dan orientasi pengembangannya. Oleh karena itu, para pemimpin
lembaga pendidikan Isam harus mampu “membaca” selera masyarakat. Agar
pendidikan islam mampu menguasai dunia pendidikan di masyarakat kita.
Sejumlah pemaparan di atas tersebut membuat penulis tertarik untuk bisa
memaparkan beberapa hal terkait dengan “Lembaga Pendidikan Islam” dalam makalah
ini, agar kita bisa tau dan lebih memahami mengenai lembaga pendidikan Islam,
serta kita dapat membantu perkembangan pendidikan Islam agar menjadi pilihan
utama bagi masyarakat.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian
Lembaga Pendidikan Islam
Secara
etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada
yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan untuk mengadakan suatu
penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha.[1]
Dalam bahasa Inggris, lembaga disebut Institute (dalam pengertian
fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan
lembaga dalam pengertian non fisik atau abstrak disebut Institution,
yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian
fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian non
fisik disebut dengan pranata.
Pendidikan Islam
adalah usaha pengembangan fitrah manusia
dengan ajaran Islam agar terwujud
(tercapai) kehidupan
manusia yang makmur dan bahagia. Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan
Islam sebagai bimbingan jasmani dan
ruhani
dengan berdasarkan pada hukum-hukum
Islam menuju pada terbentuknya
kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam.[2]
Lembaga
pendidikan Islam secara terminologi diartikan sebagai suatu wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam. Lembaga pendidikan mengandung
pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang
abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta
penanggung jawab pendidikan itu sendiri.[3]
Muhaimin menjelaskan bahwa lembaga pendidikan Islam merupakan suatu sistim pendidikan
yang sengaja diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk
mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam.[4]
Sistim pendidikan ini dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh
ajaran dan nilai-nilai Islam.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan
Islam adalah suatu wadah berlangsungnya penyelenggaraan pendidikan Islam dengan
berbagai sarana, peraturan, dan penanggung jawab pendidikan yang dijiwai oleh
semangat ajaran dan nilai-nilai Islam dengan niat untuk mengejawantahkan
ajaran-ajaran Islam.
2.
Tujuan
Lembaga Pendidikan Islam
Tujuan
lembaga pendidikan Islam (madrasah) maka tidak terlepasdari tujuan pendidikan
Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan Islam digalidari nilai-nilai ajaran Islam
yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits.
Menurut
Muhaimin, Lembaga pendidikan Islam secara umum bertujuan untuk meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayalan danpengalaman peserta didik tentang agama
Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.[5]
Lembaga
pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk mengembangkan semua potensi yang
dimiliki manusia itu, mulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman
siswa terhadap ajaran Islam, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan tahapan
afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam
diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Melalui tahapan efeksi
tersebut diharapkan bertumbuh motivasi dalam diri siswa dan bergerak untuk
mengamalkan dan menaati ajaran Islam ( tahap psikomotorik) yang telah diinternalisasikan
dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang bertakwa dan
berakhlak mulia.
3.
Fungsi
Lembaga Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaannya tidak lepas dari
lembaga-lembaga sosial yang ada, lembaga disebut juga institusi atau pranata.
Dengan demikian lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentuk organisasi yang
diadakan untuk mengembangkan
lembaga-lembaga
sosial, baik yang permanen maupun yang berubah-ubah. Menurut Hasan Langggung
pendidikan Islam berputar sekitar pengembangan jasmani, akal, emosi, rohani,
dan akhlak manusia. Begitu juga pendidikan dalam pengertian yang utuh, bukan
terbatas disekolah saja tetapi juga mempengaruhi pelajaran-pelajaran di rumah,
di masyarakat bahkan dijalanan selain itu, Islam juga mengenal pendidikan
seumur hidup.[6]
Islam
mengenal lembaga pendidikan semenjak detik-detik turunnya wahyu Allah kepada
Nabi SAW. Rumah Arqam bin Abi al-Arqam merupakan lembaga pendidikan pertama.
Guru agung pertama dalam dunia Islam adalah Nabi sendiri. Lembaga pendidikan
Islam bukanlah lembaga pendidikan yang beku, Islam justru memperkenalkan
lembaga pendidikannya dengan cara yang fleksibel, berkembang menurut kehendak
waktu dan tempat ketika rumah Al-Arqam dan rumah lain dianggap sudah tidak
dapat memuat bilangan kaum muslim yang begitu besar, umat Islam kemudian
mengalihkan lembaga pendidikannya ke masjid yang menjadi tempat kedua atau
institusi kedua setelah rumah Al-Arqam. Sedangkan lembaga pendidikan ketiga
muncul setelah kerajaan Umayyah. Masjid yang semula dijadikan tempat belajar
utama kini beralih menjadi tempat belajar orang dewasa sementara anak-anak
mulai mempelajari ilmu di Kuttab.[7]
Menurut
Izudin Abbas ada dua macam kuttab diantaranya adalah Satu ; kuttab untuk
anak-anak yang membayar iuran pendidikan. Dua ; untuk anak-anak orang miskin
yang disebut Kuttab Al-Sabil (pondok orang dalam perjalanan). Bersama dengan
kemajuan peradaban yang dicapai oleh masyarakat Islam di zaman kerajaan
Abbasiyah, lembaga-lembaga pendidikan lain mulai mengarahkan dirinya terhadap
pendidikan Islam dan muncullah Daar al hikmah dengan tujuan agar gerakan
terjemahan bertambah luas.
Setelah itu
muncullah sistem madrasah, yang menjadikan system pendidikan Islam memasuki
periode baru dalam pertumbuhan dan perkembangannya, diman periode ini adalah
periode terakhirnya. Sebab di sini madrasah sudah merupakan salah satu organisasi
resmi negara dimana dikeluarkannya pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai negara.
Pelajaran
disitu juga resmi berjalan menurut peraturan dan Undang-undang merupakan hal
serupa yang kita kenal hari ini, segala sesuatu diatur seperti kehadiran dan
kepulangan murid-murid, program-program pengajaran, staf-staf perpustakaan, dan
gelar-gelar ilmiah semuanya diatur dan diberi undang-undang. Bentuk lembaga
pendidikan Islam apapun dalam Islam harus berpijak pada prinsip-prinsip
tertentu yang telah disepakati sebelumnya, sehingga antara lembaga satu dengan
lainnya tidak terjadi tumpang-tindih. Prinsip-prinsip pembentukan lembaga
pendidikan Islam itu adalah antara lain.[8]
a.
Prinsip pembebasan manusia dari
ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka.
b.
Prinsip pembinaan umat manusia
menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup
bahagia didunia dan akherat.
c.
Prinsip pembentukan pribadi manusia
yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu
sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada khaliknya.
d.
Prinsip amar ma’ruf nahi munkar.
e.
Prinsip pengembangan daya pikir,
daya nalar, daya rasa, sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan
dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.
4.
Jenis
Lembaga Pendidikan Islam
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas
tentang jenis-jenis lembaga pendidikan Islam harus ditinjau berbagai aspek, diantaranya[9]:
a.
Lembaga Pendidikan Islam Dilihat dari Aspek
Ajaran Islam Sebagai Asasnya
Dalam ajaran Islam, perbuatan manusia disebut dengan amal, yang telah
melembaga dalam jiwa seorang muslim, baik amal yang berhubungan dengan Allah
SWT maupun amal yang berhubungan dengan manusia dan alam semesta. Sedangkan
Mahmud Syaltut mengemukakan bahwa ajaran Islam mencakup aspek akidah, syari’ah
dan mu’amalah yang dapat membimbing manusia menuju kehidupan yang lebih baik.
Asas seluruh ajaran dan amalan Islam adalah Iman. Islam telah menetapkan
norma-norma dalam mengamalkan ajaranya. Sebagaiman yang dikemukakan oleh Sidi
Ghazalba, bahwa jenis lembaga pendidikan Islam yang serba tetap dan tidak boleh
berubah dan tidak mungkin berubah adalah sebagai berikut:
1) Rukun Iman adalah asas ajaran dan amal Islam.
2) Ikrar, keyakinan atau pengucapan dua kalimt syahadat, adalah lembaga
pernyataan.
3) Thaharah, lembaga penyucian.
4) Shalat, lembaga utama agama.
5) Zakat, lembaga pemberian wajib.
6) Puasa, lembaga menahan diri.
7) Haji, lembaga kunjungan ke Baitullah.
8) Ihsan, lembaga membaiki
9) Ikhlas, lembaga yang menjadikan amal agama
10) Taqwa, lembaga menjaga hubungan dengan Allah SWT.
Adapun lembaga yang dapat berubah, karena perubahan norma-norma adalah sebagai
berikut:
1)
Ijtihad, lembaga berfikir
2)
Fikih, lembaga putusan tentang hukum yang
dilakukan dengan metode ijtihad.
3)
Akhlak, lembaga nilai-nilai tingkah laku
perbuatan.
4)
Lembaga pergaulan masyarakat
5)
Lembaga ekonomi
6)
Lembaga politik
7)
Lembaga pengetahuan dan tekhnik
8)
Lembaga seni
9)
Lembaga Negara
Agama Islam adalah agama yang universal, serba
tetap dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, dan merupakan agama yang diridhai
Allah SWT.[10]
b.
Lembaga Pendidikan Islam Ditinjau dari Aspek Penanggung Jawab
Tanggung jawab kependidikan merupakan suatu
tugas wajib yang harus dilaksanakan, karena tugas ini satu dari beberapa instrumen masyarakat dan bangsa dalam upaya pengembangan manusia
sebagai khalifah di bumi. Tanggung jawab ini dapat dilaksanakan secara individu
dan kolektif. Secara individu dilaksanakan oleh orang tua dan kolektif
kerjasama seluruh anggota keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Menurut al-Qabisy, pemerintah bertanggung jawab
terhadap pendidikan anak baik berupa bimbingan, pengajaran secara menyeluruh.
Konsep tanggung jawab pendidikan yang dikemukakan al-Qabiys ini berimplikasi
secara tidak langsung dalam melahirkan jenis-jenis lembaga pendidikan sesuai
dengan penanggung jawabnya. Jika penangung jawabnya orang tua maka jenis
lembaga pendidikan dimunculkan adalah lembaga pendidikan keluarga. Jika
penanggung jawabnya pemerintah maka jenis lembaga pendidikan yang dilahirkan ini ada beberapa macam, seperti sekolah lembaga pemasyarakatan dan sebagainya. Jika penanggung jawabnya adalah masyarakat, lembaga pendidikan yang dimunculkan seperti panti asuhan, panti jompo,
dan sebagainya. Dengan demikian ada tiga jenis lembaga pendidikan.[11]
1) Lembaga Pendidikan In-Formal (keluarga)
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah persekutuan antara
sekelompok orang yang mempunyai pola-pola kepentingan masing-masing dalam
mendidik anak yang belum ada dilingkunganya. Kegiatan pendidikan dalam lembaga
ini tanpa ada satu organisasi yang ketat. Tanpa ada program waktu dan evaluasi.
Dalam islam istilah keluarga dikenal dengan istilah usrah, dan nasb.
Sejalan dengan pengerian di atas, keluarga juga dapat diperoleh lewat
persusuan dan pemerdekaan. Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagai lembaga
pendidikan Islam disyaratkan dalam al-Qura’an :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka.[12](QS
al-Tahrim:6)
Hal ini juga dipraktekkan Nabi dalam sunahnya. Diaantara orang yang dahulu
beriman dan masuk Islam adalah anggota keluarga, yaitu: Khadijah, Ali bin Abi
Thalib, dan Zaid bin Harisah.
Keluarga merupakan orang pertama, dimana sifat kepribadian akan tumbuh dan
terbentuk. Seorang akan menjadi warga masyarakat yang baik, bergantung pada
sifatnya yang tumbuh dalam kehidupan keluarga, dimana anak dibesarkan.
Melihat peran yang dapat dimainkan oleh lembaga pendidikan keluarga maka
tidak berlebih bila Sidi Ghazalba mengkatagorikannya pada jenis lembaga
pendidikan primer, utamanya untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia
sekolah. Dalam lembaga ini sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili
dan sebagainya. Orang tua selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung
jawab.[13]
Fungsi keluarga sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat dilihat dari dua
aspek dengan penjelasnya pertama dari segi pendidikan informal, yakni
pendidikan yang dilakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya.
Pendidikan dirumah ini ditekankan pada pembinaan watak, karakter, kepribadian
dan keterampilan mengerjakan pekerjaan tugas yang biasa dilakukan dalam rumah
tangga. Kedua dari segi pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang
dilakukan dirumah yang bentuk materi pengajaran, guru, metode pengajaran dan
lainya tidak dibakukan secara formal. Pendidikan nonforma yang berkaitan dengan
penanaman akidah, bimbingan membaca dan menghafal al-Qura’an, peraktik
beribadah dan peraktik akhlak mulia.[14]
2) Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah/Madrasah)
Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati memberi pengertian tentang lembaga pendidikan
tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistimatis, mempunyai
perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan auran resmi yang
telah ditetapkan.
Sementara Hadari Nawwi mengelompokkan lembaga pendidikan sekolah kepada
lembaga pendidikan yang kegiatan pendidikannya diselenggarakan secara sengaja,
berencana, sisitimatis dalam rangka membantu menjalankan tugasnya sebagi
khalifah Allah di bumi.
Gazalba memasukkan lembaga pendidikan formal ini dalam jenis pendidikan
sekunder, sementara pendidikannya adalah guru yang profesional.
Di Negara Republik Indonesia ada tiga lembaga pendidikan yang diindentikkan
sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu : pesantren, madrasah dan sekolah milik
organisasi Islam setiap jenis dan jenjang yang ada.
Lembaga pendidikan pesantren dapatlah dikatagorikan sebagai lembaga
pendidikan non formal. Sedang madrasah sebagai lembaga pendidikan formal. Lembaga pendidikan Islam
di Indonesia adalah:
a)
Raudhatul Athfal atau Busthanul Athfal, atau
nama lain yang disesuaikan dengan organisasi pendirinya.
b)
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau Sekolah Dasar
Islam (SDI)
c)
Madrasah Tsanawiyah (MTs), sekolah Menengah
Pertama Islam (SMPI) atau nama-nama lain yang setingkat dengan pendidikan ini,
seperti Madrasah Mu’allimin Mu’allimat (MMA), atau Madrasah Mu’allimin Atas
(MMA)
d)
Perguruan Tinggi, antara lain Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Universias Islam
Negeri (UIN) atau lembaga sejenis milik yayasan atau organisasi keislaman,
seperti Sekolah Tinggi, Universias atau institut swasta milik organisasi atay
yaysan tertentu.
Demikianlah beberapa lembaga pendidikan Islam yang dapat dikatagorikan
kepada pendidika formal.[15]
3) Lembaga Pendidikan Non-Formal (masyarakat)
Lembaga pendidikan non forma adalah lembaga pendidikan yang teratur namun
tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketata. Masyarakat merupakan
kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, negara,
kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang diwujudkan
melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuaskan tertentu. Islam tidak
membebaskan manusia dari tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat, dia
merupakan bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma-norma yanng
berlaku dalam masyarakat. Begitu juga dengan tanggug jawabnya dalam
melaksanakan tugas-tugas kependidikan.[16]
Berpijak pada tanggung jawab masyarakat di atas, lahirlah lembaga
pendidikan Islam yang dapat dikelompokkan dalam jenis ini adalah:
a)
Masjid, Mushalla Langgar, Surau dan Rangkang.
b)
Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan
resmi
c)
Majlis Ta’lim, Taman Pendidikan al-Qura’an,
Taman Pendidikan Seni al-Qura’an, Wirid Remaja/Dewasa.
d)
Kursus-kursus keislaman
e)
Badan pembinaan Rohani
f)
Badan-badan Konsultasi Keagamaan
g) Musabaqah Tilawah al-Qura’an
5.
Pengelolaan
dan Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam
Berdasarkan orientasi pendidikan Islam tersebut
yang tampaknya berdimensi ganda lembaga pendidikan Islam dalam semua bentuknya
(pesantren, madrasah, sekolah, serta perhuruan tinggi) harus dikelola dengan
strategi tertentu yang mampu menyehatkan keberadaan lembaga-lembaga tersebut,
bahkan dapat mengantarkan pada kemajuan yang signifikan. Namun, strategi yang dipilih harus mempertimbangkan berbagai kondisi yang
dirasakan lembaga pendidikan Islam itu, sehingga menjadi strategi yang
fungsional. Suatu strategi yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah-masalah
yang sedang dihadapi sehingga ia dapat berfungsi layaknya resep yang mujarab
dalam mengatasi berbagai masalah.
Strategi itu harus berbentuk langkah-langkah operasional yang dapat
dipraktikkan dengan suatu mekanisme tertentu yang memberikan jalan keluar.
Tilaar menyarankan bahwa pengelolaan dan pengembangan
lembaga pendidikan Islam sebaiknya meliputi empat langkan bidang prioritas berikut
ini:
a.
Peningkatan kualitas
b.
Pengembangan inovasi dan kreativitas
c.
Membangun jaringan kerja sama (networking),
dan
d.
Pelaksanaan otonomi daerah.[17]
Ada beberapa strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola dan
mengembangkan lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren, madrasah,
sekolah, serta perguruan tinggi, yaitu berikut.
a. Merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga secara jelas serta berusaha keras
mewujudkannya melalui kegiatan-kegiatan riil sehari-hari.
b. Membangun kepemimpinan yang benar-benar professional (terlepas dari
intervensi ideology, politik, organisasi, dan mazhab dalam menempuh kebijakan
lembaga).
c. Menyiapkan pendidik yang benar-benar berjiwa pendidik sehingga mengutamakan
tugas-tugas pendidikan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan peserta
didiknya.
d. Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat.
e. Menggali sumber-sumber keuangan nonkonvensional dan mengembangkannya secara
produktif.
f. Meningkatkan promosi untuk membangun citra (image building), dsb.[18]
C.
Penutup
Kesimpulan
1.
lembaga
pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya penyelenggaraan pendidikan
Islam dengan berbagai sarana, peraturan, dan penanggung jawab pendidikan yang
dijiwai oleh semangat ajaran dan nilai-nilai Islam dengan niat untuk
mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.
2.
Lembaga pendidikan Islam secara umum
bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayalan danpengalaman
peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
3.
Lembaga pendidikan Islam berfungsi
sebagai pengembangan jasmani, akal, emosi, rohani, dan akhlak manusia dan
peserta didiknya.
4.
Jenis lembaga pendidikan Islam di dilihat dari Aspek ajaran Islam sebagai asasnya terbagi dua, yakni yang tidak berubah dan yang berubah. lembaga pendidikan islam ditinjau dari aspek penanggung jawab terbagi menjadi 3
yakni Lembaga pendidikan in-formal (keluarga), lembaga pendidikan formal (sekolah/madrasah) dan lembaga pendidikan non-formal (masyarakat).
5.
Strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola
dan mengembangkan lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren, madrasah,
sekolah, serta perguruan tinggi, yaitu pertama, Merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga secara jelas serta berusaha keras
mewujudkannya melalui kegiatan-kegiatan riil sehari-hari. Kedua. Membangun kepemimpinan yang benar-benar professional (terlepas dari
intervensi ideology, politik, organisasi, dan mazhab dalam menempuh kebijakan
lembaga). Ketiga, Menyiapkan pendidik yang benar-benar berjiwa pendidik sehingga mengutamakan
tugas-tugas pendidikan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan peserta
didiknya. Keempat, Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dan masyarakat. dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Agama RI, 2010, Al-Qur’an
Dan Terjemah, Tafsir Perkata, Bandung: PT. Sygma Examedia Arkenleema
D.
Marimba, Ahmad, 1991, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
Al-Ma’arif
Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Muhimin, Abd. Mujib, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung:
Trigenda Karya
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Putra Grafika,
Nata, Abudin, 2003Manajemen
Pendidikan, Bogor: Kencana
Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta:Perdana Media Group
Qomar, Mujamil, 2007, Manajemen Pendidikan Islam,
Malang; Erlangga,
Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta:Kalam
Mulia,ed revisi
[1] Daryanto, Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia, h. 367
[2]
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
Al-Ma’arif, 1991), h. 77.
[3] Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 278.
[4] Muhaimin, Pemikiran
dan pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.39.
[6] Abudin Nata, Manajemen
Pendidikan, (Bogor: Kencana, 2003), h. 146
[7] Ibid.,
h. 152
[8] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Putra Grafika,
2006), h. 223-224
[12] Kementerian
Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemah, Tafsir
Perkata, (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkenleema, 2010) h. 522
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: