Senin, 04 Mei 2015
KITABAT AL-HADIS WA TADWINUH ( Telaah Kritis Terhadap Sejarah Penulisan dan Kodifikasi Hadis )
I.
Pendahuluan
Hadis sebagai sumber hukum Islam
yang disepakati oleh mayoritas ulama
baik salaf maupun khalaf,
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam rangka pembentukan hukum, baik sebagai penjelasan
(bayan) Al-Qur’an maupun sebagai sumber dalam rangka menetapkan suatu
aturan hukum yang baru , yang tidak
terdapat dalam Al-qur’an.
Dikalangan masyarakat dan para
pelajar Islam terdapat suatu anggapan
bahwa ilmu hadis termasuk suatu pengetahuan yang sulit untuk dipahami, anggapan
ini dapat dipahami dengan beberapa alasan , diantara sekian
banyak alasan itu antara lain, seperti terdapat beberapa hadis yang
terkadang saling bertolak belakang, seperti adanya suatu hadis yang membolehkan
suatu aktifitas, dilain fihak dijumpai
pula hadis yang sama yang mengharamkan suatu aktifitas tersebut, ada pula hadis
yang menerangkan tentang suatu amal ibadah yang dilakukan nabi, dilain fihak
dijumpai hadis yang sama yang menerangkan tentang perbuatan nabi yang berbeda,
seolah- olah perbuatan nabi tersebut
tidak konsisten seperti dalam masalah rakaat sholat tarawih, talak ,dll. dan ada
pula beberapa hadis yang susunan
lafaznya ( matannya ) berbeda antara satu dengan yang lainnya seperti
hadis dari Aisyah, “Demi Allah seandainya Patimah binti Muhammad Mencuri
sungguh aku potong tangannya”. Dalam versi Bukhari dan Muslim bentuk susunan
lafaz (matan ) hadis berbeda antara satu dengan yang lainnya, Hal seperti ini
sangat banyak dijumpai dalam hadis- hadis rasul, sehingga terkadang – kadang
terkesan hadis-hadis tersebut dibuat menurut versi periwayat hadis saja, bukan menurut
susunan matan hadis nabi.
Dilain fihak dijumpai pula ada
Ulama hadis yang mengatakan suatu hadis tersebat hadisnya shohih dan ada pula ulama hadis mengatakan
hadis tersebut dhoif, mauduk dan lain
sebagainya. Ada pula hadis yang membahas secara rinci dan sistimatis,
dan ada pula kitab hadis yang membahas beberapa topik-topik tertentu yang
penyusunannya antara satu dengan yang
lainnya sangatlah berbeda. Sehingga tidak jarang mereka mengatakan bahwa mempalajari hadis sangatlah sulit, bahkan
terkadang mereka meninggalkan hadis.
Menurut hemat penulis pemahaman seperti demikian
dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah karena kitab hadis cukup
banyak ragamnya , baik dilihat dari segi nama penghimpunnya maupun cara
penghimpunannya, serta masalah yang dikemukan dalam penghimpunan (kitab)
tersebut, sesuai dengan zaman diwaktu periwayat menghimpun hadis tersebut. Menurut hemat penulis jika seseorang
mengetahui sejarah penghimpunan (tadwin) al-hadis, cara-cara periwayat
mengumpulkan hadis, metode penghimpunan yang dilakukan oleh periwayat-periwayat hadis,
sejarah pembukuan (kitabat) al-hadis yang dilakukan pada abad ke II dan III H,
tentu masalah seperti tersebut diatas akan bisa dipahami dan dimengerti.
II. Pembahasan
a.
Kitabat
Al-Hadis pada masa Rasululah , Sahabat, Tabi’in (Pra kodifikasi )
1. Periwayatan
Hadis dimasa Rasulullah
Dimasa
Rasulullah saw, periwayatan hadis berjalan sendiri-sendiri, karena hadis
tersebut beredar dalam hafalan berbagai sahabat, seperti apa yang disampaikan oleh Umar bin Khattab
sebagaimana yang disampaikan oleh sahabat al-Barra’bin Azib: “Tidak semua hadis
kami mendengarnya dari Rasululah Saw, secara langsung, ketika para sahabat
menyampaikan kepada kami, sedang ketika itu kami sibuk mengembala unta, kami
menerima , meminta kepada para sahabat yang pernah mendengarnya untuk mengulang
kembali terutama dari mereka yang kuat hafalannya.[1]
Pada
Zaman Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar bin Khattab yang (wafat 23 H = hadis
644 M ) , Periwayatan hadis nabi
berjalan dengan sangat hati-hati. Kalangan sahabat nabi
yang menyampaikan hadis diminta menghadirkan saksi atau melakukan sumpah. Dengan demikian ,
kegiatan periwayatan hadis menjadi
terbatas, sehingga kegiatan pencatatan hadis berjalan sendiri-sendiri
Khalifah Umar bin Khattab sempat
merencanakan untuk menghimpun semua hadis nabi , para sahabat nabi yang mendengar rencana khalifah itu sangat
menyetujuinya . Namun setelah Khalifat Umar bin Khattab melakukan solat
istikharah selama satu bulan, akhirnya ia mengurungkan rencana itu , khalifah
Umar bin Khattab khawatir umat islam akan terganggu konsentrasinya dalam
mempelajari dan mendalami Al-qur’an.[2]
Apabila kita amati kondisi diwaktu dimasa khalifah Umar, maka apa yang dikhawatirkan oleh Umar cukuplah beralasan
, karena pada zaman pemerintahannya perluasan wilayah islam sangatlah pesat,
dan orang-orang yang baru masuk islam tidaklah sedikit jumlahnya . Dengan
demikian pertimbngan Khalifah Umar untuk
membatalkan rencana penghimpunan hadis
nabi itu cukup beralasan, lagi pula dimasa tersebut, mereka juga sedang
sibuk dalam rangka menyusun dan membukukan Al-Qur’an, sehingga jika itu tetap
dilakukan maka ada kekhawatiran bercampurnya ayat-ayat Al-qur’an dengan
hadis-hadis rasul.
2. Periwayatan
hadis pada masa sahabat
Jika kita baca sejarah maka periwayatan
hadis dimasa Umar bin Khattab lebih banyak ketimbang dimasa Khalifah Abu Bakar
, hal ini disebabkan karena umat islam sudah banyak yang memerlukan periwayatan
hadis dalam menyelesaikan beberapa
persoalan dalam aktifitas mereka, disamping itu juga Umar bin Khattab pernah
memberikan dorongan kepada umat islam untuk mempelajari hadis Nabi.
Dimasa Khalifah Usman bin Affan periwayatan hadis terus berjalan bahkan lebih
berkembang bila dibandingkan dimasa Abu Bakar dan Umar bin Khattab, hal ini
disebabkan wilayah islam yang makin luas, sehingga kebutuhan ummat islam akan
hadis Nabi semakin besar.
Disamping itu Usman Bin Affan
sendiri dalam suatu kesempatan pernah
berkhutbah yang isinya dimana Usman
meminta kepada sahabat agar selalu berhati-hati dalam meriwayatkan hadis.
[3]. Pernyataan Usman ini menunjukkan bahwa dizaman
Usman periwayatan hadis berjalan dengan
pesat, sehingga Usman takut para sahabat
meriwayatkan hadis begitu banyak sehingga terjadi kesalahan dalam
meriwayatkan hadis, untuk itu Usman menyarankan para sahabat agar berhati-hati
dalam meriwayatkan hadis nabi. bahkan kehati-hatian beliau tersebut dibuktikan
oleh beliau sendiri dimana Usman tercatat hanya meriwayatkan hadis sebanyak
empat puluh hadis saja.
Dimasa Khalifah Ali bin Abu Thalib, periwayatan hadis tidak jauh
berbeda dengan Khalifah-khalifah
sebelumnya , hanya saja Ali bin Abu Thalib dalam menerima periwayatan hadis
lebih ketat , beliau hanya mau menerima suatu hadis setelah periwayat hadis yang bersangkutan
mengucapkan sumpah, bahwa hadis yang disampaikan itu benar-benar berasal dari
Nabi. hanya beberapa periwayat yang
dipercaya oleh Ali yang tidak beliau ambil sumpahnya.
Dilihat dari segi kebijakan pemerintah ,
dimasa Ali bin Abu Thalib kehati-hatian dalam meriwayatkan hadis hampir sama
dengan Khalifah yang sebelumnya, akan tetapi situasi politik dimasa Ali sangatlah berbeda dengan Khalifah yang
sebelumnya, dimana terjadi pertentangan politik dikalangan ummat islam , yaitu
adanya kubu pendukung Ali, dan ada pula
kubu pendukung Mu’awiyah. hal ini
membawa dampak yang sangat negatif
terhadap periwayatan hadis, sehingga
atas dasar kepentingan politik tersebut muncullah hadis-hadis palsu yang antara lain mendukung Ali atau mendukung Mu’awiyah.
3. Periwayatan
hadis pada masa Tabi’in (generasi
sesudah sahabat )
Periwayatan hadis pada masa Tabi’in
berjalan sangat pesat, bahkan banyak dari generasi tabi’in yang berjalan
mengembara mencari hadis-hadis rasul , dimasa ini sebahagian dari generasi
Tabi’in sudah mulai menyeleksi hadis, dan menghimpunnya ( tadwin) , kemudian
mencatatnya menurut caranya mereka masing-masing.
Sa’id
bin musayyab ( wafat 94 H = 712 M), Seorang Tabi’iy besar di Kota Madinah , mengaku telah mengadakan
perjalanan siang dan malam untuk
mendapatkan sebuah hadis nabi.
Muhammad
bin Muslim bin Syihab al- Zuhriy (wafat 124 H = 742 M) pernah dimintai oleh
Hisyam bin abd Malik untuk mendiktekan hadis nabi, dimana Az-Zuhri mendikte
empat ratus hadis pada waktu itu.
Al-Syafi’i
( wafat 206 H + 820 M) generasi Atba,
al-tabi’in telah melawat mencari hadis yang ada pada Malik bin Anas (Tabi’in )
di Madinah kemudian melawat ke Irak.
Al-
Bukhari ( wafat 256 H =870 M) dari generasi atba’atba’ al-tabiin telah melawat mencari hadis dan meneliti hadis nabi keberbagai kota dan
daerah, diantaranya, Makkah, Madinah, Syam, Bagdad, Kufah, Basrah, Mesir,
Wasith, Merw, Hara, Naysabur, Qisariyah, Asqalan, Himsh dan khurasam.[4]
Bukti-bukti diatas menunjukkan tentang
kesungguhan dan periwayatan hadis yang telah berkembang dengan pesat, sehingga
periwayatan hadis telah tersebar keseluruh wilayah islam, begitu juga para ulama
hadis bertambah banyak, dan dimasa ini
ditemui banyak para ulama ( periwayat )
hadis yang telah mengkhususkan diri
untuk meneliti hadis , sehingga wilayah ilmu hadis semakin besar.
b.
Tadwin
Al-Hadis ( pengertian latar belakang, ide dan hasil yang dicapai )
Proses penghimpunan hadis (tadwin)
sebenarnya telah dilakukan oleh para sahabat pada masa Rasululah dan pada masa
generasi sesudah sahabat seperti yang telah kita ungkapkan diatas, akan tetapi kegiatan penghimpunan itu masih
bersifat pribadi, dan atas kemauan sendiri-sendiri, terutama kalangan para
ulama yang menaruh perhatian besar terhadap hadis. Disamping hal demikian
dikalangan para ulama hadis masih terdapat perselisihan pendapat tentang boleh tidaknya menuliskan
hadis Nabi, sehingga ketika itu penghimpunan hadis hanya dilakukan oleh
sahabat, ulama tertentu saja dan tidak dipublikasikan dalam bentuk tulisan yang
resmi.
Bentuk penulisan yang dilakukan oleh
para sahabat dan ulama atas inisiatif sendiri antara lain adalah :
1. Al-Shahifah
Al-shadiqah , yang ditulis langsung oelh sahabat nabi Abdullah bin Amir Bin
Ash, seorang sahabat yang oleh Abu Hurairah , dinilai banyak mengetahui hadis
dan sahabat yang mendapat izin langsung untuk menulis apa saja yang didengar dari
rasul, baik pada saat nabi ridho maupun marah
2. Shahifah
Samurah Ibn Jundub, yang beredar dikalangan ulama, yang oleh Ibnu Sirin dinilai
banyak mengandung ilmu Pengetahuan.
3. Shafifah
Jabir bin Abdullah, seorang sahabat yang antara lain mencatat masalah-masalah
ibadah haji, dan khutbah rasul yang disampaikan pada haji wada’ dan lain- lain
4. Al-shahifah
Al-Shahihah ( Shahifah Human) yang
berisikan hadis-hadis Abu Hurairah yang ditulis langsung oleh muridnya , Human
bin Munabbih. naskah ini telah ditemukan oleh prof. Dr. Hamidullah dalam bentuk
manuskrip , masing-masing di Bersin ( Jerman ) dan Damaskus ( Syiria).[5]
Naskah-naskah tersebut membuktikan bahwa
hadis-hadis Rasulullah saw, telah ditulis
atas pra karsa para sahabat dan
tabi’in jauh sebelum penulisannya secara resmi yang diperintah oleh seorang
khalifah.
Proses penghimpunan ( tadwin ) hadis secara resmi atas kebijakan pemerintah barulah
terwujud pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, (wafat 101 H = 720 M). Beliau adalah seorang ulama yang sangat zuhud,
berpribadi shaleh, dan sangat cinta kepada ilmu pengetahuan. Imam Syafi’i
menyebut beliau sebagai khalifah ar-rasyidin
yang kelima. beliau memerintah pada
tahun 99 – 101 H.[6]
Khalifah menyadari bahwa , penghimpun
hadis harus segra dilakukan , karena ulama hadis telah banyak yang meninggal
dunia. Apabila penghimpunan hadis tidak
segera dilakukan maka niscaya umat islam dimasa yang akan datang akan banyak
menemui kesulitan untuk mengenal dan mempelajari hadis Nabi, karena itu Khalifah
memerintahkan / menginstruksikan kepada seluruh Gubernurnya dan ulama-ulama
hadis untuk segra menghimpunkan seluruh hadis nabi.
Salah satu surat Khalifah dikirim
ke Gubernur Madinah, Abu bakr bin Muhammad Amr bin Hazm (wafat 117 H = 735n M) isi surat
itu adalah (a) Khalifah merasa khawatir akan punahnya pengetahuan hadis dan
kepergian (meninggalnya) ulama ,(b) Khalifah memerintahkan agar hadis yang ada ditangan Amrah binti Abd al-Rahman dan Al-Qasim bin Muhammad bin Abiy Bakr
al-Shiddiq, keduanya adalah murid Aisyah
(isteri Rasulullah) segera dihimpunkan . akan tetapi sangat disayangkan
, sebelum ibnu Hazm berhasil
menyelesaikan tugasnya , menghimpun hadis tersebut Khalifah telah meninggal dunia.[7]
Dalam perjalanan yang cukup
panjang, akhirnya proses tadwin
(penghimpunan ) hadis nabi tersebut akhirnya berhasil dilakukan , dalam
menjalankan perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz tersebut, pada gubernur
memerintahkan kepada ulama-ulama yang ada didaerahnya masing-masing untuk
menghimpun hadis nabi, kerjasama Khalifah dan Gubernur dengan para ulama dalam
menjalankan misi tersebut berjalan secara baik, tetapi perlu untuk diketahui
bahwa tidak ada kita temui riwayat baik Khalifah maupun gubernurnya
membentuk tim, dengan demikian kegiatan penghimpunan hadis tersebut berjalan
secara sendiri-sendiri .
Dalam kegiatan penghimpunan hadis
tersebut para ulama mencari hadis dari berbagai tempat, mereka melakukan
perjalanan musafir untuk mendapatkan hadis dari para periwayat hadis.masa hidup periwayat hadis
tersebut ada yang sezaman dan ada yang tidak sezaman, bentuk , metode
penghimpunan hadis yang dilakukan oleh para ulama dimasa itu adalah berdasarkan
ijtihad masing-masing. Dengan demikian maka tidaklah mengherankan jika kita
mendapati berbagai kitab hadis yang
metode penyusunnanya berbeda- beda. Ada diantara para ulama yang menyusun hadis
tidak berurutan berdasarkan topik tertentu, seperti karya Al-Imam al-Bukhari,
ada yang menyusunnya secara teratur yang dibagi dalam bab – bab tertentu,
sehinga memudahkan untuk memahaminy ,seperti karya Imam Muslim, sahih muslim,
Musnaf Syafi’i dll. ada pula para ulama yang menyusun hadis berdasarkan topik
tertentu yang merupakan kebutuhan umat
dizaman tersebut, seperti kitab Al-Muwatto’ karya Imam Malik. Dengan demikian
sangatlah memungkin dan cukup beralasan bahwa kitab hadis tidak satu macam saj.
Jumlah para ulama yang telah
berjasa besar dalam proses tadwin (penghimpunan) hadis
cukup banyak. Karya tulis mereka ada yang diakui oleh jumhur ulama
sebagai kitab hadis standar, dan ada yang tidak termasuk kedalam kitab hadis
standar.
c. Perkembangan usaha Pembukuan
hadis
Setelah khalifah Umar bin Abd Aziz,
memerintahkan untuk mengumpulkan hadis nabi,
maka para ulama seakan berlomba
untuk mencari hadis nabi dan membukukankan dalam kitab. Ulama yang berhasil
pertama kali menghimpun dan membukukan hadis adalah Muhammad bin Muslim bin
Syihab al-Zuhry (wafat 124 H =742 M). Dia adalah seorang ulama besar dinegeri
Hijaz dan Syam , kitab karya al-Zuhry ini dikiberikan kepada
Khalifah, lalu Khalifah segra
mengirimkannya berbagai daerah. [8]
Walaupun
Khalifah Umar bin Abd Aziz, telah meninggal dunia akan tetapi kegiatan
penghimpunan dan pembukukan hadis dapat dengan lancar. dan sekitar abad ke
tiga hijriah menyusunan dan pembukuan hadis telah selesai dilaksanakan
.sesudahkan masa itu usaha yang
dilakukan oleh ulama hanya sekedar melengkapi, menggabungkan , menyusun
kamusnya, meyeleksi, menjelaskan terhadap kitab –kitab hadis yang telah ditulis
oleh para ulama pada abad ke II dan III H.
D.
Macam / jenis kitab hadis karya para ulama
Kalangan para ulama hadis telah
membagikan jenis kitab hadis karya para ulama –ulama hadis tersebut sebagai
berikut :
1. Kitab
Al-Sunan
Yang
dimaksud dengan kitab sunan adalah kitab-kitab hadis yang berisikan tentang hadis hukum-hukum
fiqih, kitab hadis-hadis ini memiliki tingkat derajat marfu’ karena hadis yang
tidak marfu’ tidak dimasukkan kedalam sunnah tetapi semata-mata hanya hadis
saja
Diantara
kitab-kitab sunan yang terkenal adalah :
a. Sunan
Nasa’i , karya Abu ai-Rahman Ahmad bin Syui’aib al-Nasa’i (215-303 H)
b. Sunan
Abu Dawud, yang ditulis oleh Sulaiman bin al-Asy’as al-Sijastani (275 H). Kitab
ini ditahqiq oleh Syekh Muhyiddin Abdul Hamid yang dicetak di Mesir
c. Sunan
Ibnu Majah, karya Muhammad bin Yazid bin Majah al-Quswaini (275 H)
d. Sunan
al-Syafi’i karangan Muhammad bin Idris al-Syafi,i (204 H)
e. Sunan
Al-Baihaqi, karangan Abu Bakar Ahmad bin Husain al-Baihaqi (458 H)
f. Sunan
Al-Daruqutni, karangan Ali bin Umar al-darulqutni (385H)
g. Sunan
al-Darimi, ditulis oleh Abdullah bin Abdu al-Rahman al-Darimi (255H) dicetak dikairo 1386/1966).[9]
2. Kitab
Athraf
Kitab athraf ialah kitab yang disusun dengan mencantumkan
potongan hadis dari beberapa kitab induk. Pengarangnya menyebutkan bebrapa kata
yang menurutnya dapat difahami hadis yang dimaksud, mengenai sanadnya ada yang
dicantumkan secara swempurna dan ada yang hanya sebahagian saja.
Adapun manfaat kitab athraf adalah:
a. Untuk
menghimpun berbagai jalan hadis (sanad)
dari kitab-kitab hadis sehingga dapat mengetahui hukum setiap hadis.
b. Hadis-hadis
yang dihimpun dapat dijadikan bahan perbbandingan sanad antara satu dengan yang
lainnya.
c. Dapat
mengetahui terhadap para imam periwayat hadis dan tempat-tempatnya dalam kitrab-kitabnya.
d. Dapat
memlihara kemurnian hadis dari
penyelewengan-penyelewengan untuk kepentingan yang tidak dibenarkan.[10]
3. Kitab
Al-Jami’
Kitab ini menurut para ahli hadis adalah
kitab yang berisi berbagai macam persoalan keagamaan, seperti aqidah, hukum ,
tata cara makan, perbudakan dan lain sebagainya.
Kitab-kitab
jami’yang sudah termasyhur antara lain adalah :
a. Al-Jami’
al-Shahih susunan al-Bukhari
b. Al-Jami’
al-Shahih susunan Muslim
c. Jami’
Abdi al-Razaq, termasuk jami’ yang besar
d. Jami’
al- Sauri.
e. Jami’
Ibnu Uyainah
f. Jami’
Ma’mar
g. Jami’
al- Turmuzi.
4. Kitab
Muwathha’
Disebut Muwathha’ Karena pengarangnya
telah memberikan kemudahan kepada para pembacanya. Sedangkan menurut pendapat
yang lain seperti Imam Malik menyebutkan
kitabnya Muwathha’ karena beliau pernah berkata “ kitab ini telah saya
ajukan kepada 70 ahlin fiqih madinah, kemudian mereka berkata: wata’ niy alaihi ,
dia sependapat dengan kami, kemudian kami menyebutnya Muwathha artinya yang
telah disepakati.
Kitab-kitab
Muwathha yaitu :
a. Muwatha’
karya Imam Malik bin Anas al-Madani (179 H)
b. Al-Muwath’
Karya Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad al-Muwazi, yang terkenal dengan ‘Aidam
(293 H )
c. Al-Muwatha
Karya Ibnu Abi Zi’ab dan Muhammad bin Abd al-Rahman al-Madani ( 158 H ).
5. Kitab
Al-Mustadrak
Kitab
Al-mustadrak adalah semacam kitab
hadis yang mengumpulkan hadis-hadis berdasarkan syarat-syarat tertentu.
Al-Hakim menyusun kitab al-Mustadrak
mengatakan bahwa bahwa kitab ini disusun
berdasarkan bab-bab fiqih sebagaiman yang dilakukan oleh Bukhari dan muslim
dalam kitab sahihnya . Dalam kitab Al-mustadrak terdapat tiga macam
hadis , yaitu : Pertama , hadis-hadis
menurut Al-Hakim termasuk shahih disebut dengan istilah “ Shahihah Al-Isnad”,
meskipun hadis ini belum sesuai dengan
syarat Bukhari dan Muslim. Kedua,
hadis-hadis shahih menurut Bukhari dan Muslim atau salah satunya, yang Ketiga
tidak beliau sebutkan dalam kitab shahihnya.
6. Kitab
Zawa’id
Kitab ini menghimpun hadis-hadis
tambahan (pelengkap) pada sebahagian
kitab mengenai hadis-hadis yang terdapat pada kitab-kitab lain, seperti kitab
zawaidb ibn majah ‘al-usuli al-khamsah.
Diantara
kitab-kitab zawaid’ adalah :
a. Misbah
al-Zujajat fi zawaid’ Ibn Majah, karangan Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad
al-Bisiri (804 H / 1401 M )
b. Fawa’id
al- Muntaqa li Zawaid al-Baihaqi, juga karangan al-busiri
c. Ittihaf
al-Sadati al-Mahrati al-khairiyyat bi Zawaid al-Masanid al- Asyarati, karangan
al-busiri juga
d. Al-Matalib
al-Aliyat bi Zawaid al-Masanid al Samaniyat, karangan Ibn Hajar al- Asqalani (
852 H )
7. Kitab
Al-Musannaf
Menurut istilah ahli hadis Al-musannaf
adalah kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih, meliputi hadis-hadis
marfu’ mauquf’ dan maqtu’. Artinya pada kitab ini terdapat hadis-hadis Nabi,
qaul sahabat, fatwa Tabi’in, dan
terkadang memuat fatwa Ath-Thaba’i. Musannaf hampir sama dengan
kitab sunan , perbedaannya hanya pada kitan sunan tidak terdapat hadis yang
maqtu’ dan Mauquf.
Kitab-kitab Al-Musannaf antara lain adalah :
a. Al-musannaf,
Karangan Abu Bakar Abdullah bin Muhammad
bin Abi Syaibah al-Kufi ( 235 / 849 M )
b. Al-Musannaf,
karangan Abu Bakar Abdu al-Razzaq bin Hammam as (211H / 826 M ).
c. Al-Musannaf,
karangan Abi Salamah Hammad bin Salamah al-basri , ( 167 H / 781 ).[11]
8. Kitab
Al-Musanid ( Musnad-musnad )
Penyusunan
kitab ini adalah berdasarkan perawi teratas , kitab ini menentukan
hadis-hadis setiap sahabat . Para
penyusun kitab ini berdasarkan seorang
sahabat dan dibawahnya dicantumkan hadis-hadis
yang diriwayatkan langsung dari Rasulullah saw.
III.
Kesimpulan
:
Dari pembahasan-pembahasan
diatas dapatlah dikemukakan bahwa hadis
yang merupakan sumber hukum islam pada awalnya hanya berada dalam hafalan para
periwayat hadis, terutama kalangan para sahabat nabi , periwayatan hadis
semakin lama semakin berkembang, hal ini disebabkan karena kebutuhan ummat akan
hadis nabi sebagai tuntunan hidup dan karena wilayah islam yang semakin meluas,
pengumpulan (tadwin) hadis dirasa perlu karena ulama periwayat hadis banyak
yang telah meninggal, Apabila penghimpunan hadis tidak segra dilakukan niscaya
umat islam dimasa yang akan datang akan banyak menemui kesulitan untuk mengenal
dan mempelajari hadis Nabi, karena itu Khalifah Umar bin Abd Aziz memerintahkan
/ menginstruksikan kepada seluruh Gubernurnya dan ulama-ulama hadis untuk segra
menghimpunkan seluruh hadis nabi. kegiatan penghimpunan dan pembukukan hadis
dapat dengan lancar. dan sekitar abad
ke tiga hijriah menyusunan dan pembukuan
hadis telah selesai dilaksanakan .sesudahkan
masa itu usaha yang dilakukan oleh ulama hanya sekedar melengkapi,
menggabungkan , menyusun kamusnya, meyeleksi, menjelaskan terhadap kitab –kitab
hadis yang telah ditulis oleh para ulama pada abad ke II dan III H.
DAFTAR
BACAAN
- M. Syuhadi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Bulan bintang, Jakarta 1988
- Al-Asqalaniy, A hmad bin Aliy Hajar Fath al-Bary , Dar –al-Fikr wa Maktabat salafiyah
- Mustafa al- Siba,i Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, Jakarta 1991
- M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an , Mizan, Bandung 1995
- Said Agil Al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Jakarta 2004
- Firdaus An, Kepemimpinan Khalifah Umar bin Abd Aziz, pedoman Ilmu, Jakarta 2003
- Khatib Muhammad Ajaj, Ushul Al-Hadis Ulumuhu wa Mustalahuhu, Damsiq, Dar al-fikr 1966 M
- T.M Hasbi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jakarta Bulan Bintang 1981
- Muhammad Thaha , Ushul at-takhrij wa Dirasah al-asanid , Bairut Dar Al-qur’an Karim, 1978
- Muhammad Thaha , Dasar-dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad, semarang Dimas 1995
- Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari Shahih Al-Bukhari, pustaka adil Surabaya,2010
- Ibnu hamzah Al-Husaini Al -Hanafi Ad-Damsiqi, Asbabul Wurud , kalam mulia Jakarta , 2002.
[2] M.
Syuhadi Ismail, Kaedah kesahihan sanad
hadis , dalam pengantar kitab tersebut Dr. M. Quraisy Shihab memberikan sambutan sekaligus menguraikan
tentang sejarah periwayatan dan pembukuan al-hadis, hal.xi
[3] Ibid hal 43
[4] Ibid hal
48-49
[6] Firdaus An. Kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ,h
35
[7] Al-Asqolaniy
,Fath al-Bariy, Dar al-fikr wa maktabat al-salafiyyah, h 194-95
[9] Muhammad
Thahhan, Ushul At-tahrij wa Dirasat asanid
h.104
[10] 0psit,
h.153
[11] Ibid h. 134-135.
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: