Rabu, 28 Oktober 2015
DINASTI FATHIMIAH DI AFRIKA
A. Pendahuluan
Dinasti Fatimiah merupakan sebuah dinasti yang didirikan
di benua Afrika pada penghujung tahun 200 Hijriah atau sekitar tahun 910
Masehi, dinasti ini berpahaman syiah, dari permulaan pembentukannya dinasti ini
bertujuan untuk menjalankan ideologi syiah dan ingin melepaskan diri dari
kekuasaan Daulah Abbasyiah di Baghdad yang berideologi Sunnah.
Kondisi politik dunia Islam ketika Dinasti Fatimiah
didirikan agak sedikit tidak terkendali, hal ini bisa di lihat dengan munculnya
banyak dinasti-dinasti kecil di berbagai belahan dunia baik di timur dan barat
Baghdad. Dinataranya Dinasti Tahiri (200 H-259 H / 820 M-872 M), Dinasti Safari
(254 H-289 H / 867 M-903 M), Dinasti Samani (261 H-389 H / 874 M-999 M),
Dinasti Ghazwani, di barat Baghdad ada Dinasti Idrisi di Maroko (172 H-375 H /
788 M-985 M), Dinasti Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M), Dinasti Thulun di
Mesir (254 H-292 H / 868 M-967 M), Dinasti Ikhsyidi (323 H- 357 H / 934 M-967
M), Dinasti Hamdaniah (317 H – 399 H / 929 M – 1009 M).
Pada akhir tahun
200 Hijriah negara dunia Islam di pimpin oleh 3 khalifah besar yaitu Khalifah
Abbasyiah di Baghdad, Khalifah Umawiyah di Qurdova Spanyol dan khalifah
Fatimiah di Mesir, kondisi seperti ini membuat Daulah Islamiyah agak lemah, hal
ini terlihat kaum Salib telah merebut beberapa negara Islam seperti Palestina
pada sekitar tahun 450 H.
Ketika Dinasti Buwaih (320 H – 447 H / 932 M – 1055 M)
menguasai Baghdad maka Daulah Fatimiah di Maroko semakin kuat bahkan mereka
berkeinginan untuk menaklukan Mesir, hal ini di karenakan keluarga istana
Buwaih lebih cenderung ke ideologi syiah dan menganggap bani Abbas telah
merebut jabatan kekhalifahan dari tangan mereka.
Semenjak dilantik Bani Umaiyah sebagai khalifah kemudian
di ikuti dengan Bani Abbas maka banyak sekali pengikut syiah berlarian ketimur,
barat dan ke berbagai negara Islam untuk menyelamat diri dari hal-hal yang
tidak diinginkan, sebahagiannya mereka pergi ke Maroko, Mesir dan menetap
disana.
Setelah lama menetap di negara pelariannya, kaum Syiah mulai
meyebarkan pengaruhnya melalui ideologi yang mereka bawa, sehingga mereka
mempunyai kumpulan tersendiri sebagaimana penduduk tempatan yang kebanyakannya
kaum Sunni. Di Maroko kumpulan ini di kenal dengan Idrisiah yang kemudiannya
berhasil mendirikan Daulah Idrisiah (175H – 375H / 792 M – 889 M). Namun mereka
tidak menamakan pemimpinnya sebagai Khalifah.
B. Latar Belakang
Berdirinya Daulah
Fathimiyah Di Afrika
Utara dan Mesir.
Berdirinya dinasti Fatimiyah bermula pada masa menjelang akhir abad ke 10, pada
masa itu dinasti Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan daerah kekuasaannya
yang luas tidak lagi terkoordinir, hal ini telah membuka peluang bagi
dinastti-dinasti kecil di berbagai daerah. Gubernur dan Sultannya memiliki
tentara tersendiri, pada masa itu telah muncul pemberontakan dari kelompok yang
merasa tertindas pada masa pemerintahan Abbasiyah serta membuka peluang bagi
kelompok syi’ah untuk melakukan kegiatan politik.[1]
Pada tahun 860 M kelompok syi’ah pindah kedaerah Salamiyah di Syiria dan di
sanalah mereka membuat suatu kekuatan dan membuat pergerakan propagandis dengan
tokohnya yang terkenal bernama Said ibnu Husein dan secara rahasia menyusupkan
utusan-utusannya keberbagai daerah muslim terutama Afrika dan Mesir dalam rangka
menyebarkan islami kepada rakyat.[2]
Orang-orang Fatimiyah disebut juga kaum Alawi
yang dihubungkan dengan keturunan Ali bin Abi Thalib. Ubaiddilah al-Mahdi
sebagai pendiri daulah Fathimiyah
yang mempunyai silsilah keturunan yang berasal dari Ali bin Abi Thalib seperti
halnya imam-imam Syi’ah.[3]
Dinasti Fathimiyah merupakan khalifah beraliran Syi’ah yang berkuasa di Mesir
pada tahun 297 H atau 909 M sampai tahun 571 H atau 1171 M selama lebih kurang
262 tahun. Adapun para penguasa pada waktu itu adalah:
1. Abu Muhammad Abdullah (Ubaidillah)
al-Mahdi bi,lah 297-322 H (909-934M)
2. Abu Al- Qasim Muhammad Al-Qa’im bin
Amr Allah al-Mahdi Ubaiddilah 322-334 H (934-936 M)
3. Abu Zahir Isma’il al-Mansur bi-llah
334-341 H (946-953 M)
4. Abu Tamim al-Mu’izz li-Dillah
341-365 H (953-975 M)
5. Abu Mansur Nizar al-Aziz 365-386 H
(975-996 M)
6. Abu Ali al-Mansur al-Hakim bin
Amrullah 386-411 H (996-1021 M)
7. Abu al-Hasan Ali al-Tahir li-I’zzah
Dinillah (1021-1036)
8. Abu Tamim Ma’dadd al-Muntansir
bi-llah (1036-1094)
9. Al-Musta’li bi-llah (1094-1101)
10. Abu Ali Mansur al-Amir bin
Ahkamullah 495-524 H (1101-1130 M)
11. Abdu al-Majid al-Hafiz 524-544 H (
1130-1149 M)
12. Abu Mansur ismail Al-Dhafir
544-549 H (1149-1154 M)
13. Al-Faiz 549-555 H (1154-1160 M)
Dinasti tersebut berdiri tahun 297-567 H/909-1171 M, semula di Afrika Utara
kemudian di Mesir, Syiria, dinasti ini bersealiran
Syi’ah Isma’iliyah dan pendirinya adalah Ubaidillah Al-Mahdi dari syiria ke
Afrika Utara dan menisbatkan diri sebagai keturunan Fatimiyah binti Rasulullah,
olehnya itu dinamakan dinasti Fathimiyah.
Walaupun dikalangan sunni mereka meragukan asal-usulnya namun mereka
menamakannya Al- Ubaidillah sebagai pengganti dari Fathimiyyun.[5]
Dinasti Fathimiyah
adalah satu-satunya dinasti syi’ah dalam sebagai tandingan penguasa muslim saat
itu, penguasa di Baghdad yaitu dinasti Abbasiyah yang tidak mengakui
kekhalifaan Fatimiyah sebagai keturunan Rasulullah karena bani Abbas merasa
bahwa merekalah yang ahlulbait sesungguhnya.
Gerakan Dinasti
Fathimiyah melalui era baru di Mesir pada zaman khalifah Al-Muiz putra dari Al-Mansur,
penaklukan Mesir merupakan cita-cita terbesar gerakan espansi Al-Muiz, maka
ketika Mesir dilanda kerusuhan yang serius pada tahun 968 M, sehingga Al-Muiz
menyerang dan menaklukan Mesir dari kekuasaan dinasti Iksidiyah tanpa
perlawanan,. Lalu Mesir masuk era baru di bawah pemerintahan Fathimiyah, dengan
khalifah yang bergelar al-Muiz, dalam kekuasaannya sistem pemerintahan dibenahi
dengan membagi- bagi wilayah propinsi dan mempercayakan kepada pejabat-pejabat
yang cakap dan juga menertibkan bidang kemiliteran, industry dan perdagangan
semua itu mengalami kemajuan yang pesat dan melakukan gerakan pembaharuan.[6]
Setelah khalifah Al-Muiz meninggal pada tahun 975 M, setelah memerintah selam
23 tahun lalu ia digantikan oleh anaknya yang bernama al-Aziz yang
dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan pemurah. Dibawah pemerintahannya,
dinasti Fatimiyah mencapai puncak kejayaannya ditandai dengan kesejahteraan
seluruh warga baik yang muslim maupun non muslim. Pada masa pemerintahan Al-Aziz
dinasti Fatimiyah mengalami kemajuan seluruh Syiriah dan Mesopotamia bisa
ditaklukan dan tidak ada pemberontakan, ini disebabkan al-Aziz menjalin persahabatan
dengan pemerintah lain di luar Mesir dengan cara saling bertukar duta dalam
pemerintahan.
Dengan demikian
kebijakan Al-Aziz pulalah yang menyebabkan kemunduran dinasti Fatimiyah yaitu
dengan penarikan orang Turki dan Negro dari sebagian pasukan militer, yang
menyebabkan persaingan antar ras dalam kemiliteran dan ditandai pula dengan
pembunuhan pejabat-pejabat yang cakap tanpa alasan dan penyiksaan kepada rakyat
non muslim serta pembakaran tempat ibadah umat Kristen dan yahudi serta
menghancurkan makam yang di anggap suci oleh orang Kristen.
Khalifah Al-Aziz
meninggal pada tahun 386 H/996 M lalu digantikan oleh putranya yang
bernama al-Hakim yang masi berusia 11 tahun. Pada masa pemerintahan ini
dibangun sebuah mesjid yang menjadi pusat ilmu pengetahuan sebagai sarana
penyebar syi’ah yang di dalamnya terdapat perpustakaan.
Pada priode selanjutnya Al-Hakim digantikan oleh Al-Dhafir yang berusia 16
tahun, dengan usia yang masih anak-anak ia menjadi boneka di tangan
mentri-mentrinya. Pada masa pemerintahan al-Dhafiir ditandai dengan
penderitaan rakyat karena kekurangan makanan dan harga barang yang tidak
terjangkau karena adanya musibah banjir bukan karena penyiksaan yang dilakukan
oleh khalifah.[7]
Pemerintahan Al-Dhafir merupakan khalifah yang memberikan toleransi dan membina
kembali perjanjian kepada Kaisar Romawi ditandai dengan di izinkannya kembali
Constantie III membangun geraja di Yerussalem, namun khalifah memiliki
kebiasaan-kebiasaan hidup santai dan banyak menikah. Kemudian al-Dhafir
digantikan oleh putranya yang berusia 7 tahun yang bernama al-Mustansir dan
pada waktu itu kekuasaan Fatimiyah mengalami kemunduran drastis diakibatkan
perebutan jabatan mentri dalam istana dan munculnya pemberontakan baik
dalam pemerintahan maupun diluar pemerintahan sehingga pemerintah mengalami
paceklik, kelaparan dan timbulnya wabah penyakit.
Hal tersebut bisa diatasi dengan meminta bantuan kepada Gubernur Arce sehingga
wabah tersebut dapat diatasi. Sepeninggalnya khalifah Al-Mustansir dinasti
Fatimiyah betul-betul mengalami kemunduran baik dimasa pemerintahan Al-Musta’li
hingga masa kekhalifaan Al-Afzal. Pada pemerintahan Al-Afzal berusaha mengembalikan
kejayaan Fatimiyah namun tak berhasil tetapi dengan kesabaran dan sikap
keadilan yang dimilikinya ia berhasil memerintah selam 50 tahun, akan tetapi Al-Afzal
menjadi korban pembunuhan sehingga ia digantikan dengan kemenakannya yang
bernam Al-Hafiz dan seterusnya khalifah Al-Dhafir, Al-Faiz dan Al-Azid tak ada
yang dapat membangkitkan kembali kejayaan dinasti Fatimiyah yang dibangun oleh
al-Mahdi.
B. Kemajuan Peradaban Islam
pada
Masa Daulah
Fathimiyah
Sumbangan dinasti Fathimiyah
terhadap peradaban islam sangat besar baik dalam sistem pemerintahan maupun
dalam bidang keilmuwan. Pada masa kekuasaan Al-Aziz 975-996 M. Rakyat Mesir
senantiasa dalam kedamaian dan kemakmuaran, karena keadilan serta murah hati
sang khalifah. Al-Aziz adalah khalifah kelima yang berkuasa pada dinasti
Fatimiyah dan merupakan khalifah pertama yang berkuasa di Mesir.
Kemajuan yang terlihat pada masa kekhalifaan Al-Aziz yang bijaksana
diantaranya:
1. Bidang Pemerintahan
Bentuk pemerintahan pada masa Fathimiyah
merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dianggap sebagai pola baru dalam
sejarah Mesir. Sistem pemerintahan khalifah merupakan pusat kebijakan dalam
segala system pemerintahan seperti, pengangkatan para pejabat yang merupakan
keputusan langsung dari khalifah.[8]
Menteri pada pemerintahan dibagi
dalam dua kelompok yaitu:
a. Menteri yang menangani
bagian pemerintahan antara lain:
1. Urusan tentara
2. Perang
3. Pegawai rumah tangga khalifah dan
semua masalah yang menyangkut keamanan
b. Menteri yang menangani
kelompok sipil antara lain:
1. Qadli yang berfungsi sebagai hakim
dan direktur percetakan
uang
2. Ketua dakwah yang memimpin darul
hikam
3. Inspektur pasar yang membidangi
bazar, pengawasan timbangan dan ukuran
4. Bendaharawan negara yang membidangi
baitul mall
5. Wakil kepala urusan rumah tangga
khalifah
6. Qori yang membacakan Al-Qur’an bagi kahalifah kapan saja
dibutuhkan.
2. Bidang
Pemikiran dan Filsafat
Dalam
menyebarkan tentang kesyiahhannya, dinasti Fatimiyah banyak menggunakan
filsafat yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat Plato, Aritoteles
dan ahli-ahli filsafat lainnya. Kelompok ahli filsafat yang paling terkenal
pada masa dinasti Fatimiyah adalah Ikhwanu Shofa dalam filsafat lebih
cendrung membela kelompok Syiah Ismailiyah dan mampu menyempurnakan
pemikiran-pemikiran yang telah dikembangkan oleh golongan Mu’tazillah terutama
dalam masalah yang berhubungan dengan ilmu, agama, pengembangan syariah dan
filsafat Yunani.[9]
3. Bidang Politik
Kebijakan-kebijakan
yang dilakukan oleh Khalifah Fathimiyah
yang bersifat politis diantaranya:
1. Pemindahan pusat pemerintahan dari Tunusia
(Qairawan) ke Kairo (Mesir) adalah langkah strategis karena Mesir akan
dijadikan pusat koordinasi denagn berbagai negara.
2. Perluasan wilayah. Pada masa
pemerintahan Al-Aziz telah menguasai negeri Arab sebelah timur sampai
laut Atlantik sebelah barat dan Asia kecil sebelah utara Naubah sebelah
selatan.
3. Pembentukan Wazir Tanfiz yang bertanggung jawab mengenai
pembagian kekuasaan daerah.
4. Bidang Keilmuan dan
Kesusastraan
Ilmuan
yang terkenal pada masa Fatimiyah adalah Yakub Ibnu Kilis yang berhasil
membangun akademi keilmuan dan melahirkan ahli Fisika yang bernama Muhammad Al-Tamimi
dan juga seorang ahli sejarah yaitu Muhammad Ibnu Yusuf Al-Kindi dan seorang
ahli sastra yang muncul pada masa Fatimiyah dalah kitab Yatimah Ad-Dahri oleh
Abu Mansur As-Sa’alabi, kitab Saqtu Azh-zhan, Al-Luzumiyat oleh Abu Ula Al-Makri
dan Ibnu Zina adalah filosof terkenal diantara kitab dalam ilmu kedokterannya,
logika dan Filsafat serat Al-Aziz yang berhasil membangun mesjid al-Azhar
sebagai tempat pendidikan walaupn yang dimaksud untuk mengembangkan ideology
mereka. Kemajuan yang paling menonjol dibidang keilmuan adalah pengembangan
ilmu Astronomi oleh Ibnu Yunus, Ibnu Hasan dan Ibnu Hayam, karyanya tentang
matematika dan astronomi, pada masa Al-Mansur terdapat perpustakaan yang di
dalamnya berisi 200.000 buku dan 2400 illuminated al-Qur’an.
5. Bidang Ekonomi dan Perdagangan
Pada masa
pemerintahan Dinasti Fathimiyah, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi yang
mengungguli daerah-daerah lainnya dan hubungan dagang dengan dunia non muslim
sangat baik dan dimasa ini banyak dihasilkan produk industri dan seni islam
yang terbaik.
Kemakmuran Mesir ini terjadi pada masa pemerintahan al-Aziz yang memiliki sifat
dermawan dan tidak membedakan anatara Syi’ah, Sunni, Kristen dan agama lainnya,
sehingga banyak da’i- da’i Sunni yang belajar ke Al-Azhar. Inilah salah satu bentuk kebijkan
yang diambil oleh khalifah Fatimiyah dan imbasnya sangat besar terhadap
kemakmuran dan kehidupan sosial
masyarakat Mesir.
6. Bidang Kesenian
Melahirkan beberapa orang yang pakar dalam syair seperti
Ibnu Hani', Abu Abdullah Muhammad bin Abi Jarah, Abdul Wahab bin Nashir Al
Maliki, Abu Abbas Ahmad bin Mufrij, Imarah Yamani, bidang prosa
melahirkan beberapa kitab terkenal seperti Al A'kdul Farid oleh Ibnu Abdi Rabbihi w. 328 H, kitab Al Aghani oleh Abi Al Faraj Al Ashfihani w. 356 H, Rasail oleh badi'uzzaman Al Hamzani w. 398 H. Bidang Sastra Kitab Yatimah Ad Dahri oleh Abu Manshur As Sa'alabi w.429H, kitab Saqthu Azh Zhand, Al Luzumiyat oleh Abu Ula Al Ma'kri w.449.
melahirkan beberapa kitab terkenal seperti Al A'kdul Farid oleh Ibnu Abdi Rabbihi w. 328 H, kitab Al Aghani oleh Abi Al Faraj Al Ashfihani w. 356 H, Rasail oleh badi'uzzaman Al Hamzani w. 398 H. Bidang Sastra Kitab Yatimah Ad Dahri oleh Abu Manshur As Sa'alabi w.429H, kitab Saqthu Azh Zhand, Al Luzumiyat oleh Abu Ula Al Ma'kri w.449.
C. Faktor
Kemunduran dan Kehancuran Daulah Fathimiyah
Kemelut dalam
lingkungan dinasti Fathimiyah
muncul pada priode pemerintahan al-Mustansir 1035 M, kemelut ini tidak muncul
seketika akan tetapi muncul sekitar tahun itu tetapi ada kemelut bibit- bibit
sebelumnya
berawal dari pemerintahan al-Hakim
karena adanya kekerasan dan pemaksaan dalam menganut ideology syi’ah kepada
masyarakat mesir hingga pergantian khalifah berikutnya tidak dapat
dipertahankan oleh dinasti Fathimiyah.
Adapun
faktor-faktor penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti Fatimiyah antara
lain:
1. Ajaran Syi’ah tidak dapat
diterima oleh kebanyakan umat Islam.
Meskipun doktrin Ismailiyah yang dianut oleh Fathimiyah yang menekankan pada masalah
keagamaan dan perkembangan ilmu pengetahuan, paham ini belum dapat diterima
oleh sebahagian besar masyarakat islam yang kebanyakan paham Sunni, apa lagi
sejak kebangkitan Sunni, paham Syi’ah
banyak ditinggalkan oleh masyarakat islam.
2. Pengusaan terhadap
daerah-daerah Fathimiyah
melemah
Dalam usaha
ekspansi keluar daerah, Fathimiyah
telah banyak mengalami kesuksesan. Walaupun Fatimiyah dapat menaklukan
daerah-daerah tersebut, mereka tetap mengalami kesulitan untuk mengadakan
pengawasan secara seksama di daerah Palestina dan Syiria. Fatimiyah tidak dapat
menguasai secara penuh sehingga terjadi pemberontakan Qaramitha yang terus
mengadakan perlawanan di Syiriah.
3. Konflik dalam tubuh militer
Tentara yang
mula-mula menaklukan mesir kebanyakan terdiri dari orang-orang Berber. Setelah
penaklukan Mesir dan pemerintahan khalifah Al-Aziz orang-orang Turki dan para
Budak serta Negro direkrut menjadi tentara, hal ini menimbulkan konflik karena
adanya fraksi dalam tubuh militer yakni tentara dari budak kulit hitam yang
berasal dari Sudan yang tidak mau kalah dari pendahulunya. Kondisi khalifah
yang lemah pada masa al-Aziz sebagai khalifah yang kelima sudah mulai terasa
bahwa khalifah Fatimiyah sudah mulai melemah, hal ini pula diatandai dengan
beberapa jabatan penting yang bukan dipegang oleh orang islam. Al-Hakim yang
menggantikan al-Aziz memiliki watak yang lemah, ia berkuasa pada tahun 386-411
H/996-1021 M. Pada masa pemerintahannya ia mengadakan pemaksaan mazhab kepada masyarakatnya, sikap ini yang membuat
masyarakat antipati dan kewibawaan khalifah menurun. Khalifah-khlifah Fatimiyah
dijadikan boneka permainan para wazir ditambah lagi dengan terjadinya bencana
wabah penyakit dan kelaparan, terjadi hama yang menyerang tanaman sehingga
hasil panen mengal;ami kegagalan, karena melemahnya khalifah ia tidak dapat
mengatasi semua ini. Namun khalifah Al-Muntansir mengangkat Al-Badr Al-Jamili
sebagai Wazir dan beliau berusaha memperbaiki tatanan social masyarakat Mesir
dan dapat memberikan kemakmuran.
4. Hidup yang mewah dikalangan
khalifah dan wazir. Khalifah Al-Aziz memiliki tempat tinggal yang sangat
mewah untuk pribadi dan keluarganya, demikian juga kehidupan para khalifah pada
akhir khalifah Fatimiyah mereka pada umumnya hidup dalam kemewahan.
5. Faktor Ekonomi
Terjadinya musibah bencana kelaparan dan bencana alam yang menjadikan khalifah
dalam kemerosotan, hal ini menyebabkan kemunduran dan kelemahan khalifah kurang
dan menipisnya dana untuk memajukan dan menjalankan roda pemerintahan. Khalifah
Fatimiyah yang terakhir adalah Al-Adid yang menggantikan khalifah sebelumnya
yaitu Al-Qais yang mati terbunuh dan pada pemerintahan inilah terjadi
persekongkolan dan penghianatan yang menyebabkan dinasti Fatimiyah di Mesir
hancur.
E. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
- Dinasti Fatimiyah adalah dinasti yang didirikan di Benua Afrika pada penghujung tahun 200 H atau sekitar tahun 909 M, yang bertujuan untuk menjalankan ideology Syi’ah yang ingin melepas diri dari kekuasaan Daulah Abbasiah di Baghdad.
- Puncak kejayaan Dinasti Fatimiyah pada masa kekuasaan al-Aziz tahun 975-996 M yaitu:
·
Bidang Pemerintahan
·
Bidang Pemikiran dan Filsafat
·
Bidang
Politik
·
Bidang
Keilmuan dan Kesusastraan
·
Bidang
Ekonomi dan
Perdagangan
·
Bidang Kesenian
3. Beberapa
faktor penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti Fathimiyah antara lain:
a. Ajaran Syi’ah tidak banyak diterima
oleh umat islam
b. Penguasaan terhadap daerah-daerah
dinasti Fatimiyah melemah
c. Konflik dalam tubuh militer
d. Faktor ekonomi, hidup yang mewah dikalangan khalifah
dan wazir.
DAFTAR PUSTAKA
- Ajid Thohir, Perkembangan peradaban di kawasan Dunia Islam, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta 2004
- Ensiklopedi Islam, PT. Ikrar Mandiri Persada. Jakarta, 2001
- G. E. Van Grunbaun, Clasical Islam History, Aldine Publishing Company. Chicago, 1974
- Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Jogjakarta, 1989
- Ira M. Lapidos, Sejarah Sosial Umat Islam, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2000
- Munir Amir Samsul, Sejarah Peradaban Islam, CET. II: Jakarta. Amsah.2009
- Nasution Harun, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan Cet. V, Jakarta. Universitas Indonesia, 1986.
- Philip K Hitti, Histori Of Arab. Jakarta, 2006
[4] Ira M. Lapidos, Sejarah Sosial
Umat Islam (Cet. II, Jakarta, PT. Raja Grapindo Persada, 2000) h. 203
[7] Harun Naution. Teologi Islam;
Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan. (Cet.V.Jakarta :
Universitas
Indonesia, 1986).
[9] Hasan
Ibrahim hasan, Sejarah Kebudayaan Islam (Islamic History dan Culture),
(Cet. I, Jogjakarta, 1989) h. 269
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: