Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Selasa, 07 April 2015

Widgets

HAJI BADAL




A.   Pendahuluan
Menunaikan ibadah haji adalah sesuatu yang amat dirindukan oleh setiap umat Islam, bahkan oleh yang telah menunaikannya berkali-kali sekalipun. Karena itu, bagi yang dimudahkan Allah rizkinya Untuk menggunakan kesempatan emas itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, belum tentu kesempatan menunaikan ibadah haji itu datang kembali.
Dalam konteks ibadah haji, menariknya bahwa pelaksanaan ibadah ini hanya dituntut bagi orangyang memiliki kemampuan saja, baik materil dan spritual. Persyaratan kemampuan material dan spiritual tentunya memiliki konsekuensi tersendiri sebab kemampuan yang kedua ini tidak semua umat Islam memilikinya dan dapat memenuhinya maka tidakmengherankanlah nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaannya tidak ditemukan dalam ibadah lainnya. Dengan kata lain, Islam memberikan dispensasi bagi yang belum dapat memenuhi persyaratan tersebut untuk tidak melaksanakan ibadah haji.Namun, tetaplah umat Islam dituntut untuk berupaya semaksimalnya memenuhikewajiban pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Dalam pelaksanaan ibadah haji ini diknal dengan istilah badal yaitu menggantikan dalam maksud menggantikan orang lain melaksanakan ibadah haji. Kenyataannya sebagian orang terlalu bermudah-mudahan menghajikan orang lain, alias membadalkan haji. Padahal tidak mudah begitu saja membadalkan haji, ada ketentuan, syarat dan hukum yang mesti diperhatikan. Dari paparan diatas inilah yang menjadi topik pembicaraan dalam makalah ini yang berjudul haji badal.


B.   Pembahasan
1.    Pengertian Haji Badal
Sebelum dikemukakan pembahasan yang berkenaan dengan haji badal untuk lebih mendekatkan kepada permasalahan yang akan dikemukakan dalam pembahasan ini terlebih dahulu perlu dikemukan depenisi kedua kata tersebut yakni haji dan badal sebagaimana yang di kemukakan dalam Kamus besar Bahasa Indonesia:
Haji terbagi dua pengertian diantaranya:
a). Berkunjung kesuatu tempat tertentu untuk tujuan ibadah, dikenal oleh umat manusia melalui tuntunan agama-agama, khususnya dibelahan timur dunia kita ini. Ibadah ini diharapkan dapat mengantar manusia kepada pengenalan jati diri, membersihkan dan mensyucikan jiwa mereka.[1]
b). Sebutan untuk orang yg sudah melakukan ziarah ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima: sekembalinya dari Tanah Suci ia menambahkan gelar di depan namanya.
Adapun yang dikatakan badal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: badal ialah pengganti (terutama bagi orang naik haji), wakil haji orang yang melaksanakan ibadah haji untuk menggantikan orang lain (seperti menggantikan orang yang sudah meninggal), wakil haji.[2]
Menurut Prof H. Jalaludin mengatakan:
Secara harfiah haji artinya mnyengajakaan untuk mengunjungi ka’bah untuk beribadat kepada Allah swt, dengan memeenuhi syarat, rukun, kewajiban, dan mengeerjakannya pada waktu tertentu, dengan demikian ibadah haji termasuk ibadah yang paling berat jika dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lainnya, makanya Maha bijaksana Allah swt menetapkannya, bahwa ibadah ini sekali seumur hidup. Itupun bagi muslim yang mampu saja yang telah cukup dengan segala persyaratannya. [3]
Description: Seven Wonders of The Muslim WorldPerintahpelaksanaan ibadah haji inidisamping ibadah lainnyamemiliki implikasitersendiri bagi para pelaksananya sebab tidak ada ibadah yang dilaksanakantanpa memiliki nilai edukasi (hikmah) di dalamnya yang bertujuan supaya parapelaksananya benar-benar dapat menangkap pesan-pesan yang terurai dari setiapproses pelaksanaan ibadah tersebut.

Dari depinisi yang telah dikemukakan di atas dapat dikatakan  bahwa haji badal adalah, berarti amanah haji atau menghajikan orang lain yang telah dikategorikan wajib haji (terutama dari segi ekonomi) tapi tidak mampu melakukannya sendiri karena adanya halangan yang dilegalkan oleh syariat Islam. Maka seseorang tersebut dihajikan oleh orang lain sebagai pengganti dirinya untuk melaksanakan ibadah tersebut. [4]
Rasulullah saw bersabda:
عن عبد الله قال قال رسول الله عليه وسلم بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya:dari Abdullah bin Umar , katanya bersabda Rasulullah saw, Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.[5]
Dari hadis yang dikemukakan di atas  antara lima rukun Islam, menunaikan ibadah haji merupakan ibadah yang menempati posisi paling sulit untuk sebagian orang, karena dalam pelaksanaannya tidak sekedar meminta pengorbanan tenaga, melainkan juga biaya. Oleh karenanya, tidak semua orang Islam dipanggil untuk menunaikannya, kecuali bagi mereka yang mampu dan sanggup menunaikannya sebagaimana tersurat dalam Alqur’an Q.S. Ali Imran: 97.: yakni  padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Menurut Al-Qurthubi dalam tafsirnya bahwa Q.S. Ali Imron ayat 96-97 ini turun disebabkan karena orang-orang Islam dan orang-orang yahudi saling membanggakan diri. Yahudi mengatakan Baitul Maqdis lebih utama daripada Ka’bah, karena dia adalah tempat pelarian para nabi, di samping dia berada di tanah suci. Lalu orang Islampun berkata: Ka’bah lebih utama daripada Baitul Maqdis. Lalu Allah menurunkan ayat ini.[6]
Perintahpelaksanaan haji merupakan suatu kesepakatan umat Islam yang tidak dapat dibantahkansebab banyak ditemukan dalil-dalil keagamaan yang memang secara tegas mewajibkannya. Dalamkaitan ini, untuk menjelaskan implikasi pesan-pesan yang terangkum dalampelaksanaan ibadah secara tegas Muhammad Al-Ghazalî mengatakan: ibadah-ibadahyang disyari‘atkan di dalam Islam dan dianggap sebagai rukun iman bukanlahsebatas upacara ritual yang kosong, yang menghubungkan antara manusia dengansesuatu alam gaib yang tidak jelas yang mengharuskan untuk melihatkanperbuatan-perbuatan dan gerakan-gerakan yang tidak mempunyai makna. Sebenarnyabukanlah demikian. Semua ibadat yang disyari‘atkan oleh Islam untukdilaksanakan oleh pemeluknya merupakan latihan yang terus menerus dilaksanakanagar pelakunya hidup dengan penuh akhlak dan moral yang baik serta benar, walaubagaimanapun situasi dan kondisi yang dihadapinya....., Begitulah, jangandikira bahwa seseorang yang pergi berangkat ke tanah suci untuk melaksanakanibadah haji bukanlah sekedar perjalanan, tetapi syarat dengan makna danpesan-pesan moral yang mulia”.[7]
2.    Dalil Alqur’an dan hadis tentang Keutamaan Haji
Kuatnya perintah pelaksanaan ibadah haji ini disertai juga dengan pujian dan imbalan yang besar bagi orang-orang yang benar-benar ikhlas dalam melaksanakannya yang hanya semata-mata untuk menunjukkan kepatuhan kepada Allah Swt. karena sesungguhnya ibadah tanpa didasari keikhlasan hanya akan mendatangkan kesia-siaan bagi pelaksananya. Untuk itu jugalah, tidak mengherankan kalau Islam juga memberikan ancaman bagiorang-orang yang memiliki kemampuan melaksanakan ibadah haji, tetapi tidak melaksanakannya berikut ini adalah merupakan dalil-dalil tentang keutamaan menunaikan ibadah haji.
Ancaman bagi orang-orangyang tidak mau melaksanakan ibadah haji padahal sesungguhnya telah mampu untuk memenuhipersyaratan tersebut oleh Islam dipandang sebagai orang yang akan mati dalamkeadaan Yahudi dan Nasrani. Ancaman ini setidaknya mengisyaratkan dua hal. Pertama,bahwa bagi semua orang Islam yang telah memenuhi segala persyaratan dalam melaksanakanibadah haji tidak ada lagi negosiasi kecuali harus melaksanakannya.[8]

a.    Dalil Haji Menurut Alqur’an

¨bÎ) tA¨rr& ;MøŠt/ yìÅÊãr Ĩ$¨Y=Ï9 Ï%©#s9 sp©3t6Î/ %Z.u$t7ãB Yèdur tûüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÒÏÈ   ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ  

Artinya:  Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.[9] (QS Ali Imran: 96-97)

bÏiŒr&ur Îû Ĩ$¨Y9$# Ædkptø:$$Î/ šqè?ù'tƒ Zw%y`Í 4n?tãur Èe@à2 9ÏB$|Ê šúüÏ?ù'tƒ `ÏB Èe@ä. ?dksù 9,ŠÏJtã ÇËÐÈ  

Artinya: dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, [10](QS Al-Haj: 27).

(#rßygô±uŠÏj9 yìÏÿ»oYtB öNßgs9 (#rãà2õtƒur zNó$# «!$# þÎû 5Q$­ƒr& BM»tBqè=÷è¨B 4n?tã $tB Nßgs%yu .`ÏiB ÏpyJÎgt/ ÉO»yè÷RF{$# ( (#qè=ä3sù $pk÷]ÏB (#qßJÏèôÛr&ur }§Í¬!$t6ø9$# uŽÉ)xÿø9$# ÇËÑÈ   ¢OèO (#qàÒø)uø9 öNßgsWxÿs? (#qèùqãø9ur öNèduräçR (#qèù§q©Üuø9ur ÏMøŠt7ø9$$Î/ È,ŠÏFyèø9$# ÇËÒÈ  

Artinya: supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).[11] (QS Al-Haj: 28-29)

b.    Dalil Haji Menurut Al-Hadis


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ الْفَضْلِ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ فَرِيضَةُ اللَّهِ فِى الْحَجِّ وَهُوَ لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِىَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « فَحُجِّى عَنْهُ ».

Artinya:  Hadist riwayat Ibnu Abbas dari al-Fadl: "Seorang perempuan dari kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, ayahku telah wajib haji tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan?". Jawab Rasulullah: "Kalau begitu lakukanlah haji untuk dia!" (H.R. Bukhari, Muslim dll.)[12]

َوَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مَنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى اَلشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا, لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ, أَفَأَحُجُّ عَنْهُ? قَالَ: نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Artinya: Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah al-Fadl Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu duduk di belakang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu seorang perempuan dari Kats'am datang. Kemudian mereka saling pandang. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memalingkan muka al-Fadl ini ke arah lain. Perempuan itu kemudian berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah tua bangka, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya? Beliau menjawab: "Ya Boleh." Ini terjadi pada waktu haji wada'. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari. [13]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّى نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ ، فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ . حُجِّى عَنْهَا ، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ ، فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ »

Artinya: Hadist riwayat Ibnu Abbas ra: " Seorang perempuan dari bani Juhainah datang kepada Nabi s.a.w., ia bertanya: "Wahai Nabi Saw, Ibuku pernah bernadzar ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya?. Rasulullah menjawab: Ya, hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi" (H.R. Bukhari & Nasa'i).[14]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ :مَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ».

Artinya: Riwayat Ibnu Abbas, pada saat melaksanakan haji, Rasulullah s.a.w. mendengar seorang lelaki berkata "Labbaik 'an Syubrumah" (Labbaik/aku memenuhi pangilan-Mu ya Allah, untuk Syubrumah), lalu Rasulullah bertanya "Siapa Syubrumah?". "Dia saudaraku, wahai Rasulullah", jawab lelaki itu. "Apakah kamu sudah pernah haji?" Rasulullah bertanya. "Belum" jawabnya. "Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubrumah", lanjut Rasulullah. (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain). Syekh al-Albani menilai hadis ini shahih.[15]
َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( اَلْعُمْرَةُ إِلَى اَلْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا, وَالْحَجُّ اَلْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا اَلْجَنَّةَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Arinya: Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Umrah ke umrah menghapus dosa antara keduanya, dan tidak ada pahala bagi haji mabruru kecuali surga." Muttafaq Alaihi. (Hadis Muttafaqun alaih)[16]
َوَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! عَلَى اَلنِّسَاءِ جِهَادٌ ? قَالَ: نَعَمْ, عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ: اَلْحَجُّ, وَالْعُمْرَةُ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَهْ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ. وَأَصْلُهُ فِي اَلصَّحِيحِ

Artinya: Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita itu diwajibkan jihad? Beliau menjawab: Ya, mereka diwajibkan jihad tanpa perang di dalamnya, yaitu haji dan umrah." Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dengan lafadz menurut riwayatnya. Sanadnya shahih dan asalnya dari shahih Bukhari-Muslim.[17]

c.    Pendapat Para Ulama tentang Badal Haji

Dalam kaitan diatas tidak sampai di situ saja bahwa ternyata perintah pelaksanaan ibadah haji ini juga dibebankan bagi orang yang tidak memungkin lagi untuk melaksanakanibadah haji tersebut baik itu disebabkan oleh keuzuran atau telah meninggaldunia dengan cara membebankan kepada orang lain untuk melaksanakannya atas namaorang tersebut, yang dalam istilah fikih disebut dengan haji badal ini yangmenjadi konsentrasi penelitian ini. Pelaksanaan haji badal ini walaupunsebenarnya masih menjadi perdebatan di kalangan ulama mazhab fiqih, khususnyasiapa yang berhak untuk melaksanakannya, tetapi ada semacam kesepakatan bahwahaji badal tersebut memang diperkenankan oleh dalil keagamaan.
Dalam kaitan diatas tidak sampai di situ saja bahwa ternyata perintah pelaksanaan ibadah haji ini juga dibebankan bagi orang yang tidak memungkin lagi untuk melaksanakanibadah haji tersebut baik itu disebabkan oleh keuzuran atau telah meninggaldunia dengan cara membebankan kepada orang lain untuk melaksanakannya atas namaorang tersebut, yang dalam istilah fikih disebut dengan haji badal ini yangmenjadi konsentrasi penelitian ini. Pelaksanaan haji badal ini walaupunsebenarnya masih menjadi perdebatan di kalangan ulama mazhab fiqih, khususnyasiapa yang berhak untuk melaksanakannya, tetapi ada semacam kesepakatan bahwahaji badal tersebut memang diperkenankan oleh dalil keagamaan.
Namun, dalamteknis pelaksanaannya tentang siapa yang berhak melaksanakannya terjadikeberagaman pendapat ulama tentang ini. Perbedaan pendapat ulama tentang ininampaknya sangat berkaitan dengan persyaratan utama haji tersebut tentang istitha‘ah(kemampuan material dan spiritual) melaksanakan haji sebagai syarat utamanya. Makatentunya seseorang yang telah uzur yang tidak mungkin untuk sembuh kembali,atau orang yang telah meninggal tidak memenuhi syarat istitha‘ah ini untukmelaksanakan ibadah haji tersebut.
Namun, dalam teknis pelaksanaannya tentang siapa yang berhak melaksanakannya terjadikeberagaman pendapat ulama tentang ini. Perbedaan pendapat ulama tentang ininampaknya sangat berkaitan dengan persyaratan utama haji tersebut tentang istitha‘ah (kemampuan material dan spiritual) melaksanakan haji sebagai syarat utamanya. Makatentunya seseorang yang telah uzur yang tidak mungkin untuk sembuh kembali,atau orang yang telah meninggal tidak memenuhi syarat istitha‘ah ini untukmelaksanakan ibadah haji tersebut.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para pakar tentang yang berkaitan dengan badal haji.

a. Argumentasi ulama yang tidak memperbolehkan badal haji:
1. Ibadah haji itu, sungguhpun terdiri dari dua macam yaitu ibadah fisik dan ibadah harta, namun unsur fisiknya lebih dominan. Karena itu ibadah haji tidak boleh diwakilkan atau digantikan oleh orang lain.[18]
2.  Berdasarkan al-Qur’an surat al-Najm,39:Allah berfirman:

br&ur }§øŠ©9 Ç`»|¡SM~Ï9 žwÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ                        

Artinya: dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, [19](An-Najm: 39)


Ayat tersebut menunjukkan bahwa seseorang hanya akan dapat pahala jika ia sendiri yang melakukannya. Karena itu amal ibadah yang dilakukan untuk atau atas nama orang lain, seperti badal haji, tidak akan ada manfaatnya. Jadi sia-sia saja.
3.    Mengenai beberapa hadis yang menjelaskan adanya perintah Nabi Saw kepada sejumlah sahabat untuk melakukan haji atas nama orang tua dan saudaranya itu, oleh kelompok ulama ini, dinilai tidak shahih secara matan meski shahih secara sanad. Karena dianggap bertentangan dengan al-Qur’an surat al-Najm ayat 39 tersebut. Pendapat ini didukung oleh ulama Malikiyah. Di Indonesia, ulama yang mendukung pendapat ini adalah sejumlah ulama Persatuan Islam (Persis) Bangil.[20]
4.    Alasan ulama yang tidak memperbolehkan badal haji adalah bahwasanya haji itu hanya diwajibkan kepada orang Islam yang mampu, baik fisik maupun keuangan. Jadi, kalau ada orang yang sakit atau lemah secara fisik maka ia dianggap orang yang tidak mampu, karena itu ia tidak berkewajiban haji. Demikian juga orang yang telah wafat, ia dianggap sudah tidak berkewajiban untuk haji. Karena itu orang yang lemah secara fisik hingga tidak kuat untuk berhaji apalagi orang yang sudah wafat, maka kepada orang tersebut tidak perlu dilakukan badal haji. Orang ini dipandang telah gugur kewajiban hajinya.[21]
b.  Argumentasi ulama yang memperbolehkan badal haji:

1.    Harus difahami bahwa Nabi Saw memiliki otoritas untuk menetapkan hukum sendiri selain berdasarkan al-Qur’an. Karena itu tidak semua hadits yang “terkesan” bertentangan dengan al-Qur’an lalu dinyatakan tidak shahih. Seperti hadis tentang bolehnya menghajikan orang lain (orangtua atau saudara) yang dianggap bertentangan dengan surat al-Najm ayat 39 yang menerangkan bahwa seseorang tidak akan mendapatkan pahala kecuali atas usahanya sendiri. Dalam kajian Ushul Fiqh dikenal adanya “takhshis”, yaitu pembatasan atau pengecualian terhadap ketentuan yang bersifat umum. Takhshis ini bisa berupa al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, dan bisa juga al-Qur’an dengan al-Hadis. Sebagai contoh :

ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosŒqè%öqyJø9$#ur èptƒÏjŠuŽtIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur Ÿ@x.r& ßìç7¡¡9$# žwÎ) $tB ÷LäêøŠ©.sŒ $tBur yxÎ/èŒ n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºsŒ î,ó¡Ïù 3 tPöquø9$# }§Í³tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB öNä3ÏZƒÏŠ Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB Èböqt±÷z$#ur 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4 Ç`yJsù §äÜôÊ$# Îû >p|ÁuKøƒxC uŽöxî 7#ÏR$yftGãB 5OøO\b}   ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÈ  

Artinya:  diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[22] (Al-Maidah:3)

Ayat di atas (tentang: diharamkan atas kamu bangkai, hewan yang mati tanpa disembelih). Oleh Nabi Saw kemudian di “takhshis”, dibatasi dengan mengecualikan bangkai ikan dan belalang (HR.Ahmad, Ibn Majah dan al-Baihaqi. Al-Albani menilainya shahih).
 Kalau orang tidak memahami sunnah atau hadis, maka akan mengatakan bahwa semua bangkai adalah haram berdasarkan ayat al-Qur’an tersebut. Tetapi, karena memahami adanya sunnah atau hadis yang berfungsi menjelaskaan al-Qur’an dan juga mengecualikan keterangan yang bersifat umum, maka bisa difahami bahwa semua bangkai haram kecuali yang dikhususkan oleh Nabi saw, yaitu bangkai ikan dan belalang.
Demikian juga tentang ayat yang menerangkan bahwa seseorang tidak akan dapat pahala kecuali dari usaha amalnya sendiri firman Allah:
br&ur }§øŠ©9 Ç`»|¡SM~Ï9 žwÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ  
Artinya: dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,[23] (QS. Al-Najm, 39).

Oleh Nabi Saw, ayat yang bersifat umum tersebut dikecualikan dengan amalan badal haji, menghajikan orang yang telah meninggal (yang belum haji) atau menghajikan orang yang sudah tak mampu melaksanakannya (secara fiik) disebabkan oleh suatu udzur, seperti sakit yang tak ada harapan sembuh. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ini berarti bahwa badal haji itu dibenarkan menurut syariat.
2.    sebagaimana Rasulullah bersabda:
حدثنا يحيى بن أيوب وقتيبة ( يعني ابن سعيد ) وابن حجر قالوا حدثنا إسماعيل ( هو ابن جعفر ) عن العلاء عن أبيه عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة
إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayub dan Qutaibah (yakni Ibnu Sa’id) dan Ibnu Hajar, mereka berkata : Telah menceritakan kepada kami Isma’il (dan dia adalah Ibnu Ja’far) dari al-’Ala’i dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda : “Jika seorang manusia mati, terputus darinya ‘amalnya kecuali dari 3 (perkara) : Shodaqoh jariyah, atau ‘ilmu yang bermanfa’at, atau anak sholeh yang berdo’a baginya”. (HR. Muslim 14-(1631).[24]

Hadis di atas menerangkan bahwa amal manusia itu akan terputus bilamana telah maninggal kecuali tiga hal (amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mau mendoakannya).
Maka yang terputus adalah usahanya sendiri, sementara usaha atau amalan orang lain masih bisa bermanfaat baginya seperti doa dan lain sebagainya. Adapun al-Qur’an surat al-Najm,39 yang menerangkan bahwa manusia tidak akan dapat pahala selain dari amal usahanya sendiri, maka anak yang menggantikannya untuk badal hajinya adalah merupakan usaha orang tuanya. M. Nashiruddin Al-Albani mengatakan bahwa:
كان الولد من سعى الوالد
anak itu adalah merupakan usaha orang tuanya.[25] Karena itu badal haji yang dilakukan anaknya bisa dianggap sebagai bagian dari usahanya sendiri.
Ayat ini bukanlah bermakna seseorang tidak mendapatkan manfaat dari amalan atau usaha orang lain. Ulama tafsir dan pakar Qur’an menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah amalan orang lain bukanlah amalan milik kita. Yang jadi milik kita adalah amalan kita sendiri.
 Adapun jika amalan orang lain diniat kan untuk lainnya sebagai pengganti, maka itu akan bermanfaat. Sebagaimana bermanfaat do’a dan sedekah dari saudara kita (yang diniatkan untuk kita) tatkala kita telah meninggal dunia. Begitu pula jika haji dan puasa sebagai gantian untuk orang lain, maka itu akan bermanfaat.
3.    Sebagian besar ulama madzhab mendukung pendapat tentang bolehnya melaksanakan badal haji, seperti ulama Hanafiah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah. Sementara ulama kontemporer yang mendukung bolehnya melakukan badal haji antara lain: Syekh M. Nashiruddin al-Albani, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Muhammad bin shalih Al-‘Utsaimin dan para ulama Saudi yang lain.[26]
C.   Hikmah Ibadah Haji
1.    Menjadi tetamu Allah
Kaabah atau Baitullah itu dikatakan juga sebagai 'Rumah Allah'. Wala bagaimana pun haruslah difahami bahawa bukanlah Allah itu bertempat atau tinggal disitu. Sesungguhnya Allah itu ada dimana mana. Ia dikatakan sebagai 'Rumah Allah' kerana mengambil apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. oleh yang demikian orang yang mengerjakan haji adalah merupakan tetamu istimewa Allah. Dan sudah menjadi kebiasaan setiap tetamu mendapat layanan yang istimewa dari tuan rumah. Rasulullah bersabda: "Orang yang mengerjakan haji dan orang yang mengerjakan umrah adalah tetamu Allah Azza wa jalla dan para pengunjung-Nya. Jika mereka meminta kepada-Nya nescaya diberi-Nya. Jika mereka meminta ampun nescaya diterima-Nya doa mereka. Dan jika mereka meminta syafaat nescaya mereka diberi syafaat." (Ibnu Majah)
2.    Mendapat tarbiah langsung daripada Allah
Di kalangan mereka yang pernah mengerjakan haji, mereka mengatakan bahawa Ibadah Haji adalah kemuncak ujian daripada Allah s.w.t. Ini disebabkan jumlah orang yang sama-sama mengerjakan ibadah tersebut adalah terlalu ramai hingga menjangkau angka jutaan orang. Rasulullah bersabda: "Bahwa Allah Azza wa jalla telah menjanjikan akan 'Rumah' ini, akan berhaji kepadanya tiap-tiap tahun enam ratus ribu. Jika kurang nescaya dicukupkan mereka oleh Allah dari para malaikat." Sabda Rasulullah laga, "Dari umrah pertama hingga umrah yang kedua menjadi penebus dosa yang terjadi diantara keduanya,sedangkan haji yang mabrur (haji yang terima) itu tidak ada balasannya kecuali syurga." (Bukhari dan Muslim)
3.    Membersihkan dosa
Mengerjakan Ibadah Haji merupakan kesempatan untuk bertaubat dan meminta ampun kepada Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan ibadah haji itu merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat. Malah ibadah haji itu sendiri jika dikerjakan dengan sempurna tidak dicampuri dengan perbuatan-perbuatan keji maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya sehingga ia suci bersih seperti baru lahir ke dunia ini. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang melakukan Ibadah Haji ke Baitullah dengan tidak mengucapkan perkataan keji, tidak berbuat fasik, dia akan kembali ke negerinya dengan fitrah jiwanya yang suci ibarat bayi baru lahir daripada perut ibunya."(BukhariMuslim).
4.    Memperteguhkaniman
Ibadah Haji secara tidak langsung telah menghimpunkan manusia Islam dari seluruh pelusuk dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, warna kulit dan bahasa pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan fikiran tentang kebenaran Al-Quran yang diterangkan semua dengan jelas dan nyata. Firman -Nya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal." (Al-Hujurat 13) "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm 22).
5.    Iktibar dari pada peristiwa orang-orang soleh.
Tanah suci Mekah adalah merupakan lembah yang menyimpan banyak rentetan peristiwa-peristiwa bersejarah. Diantaranya sejarah nabi-nabi dan rasul, para sahabat Rasulullah,para tabiin, tabi’ut tabiin dan salafus soleh yang mengiringi mereka. Sesungguhnya peristiwa tersebut boleh diambil iktibar atau pengajaran untuk membangun jiwa seseorang. Rasulullah bersabda: "Sahabat-sahabatku itu laksana bintang-bintang dilangit, jika kamu mengikut sahabat-sahabatku niscaya kamu akan mendapat petunjuk." Di antara peristiwa yang terjadi ialah: Pertemuan di antara Nabi Adam a.s. dengan Siti Hawa di Padang Arafah.
Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di tengah padang pasir yg kering kontang di antara Bukit Safa dan Marwah. Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail sebagi menurut perintah Allah. Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim mendirikan Kaabah. Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba kekurangan. Tidak tahu membaca dan menulis tetapi mempunyai akhlak yang terpuji hingga mendapat gelaran 'Al-Amin. Medan Badar dan Uhud sewajarnya mengingati seseorang kepada kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan agama Allah.
6.    Merasa bayangan Padang Mahsyar
Bagi orang yang belum mengerjakan haji tentunya belum pernah melihat dan mengikuti perhimpunan ratusan ribu manusia yang berkeadaan sama tiada beda. Itu semua dapat dirasai ketika mengerjakan haji. Perhimpunan di Padang Arafah menghilangkan status dan perbedaan hidup manusia sehingga tidak dapat kenal siapa kaya, hartawan, rakyat biasa, raja atau sebagainya. Semua mereka sama dengan memakai pakaian seledang kain putih tanpa jahit. Firman Allah s.w.t: "Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang palingtaqwa."(Al-Hujurat-13)
7.    Syiar perpaduan umat Islam
Ibadah Haji adalah merupakan syiar perpaduan umat Islam. Ini kerana mereka yang pergi ke Tanah Suci Makkah itu hanya mempunyai satu tujuan dan matlamat iaitu menunaikan perintah Allah atau kewajipan Rukun Islam yang kelima. Dalam memenuhi tujuan tersebut mereka melakukan perbuatan yang sama,memakai pakaian yang sama, mengikut tertib yang sama malah boleh dikatakan semuanya sama. Ini menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam. Dan gambaran inilah yang semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat Islam apabila mereka kembali ke negara asal masing-masing.

D.   Penutup

a.    Kesimpulan
1.    Ulama Maliki mengatakan makruh menyewa orang melaksanakan ibadah haji, karena hanya upah mengajarkan al-Qur'an yang diperbolehkan dalam masalah ini menurutnya.
2.    Mazhab Syafi'i: mengatakan boleh menghajikan orang lain dalam dua kondisi; Pertama : untuk mereka yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena tua atau sakit sehingga tidak sanggup untuk bisa duduk di atas kendaraan. Orang seperti ini kalau mempunyai harta wajib membiayai haji orang lain
3.    Ulama Haanfi: mengatakan orang yang sakit atau kondisi badanya tidak memungkinkan melaksanakan ibadah haji namun mempunyai harta atau biaya untuk haji, maka ia wajib membayar orang lain untuk menghajikannya
b.    Saran-Saran
1.    Diharapkan makalah ini dapat memberikan sumbangan dalam keilmuan Islam
2.    Makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan untuk lebih melengkapi makalah ini maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang membangun.


DAFTAR PUSTAKA

M. Quraish Shihab, (2012),Haji dan Umrah, Urayan Manasik, Hukum, Hikmah, dan Panduan Meraih Haji Mabrur, (Tanggerang: Lintera Hati

Departemen Pendidikan Nasional, (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

Jalaludin, (2009), Fikih Remaja Bacaan Populer Remaja Muslim, (Jakarta: Kalam Mulia,

Ikhwan M.Ag dan Abdul Halim M.Ag Ensiklopedi Haji dan Umrah, See more at: http://www.jurnalhaji.com/rukun-haji/mengenal-lebih-jauh-tentang-badal-haji/#sthash.yD7PRFjj.dpuf

Razak dan Rais Latihief, (1991), Terjemahan Hadis Shahih Muslim, (jakarta: Al-Husna,

As-Shabuni, (1985),    Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni Buku I (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

MuslimNasution, (1999), Haji dan Umrah (Jakarta: Gema Insani Press,

Dalamkonteks persyaratan pelaksanaan haji ini para ulama menetapkan setidaknya adalima hal, yaitu 1) Islam; 2) baligh; 3) berakal sehat; 4) merdeka; dan 5)mampu. Lihat Sayyid

Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (1985)Vol. I (Dâr Al-Kitâb Al-‘Arabî,

Kementerian Agama RI, (2012), Alqur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Sinergi Pustaka Indonesia,

Ibn Hajar, Al-Asqalani, (2012), Terjemah Bulughul Maram. PenerjemahHarun Zen dan Zainal Muttaqin, (Bandung: Penertbit Jabal,

A.Hassan, (2002), Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah (Bandung: Diponegoro,

Muhammad Nashiruddin (2002), al-Albani,al-Silsilah al-Shahihah, I/793.Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah Oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, terj.H.AS. Zamakhsyari Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,



[1] M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah, Urayan Manasik, Hukum, Hikmah, dan Panduan Meraih Haji Mabrur, (Tanggerang: Lintera Hati, 2012), h. 6.
[2]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h..84
[3] Jalaludin, Fikih Remaja Bacaan Populer Remaja Muslim, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 213
[4] Ikhwan M.Ag dan Abdul Halim M.Ag Ensiklopedi Haji dan Umrah, See more at: http://www.jurnalhaji.com/rukun-haji/mengenal-lebih-jauh-tentang-badal-haji/#sthash.yD7PRFjj.dpuf
[5]  Razak dan Rais Latihief, Terjemahan Hadis Shahih Muslim, (jakarta: Al-Husna, 1991), 43
[6] [6] As-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni Buku I (Surabaya: PT. Bina Ilmu,1985)    h. 342
[7] MuslimNasution, Haji dan Umrah (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 7.
[8] Dalamkonteks persyaratan pelaksanaan haji ini para ulama menetapkan setidaknya adalima hal, yaitu 1) Islam; 2) baligh; 3) berakal sehat; 4) merdeka; dan 5)mampu. Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Vol. I (Dâr Al-Kitâb Al-‘Arabî,1985), h. 302.
[9] Kementerian Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Sinergi Pustaka Indonesia,2012).h. 66
[10] Ibid,h.466
[11] Ibid,h.466-467
[12] Ibn Hajar, Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram. PenerjemahHarun Zen dan Zainal Muttaqin, (Bandung: Penertbit Jabal, 2012).h.171
[13] Ibn Hajar, Ibid.172-173
[14] Ibid, h.176
[15] Muhammad Nashiruddin al-Albani, Irwa-al-Ghalil, IV/171.
[16] Ibid, h. 171
[17] Ibid.
[18] Abd al-Rahman al-Jazairi, Op.Cit. h. 706.
[19] Kementerian Agama RI, Op.Cit. h.766
[20] A.Hassan, Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah (Bandung: Diponegoro, 2002),h.242
[21] Ibid., 706.
[22] Kementerian Agama RI Op.Cit. h.142
[23] Ibid. h.766
[25] Muhammad Nashiruddin al-Albani,al-Silsilah al-Shahihah, I/793.
[26] Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah Oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, terj.H.AS. Zamakhsyari (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2002), h.61-69.

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar: