Download this Blogger Template by Clicking Here!

PROFIL

https://web.facebook.com/irwan.a.lovers

Selasa, 07 April 2015

Widgets

PUASA BAGI PEKERJA BERAT



                                                                                                                                                                                                     
A.PENDAHULUAN
          Segala pujian  hanya milik Alloh Ta’ala yang telah mensyariatkan bagi hamba-hambanya suatu ibadah yang berguna untuk mendekatkan diri kepada Alloh. Ibadah puasa yang merupakan ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Karena itu kita benar-benar mengharap ibadah puasa kita diterima oleh Allah SWT, maka kita harus menjalankan ibadah ini sesuai dengan pedoman dan tuntunan yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.[1]
           Sebagai seorang muslim tentunya kita ingin segala aktivitas yang dilakukan tidaklah mengganggu puasa yang sedang kita jalani. Allah subhanahu wata’ala telah memberikan keringanan untuk berbuka dari shoumnya bagi siapa saja yang memiliki udzur syar’i. Yang menjadi permasalahan bagi kita sekarang ini adalah apakah para pekerja berat yang menghabiskan banyak tenaganya, masih diwajibkan berpuasa di bulan suci Ramadan!  Tidakkah puasa itu memberatkan atau mengurangi produktivitas mereka? inilah yang menjadi pembasan dalam makalah ini.


B.PEMBAHASAN
            Puasa adalah amalan yang sangat utama. Di antara ganjaran puasa disebutkan dalam hadits berikut,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi”



 1.Pengertian Ibadah Puasa
        a. Pengertian Ibadah
                 Ibadah merupakan perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah Swt yang didasari mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[2] Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti “ta’at” menurut,mengikuti, tunduk yaitu tunduk yang setinggi-tingginya dengan do’a.[3] Sedangkan secara terminologi, para ulama fiqh memberikan definisi ibadah sebagai berikut: Yusuf Qardhawi memberikan definisi ibadah adalah puncakperendahan diri seseorang yang berkaitan erat dengan puncak kecintaan kepada Allah Swt.[4] Abdullah Siddik berpendapat bahwa ibadah adalah usaha manusia yang dipersembahkan kepada Allah SWT yang Maha Esa demi keselamatan diri manusia masing-masing di dunia dan di akhirat dan berpokok lima. Kelima ibadah itu disebut dalam syari’at dengan hokum Islam.[5]
                     Beberapa definisi tersebut, meskipun berbeda kalimatnya, akantetapi tidak berjauhan maksudnya. Ibadah merupakan mengabdi, tunduk,taat kepada Allah Swt. Ibadah adalah ketundukan kepada Allah Swtdengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian ibadah adalah usaha dan perbuatan manusia yang dilakukan untuk memperolehkeselamatan bagi dirinya di dunia dan akhirat.
b. Pengertian Puasa
    a. Pengertian puasa secara etimologi
                Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti dari al-Shaum dalam rukun Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut , صوم yang berarti puasa.[6] Dalam Bahasa Arab dan al-Qur’an puasa disebut shaum atau shiyam yang berarti menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri.[7]
    b. Pengertian puasa secara terminology.
                       Pengertian puasa secara terminology (makna istilah), ialah menahan diri dari segala yang membatalkan, sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat karena Allah SWT.[8] Ulama fiqih sepakat mendefinisikan puasa dengan menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan, yang dilakukan oleh orang mukallaf pada siang hari mulai terbit  fajar sampai terbenamnya mata hari.    Firman Allah Swt.:
 4 (#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB   ….ôfxÿø9$# (ßÇÊÑÐÈ  
           Artinya“…Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…” (Al-Baqarah:187)[9]

      2. Dasar Hukum Puasa
                Allah Swt. memerintahkan hambanya untuk beribadah kepada-Nya.Pada bulan Ramadhan Allah Swt. mewajibkan pada umat-Nya yang beriman untuk menjalankan ibadah puasa. Sebagaimana dalam firman Allah SWT. surat al-Baqarah ayat 183:
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
           Artinya“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah:183)[10]
                    Pada awal ayat dipergunakan kata-kata panggilan kepada orang orang yang beriman ( امنوا ) tentu hal ini mempunyai maksud-maksud yang terkandung didalamnya. Karena puasa itu bukan suatu ibadah yang ringan,yakni harus menahan makan, minum, bersenggama dan keinginan-keinginan lainnya. Sudah tentu yang dapat melaksanakan ibadah tersebut hanyalah orang-orang yang beriman saja. Dalam hal ini Prof. Hamka menjelaskan:“Abdillah bin Mas’ud pernah mengatakan, bahwa apabila sesuatu ayat telah dimulai dengan panggilan kepada orang-orang yang percaya sebelum sampai ke akhirnya kita sudah tahu bahwa ayat ini mengandung  perihal yang penting ataupun suatu larangan yang berat. [11]
                    Berdasarkan ayat di atas tegas bahwa, Allah Swt. mewajibkan puasa     kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, sebagaimana Dia telah mewajibkan
         kepada para pemeluk agama sebelum mereka. Dia telah menerangkan sebab    diperintahkannya puasa dengan menerangkan sebab diperintahkannya puasa dengan menjelaskan faedah-faedahnya yang besar dan hikmah-hikmahnya yang tinggi, yaitu mempersiapkan jiwa orang yang berpuasa untuk mempercayai derajat yang takwa kepada Allah Swt dengan meninggalkan keinginan-keinginan yang dibolehkan demi mematuhi perintah-Nya dan demi mengharapkan pahala dari sisi-Nya, supaya orang mukmin termasuk golongan orang-orang yang bertakwa kepada-Nya yang menjauhi laranganlarangan-Nya.Perintah puasa bagi umat Islam diwajibkan oleh Allah SWT. pada bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhan karena di bulan Ramadhan itulah diturunkan al-Qur’an kepada umat manusia melalui Nabi besar Muhammad Saw.

     3. Syarat dan Rukun puasa.
          Pada ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa atas:
          a). Syarat wajib puasa yang meliputi:[12]
           1. Berakal (‘aqli) Orang yang gila tidak diwajibkan puasa
            2. Baligh (sampai umur) Oleh karena itu anak-anak belum wajib berpuasa
            3. Kuat berpuasa , Orang yang tidak kuat untuk berpuasa baik karena tua atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak diwajibkan atasnya puasa, tapi wajib bayar fidyah.
            b). Syarat syah puasa yang mencakup:[13]
             1. Islam,  Orang yang bukan Islam (kafir) tidak sah puasa
            2. Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan yang baik denganyang       baik)
3.Suci dari pada darah haid, nifas dan wiladah Wanita yang diwajibkan puasa selama  mereka tidak haid.Nifas dan wiladah disamakan dengan haid. Bedanya bila sang ibu itu menyusui anaknya ia boleh membayar fidyah.Pada shalat, bagi orang haid lepas sama sekali kewajiban shalat, sedangkan pada puasa tidak lepas, tetapi didenda untuk dibayar (diqadha) pada waktu yang lain.
             4.Dikerjakan dalam waktu atau hari yang dibolehkan puasa.

    c). Rukun Puasa.
        Rukun Puasa antara lain:                                                                          
            1.Niat. Niat adalah azam (berketatapan) di dalam hati untuk mengerjakan puasa sebagai bentuk pelaksanaan perintah Allah dan taqarrub (pendekatan diri) kepada-Nya.
                 Sabda Rasulullah :
) إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَ إِ نَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَ ى (
            “Sesungguhnya setiap amalan tergantung dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya(HR Al-Bukhari) [14]
                         Kedudukan niat ini menjadi sangat penting untuk puasa wajib. Karena harus  sudah diniatkan sebelum terbit fajar. Dan puasa wajib itu tidak syah bila tidak berniat sebelum waktu fajar itu.
                 Sabda Rasulullah  :
) مَنْ لَمْ يُبَيِتْ اَلصِّيَامَ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ( [رواه الخمسة]
             “Barang siapa yang tidak berniat ash-shaum di malam hari sebelum terbitnya fajar maka tidak ada shaum baginya.” [H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad][15]  
             2.Imsak (menahan). Imsak artinya menahan dari makan, minum, hubungan seksual suami istri dan semua hal yang membatalkan puasa, dari sejak fajar hingga terbenamnya matahari.
4 (#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB   ….ôfxÿø9$# (ßÇÊÑÐÈ  
                  Artinya“…Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…” (Al-Baqarah:187)[16]

4. Puasa  Bagi Pekerja Berat
     a. Keringanan Bagi Orang yang Puasa Ramadhan.
                Puasa Ramadhan diwajibkan bagi tiap mukmin yang aqil (yang sudah dapat membedakan sendiri antara yang baik dan buruk). Baligh (sudah dewasa dan qaddir dan sehat jasmani).Wajib dijalankan selama hayat dikandung badan, dimanapun juga. Apabila seseorang atau sekelompok orang-orang benar-benar tidak mampu atau sukar sekali untuk menjalankannya, baru terbuka kelonggaran adalah mereka yang puasa itu menyiksa baginya. Kalau diperinci orang-orang yang diberi kelonggaran adalah sebagai berikut:[17]
     1). Orang sakit dan orang yang dalam perjalanan. Golongan ini dibebaskan dan wajib puasa selama sakit atau selama musafir. Akan tetapi mereka diwajibkan mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari lain.
     2). Perempuan dalam haid (menstruasi), perempuan hamil dan perempuan yang   menyusui anak. Tapi mereka harus mengqodho lain-lain yang mereka tiada berpuasa atau mereka membayar fidyah, bagi kedua golongan yang terakhir ini.
      3). Orang tua yang sudah lanjut umur tiada kuasa lagi berpuasa.
      4). Orang sakit yang tidak ada harapan lagi sembuh dari sakitnya
      5).Mereka yang bekerja berat, dan karena berat kerjanya itu tidak kuasa puasa, seperti  pekerja-pekerja tombang, penarik becak, buruh-buruh kasar di pabrik-pabrik dan di pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya. Jadi bukan keinginan yang Allah SWT. tetapi keadaan yang benar benar tidak memungkinkan Dia berpuasa. Apabila terhalang mengerjakan puasa boleh tidak berpuasa di bulan itu, untuk mengerjakannya sesudah halangan itu lenyap. Atau mengganti puasa tersebut dengan hari-hari lain. Tetapi kalau halangan itu terus menerus sehingga betul-betul tidak mampu mengganti hari-hari tidak berpuasa itu dengan hari-hari lain, bolehlah ia mengganti tiap hari wajib puasa dengan memberi sedekah makanan kepada orang miskin tiap-tiap hari sebanyak ¾ liter beras satu dengan uang yang seharga dengan beras itu (fidyah) Puasa itu wajib tetapi Islam tidaklah memberatkan dan menyaksikanpenganutnya, tapi untuk mewujud jalan baginya, di dunia dan di akhirat.
           Apabila suatu kewajiban yang dibebankan Islam benar-benar tidak terpikat (sehingga benar-benar bersifat menyiksa) dengan sendirinya datang kelonggaran. Disebutlah firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 286:
Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) $ygyèóãr …….3 ÇËÑÏÈ

                    Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan        kesanggupannya  (Q.S. al-Baqarah: 286).32[18]
                               Pada ayat terakhir S. Al Baqarah ialah lanjutan dan gambaran orang yang beriman bersama Rasul itu. Dan mengandung pula sambutan Tuhan atas permohonan ampun mereka jika terdapat kekurangan pada amal mereka. Allah berfirman: memang tidaklah ada suatu perintah dan didatangkan oleh Tuhan yang tidak akan terpikul oleh tiap-tiap diri. Tidak ada perintah yang berat, apalagi kalau iman telah ada. Seumpama perintah sembahyang tidak sanggup  berdiri boleh duduk atau tidak sanggup duduk, boleh tidur. Tidak ada air bolehlah tayamun. Puasa di dalam musafir dan sakit, boleh diganti di hari yang lain.[19]  Dengan demikian puasa itu ialah untuk melindungi mu’min dan kejahatan bukan untuk menyiksa atau memasukkannya. Karena itu anak juga belum diwajibkannya puasa, namun demikian ia sudah dibiasakan sebagai persiapan dan latihan untuk ketika aqil baligh, yang nantinya puasa sudah menjadi kebiasaannya.

     b. Beberapa argumen tentang puasa bagi pekerja berat.
        1).Menurut Sayyid Rasyid Ridha dalam Al-Manar menyatakan bahwa  orang tua usia dan lemah, orang yang sakit berbulan bulan atau bertahun tahun  yang tidak dapat diharap sembuh lagi,perempuan yang sedang hamil dan perempuan yang sedang menyusui anak,orang yang mencari penghidupan dengan bekerja berat,apabila mereka tidak sanggup berpuasa,dan membayar fidyah.  Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Abdul Fatah menambahkan kelompok yuthiiqun ini dengan para pekerja berat, yaitu orang yang mencari penghidupan dengan jalan bekerja berat (buruh kasar).Contohnya, pekerja tambang, buruh pemecah batu, penggali tanah, dan narapidana yang dihukum kerja paksa secara terus menerus. Artinya, orang-orang yang mencari kehidupan dengan menguras tenaga sehingga tidak kuat bekerja boleh untuk tidak berpuasa dengan membayar fidyah.[20]
                      Hal yang senada juga diutarakan oleh M,Quresy Shihab,[21] Jika anda sangat membutuhkan pekerjaan itu, dan Anda sangat merasa letih bila berpuasa sambil bekerja, Anda tidak wajib berpuasa. Tetapi Anda  wajib membayar fidyah sekitar setengah liter beras setiap hari selama Anda tidak berpuasa.
      2).Ulama Arab Saudi dan Iran mewajibkan puasa bagi para pekerja berat.                Ada pun tidak ada yang tidak puasa karena pekerjaan. Jika pekerjaan itu berat, sebaiknya cari pekerjaan lain yang tidak berat. Atau gunakan alat yang meringankan misalnya seorang penarik becak, bisa menggunakan becak listrik/motor, atau pekerja bangunan bisa memakai bor listrik, gergaji listrik, crane, dsb. Tapi Allah juga tidak mau mempersulit ummatnya. Jadi berusahalah untuk mencari pekerjaan yg ringan, atau alat untuk meringankan pekerjaan. Coba puasa sekuat mungkin. Jika tidak kuat, ganti puasa di lain hari atau membayar fidyah. Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 185:
يُرِيْدُاللهُ بِكُمُ الْيُسْرَوَلَايُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
                        “…Allah Menghendaki kemudahan bagimu, dan tidakmenghendaki       kesukaran  bagimu…”
                       Pekerjaan tidaklah menyebabkan bolehnya berbuka di bulan Ramadhan, karena berbuka hanya boleh bagi orang yang sakit dan musafir, haid, hamil dan menyusui jika keduanya (hamil dan menyusui, -pent) takut kepada dirinya (mudharat) atau terhadap anaknya.
                        Adapun pekerjaan maka hal tersebut tidak menyebabkan bolehnya berbuka. Orang yang bekerja tetap bekerja dan berpuasa. Jika dia tidak kuat untuk bekerja dalam keadaan berpuasa maka dia tinggalkan pekerjaan tersebut dan mencari pekerjaan yang lain yang bisa dia kerjakan sambil berpuasa. Dan pekerjaan itu banyak. Orang yang bekerja tidak boleh berbuka karena dia mukim, tidak safar, dan juga dia sehat tidak sakit, dan dia tidak mempunyai udzur dari udzur-udzur yang disyariatkan yang diberi keringanan bagi orang yang berpuasa untuk berbuka. Maka wajib bagi dia untuk bekerja dan berpuasa dan wajib bagi dia untuk mencari pekerjaan yang tidak bertentangan dengan puasanya . Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan memberikan jalan keluar dan memberi rizki padanya dari arah yang dia tidak sangka-sangka. Dan kaum muslimin tetap berpuasa semenjak Allah wajibkan puasa, mereka bekerja dan berpuasa, mereka tidak meninggalkan puasa karena pekerjaan walaupun diketahui mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat dan sangat melelahkan, walaupun demikian tidak dikenal dalam sejarah Islam atau dari Salafus Shalih bahwasanya mereka berbuka karena pekerjaan sementara mereka sedang mukim dan sehat. [22]
                         Fatwa Fadhilatus Syaikh Muhammad ibnu Shalih ‘Utsaimin nomor 395[23]  Ia berpendapat dalam permasalahan ini adalah tidak berpuasanya dia dengan alasan pekerjaan adalah sesuatu yang diharamkan dan tidak diperbolehkan. Jika tidak memungkinkan baginya untuk menggabungkan antara pekerjaan dan puasa (berpuasa sambil bekerja). Maka hendaknya dia meminta cuti selama bulan Ramadhan, sebab puasa Ramadhan salah satu rukun dari rukun-rukun Islam yang tidak boleh dilalaikan.
       3).Imam Abu Bakar Al-Ajiri mengatakan bahwa jika ia mengkhawatirkan kondisinya karena pekerjaan berat yang ia lakukan maka dia boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadha’nya. Namun, mayoritas ulama mengatakan bahwa mereka tetap wajib berpuasa dan jika ternyata ditengah hari dia tidak mampu lagi melanjutkan puasanya, barulah ia membatalkannya dan wajib mengqadha’ nya. Sebagaimana firman Allah:
  šŸwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  [24]
.                 dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” .” [Surat Annisa 29]
                      Jika memang dalam kondisi yang membahayakan jiwanya, maka kepada mereka diberi keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain. Tetapi mereka harus berniat dahulu untuk puasa serta makan sahur seperti biasanya. Pada siang hari bila ternyata masih kuat untuk meneruskan puasa, wajib untuk meneruskan puasa. Sedangkan bila tidak kuat dalam arti yang sesungguhnya, maka boleh berbuka. Namun wajib menngganti di hari lain serta tetap menjaga kehormatan bulan puasa dengan tidak makan di tempat umum.
                       Ibnu Hajar al-Haitami Mengatakan,”Dibolehkan meninggalkan puasa bagi pekerja berat seperti,tukang tuai padi atau kuli bangunan,baik untuk dirinya atau untuk orang lain,baik  untuk ia kerjakan itu dengan member bantuan,ataupuan dengan jalan menerima upah,jika tidak diselesaikandalam bulan puasa,ia memperoleh kerugian.mereka harus mengqadhanya.  [25]





C: . KESIMPULAN
Dari pemakaran pemakalah diatas dapat kami ambil kesmpulan:
           Para Fuqoha’ (ahli fikih) memperbolehkan meninggalkan puasa bagi para pekerja keras yang terpaksa harus bekerja di siang hari Ramadhan demi mencukupi kebutuhannya serta keluarganya. Dengan ketentuan dimalam hari ia harus berniat dahulu untuk puasa serta makan sahur seperti biasanya, Namun ia harus (wajib) mengqadha’ puasa yang ditinggalkannya di lain hari, setelah terlepas dari kesibukan yang melelahkan demikian itu. Apabila ia tidak menemukan hari luang hingga ia meninggal dunia, maka ia tidak terkena hukum wajib qodha’ dan juga tidak terkena hukum wajib memberi wasiat bayar fidyah.  Apabila ia yakin atau mempunyai prediksi yang sangat kuat, bahwa ia tidak akan punya kesempatan untuk mengqadha’ puasa di lain hari, maka ia dihukumi sebagaimana orang tua renta (boleh meninggalkan puasa dan harus mengganti setiap harinya 1/2 sha’ bahan makan atau nilai tukarnya [membayar fidyah).
Catatan: satu sha’ = 4 (empat) mud. 1 (satu) mud = 675 gram atau 688 liter (pen). Lihat Glosari Zakat







DAFTAR PUSTAKA
            1.  Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah  Jakarta: CV Haji Masangung,1994.
           2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1997
           3.  TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Jakarta: Bulan Bintang, 1985
           4. Yusuf Qardhawi, Konsep Kaidah dalam Islam, Surabaya: Central Media,  1993.
           5. H. Abdillah Siddik, SH., Azas-azas Hukum Islam, Jakarta: Wijaya, 1982        
            6. K.H.Adib Bisri dan  K.H. Munawar  Al-Fatah, Kamus Indonesia Arab, Arab Indonesia, Surabaya: Pusaka Progesifme, 1999
            7. Muhammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
                 Grafindo Persada, 1998
              8. Sulaiman Rasid Fiqih Islam ,Bandung.PT Sinar Baru Algensindo,1994
              9. Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemah  perkata,Yayasan Penyeleng gara Penerjemah /Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran , Bandung:PT. Syaa mil   cipta madya, 2007
           10 .Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid II, Jakarta: PT. Pustaka, Panji Mas, 1994
                Team penyusun texk book ilmu fiqih I, Ilmu Fiqih, Jilid I Jakarta: Proyekpembinaan prasaran dan sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1983
           11. TM. Hasby Ash-Shuddiqie, Pedoman  Puasa, Semarang: PT. Pustaka RizkiPutra, 1997
           12.Muhammad Zuhri,Terjemah Hadits Shahih Bukhari I Semarang,PT,Karya Toha Putra Semarang,2007
      13.  Abu Daud Kitabush Shiyaam, bab 71, hadits no. 2454, Shohih Sunan Abi Daud hadits no. 2454   
            14. Nazaruddin Razak, Dienul Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993
                 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid. IV,Jakarta: PT.   Ichtiar Baru Van Hoeve
        16. (Fatwa Fadhilatus Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hal     137/no, 210)
               17. Majalah An-Nashihah vol. 07 / 1425 H, hlm 11 & 12





               [1] .Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah  (Jakarta: CV Haji Masangung,1994) hal.279.
                 [2]. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), hlm. 364.
                 [3] . M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm. 1.
                 [4] . Yusuf Qardhawi, Konsep Kaidah dalam Islam, (Surabaya: Central Media, 1993), hlm.55.
                 [5] . H. Abdillah Siddik, ., Azas-azas Hukum Islam, (Jakarta: Wijaya, 1982), hlm. 70.
              [6].Adib Bisri dan Munawar Al-Fatah, Kamus Indonesia Arab, Arab Indonesia,            (Surabaya: Pusaka Progesifme, 1999), hlm. 272.
             [7] . Muhammad Daud Ali, , Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), Hal. 276.
               [8]. Sulaiman Rasid Fiqih Islam ,(Bandung.PT Sinar Baru Algensindo,1994)hal. 220

             [9] . Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemah  perkata,Yayasan Penyelenggara Penerjemah      /Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran ,(Bandung:PT.Syaamil cipta madya, 2007)hal .27
               [10] . Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemah  perkata,Yayasan Penyelenggara Penerjemah      /Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran ,(Bandung:PT.Syaamil cipta madya, 2007)hal 27.
              [11] . Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid II, (Jakarta: PT. Pustaka, Panji Mas, 1994), hlm. 90.

                 [12] Team penyusun texk book ilmu fiqih I, Ilmu Fiqih, Jilid I (Jakarta: Proyekpembinaan prasaran dan sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1983), hlm .302.
                 [13] TM. Hasby Ash-Shuddiqie, Pedoman  Puasa, (Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 1997), Hlm. 69.

             [14] .Muhammad Zuhri,Terjemah Hadits Shahih Bukhari I (Semarang,PT,Karya Toha Putra      Semarang,2007 ) hlm,1
                   [15] . Abu Daud Kitabush Shiyaam, bab 71, hadits no. 2454, Shohih Sunan Abi Daud hadits no. 2454 .Hadits ini masih diperbincangkan di kalangan ‘ulama dalam hal marfu’ atau mauqufnya. Al-Imam Al Al-Bukhari, At-Tirmidzi, An-Nasai, Abu Daud, Abu Hatim, dan Al-Baihaqi menguatkan bahwa hadits ini adalah mauquf serta Asy-Syaikh Muqbil bin hadi Al Wadi’I dalam kitabnya Ijabatus Sa’il hal.175 soal no. 102 menyatakan :”…hadist ini adalah Muthorib sehingga tidak bisa dijadikan sebagi hujah. Sedangkan Al-Hakim, Ibnu Hazm, Abdul Haq, Ibnul Jauzi, dan As-syaukani menguatkan bahwa hadits ini adalah marfu’serta di shohihkan oleh Asy-Syaikh Al Albani dalam kiabnya .Al Irwa’ jilid 4 hal. 25-30 hadist no. 914 - 915.
                 [16] . Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemah  perkata,Yayasan Penyelenggara Penerjemah   /Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran ,(Bandung:PT.Syaamil cipta madya, 2007) hal. 27
               [17]. Nazaruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993), hlm. 262.
.
                  [18] . Departemen  Agama RI,  Al-Qur’an terjemah  perkata,  hal. 49
                  [19] .Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid. IV, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 113.
                            [20] . TM. Hasby Ash-Shuddiqie, Pedoman  Puasa,hal 87

                   [22].(Fatwa Fadhilatus Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hal 137/no, 210)
                       [23] . Sumber: Majalah An-Nashihah vol. 07 / 1425 H, hlm 11 & 12
                         [24] . Departemen  Agama RI,  Al-Qur’an terjemah  perkata Syaamil Al-Quran, hal 83
                              [25]. TM. Hasby Ash-Shuddiqie, Pedoman  Puasa,hlm 89.



























SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →

0 komentar: