Sabtu, 11 April 2015
Hukum Islam di Brunei Darussalam
BAB I
PENDAHULUAN
Brunei Darussalam adalah
sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia.
Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan
syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.
Kesultanan Brunei Darussalam
mempunyai sejarah yang cukup panjang.Secara kultural, hukum yang berlaku di
Brunei Darussalam tidak jauh berbeda dengan tetangganya Malaysia, karena
keduanya memang mempunyai akar budaya yang sama. Meskipun sejak 1888 - 1984
Brunei menjadi negara protektorat Inggris, namun hal tersebut tidak menyebabkan
hukum Islam tidak berlaku di Brunei Darussalam. Sikap Inggris terhadap Islam
sangat berbeda dengan sikap Belanda, terutama terhadap penduduk negeri
jajahannya. Kalaupun Inggris ikut campur tangan, yang mereka lakukan adalah
menempatkan Islam di bawah wewenang para Sultan, sehingga agama menjadi
kekuatan yang konservatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Letak Geografis Brunei Darussalam
Negara Brunei
Darussalam merupakan salah satu negara kerajaan Islam di utara Kalimantan berbatasan dengan Lautan Cina Selatan di utara, dan
Serawak di barat, dan timur. Luas : 5765 km. Penduduk: 264.000 (1991)
Perkiraan Juli 2008 penduduknya berjumlah 381,371.[1][1] Komposisi penduduk: Melayu (69%)
yang umumnya bekerja di pemerintahan dan sipil, Asli (5%), Cina (18%), dan
bangsa-bangsa lain (8%). Agama resmi Islam (67%) dengan bermazhab Syafi’i. Sedang yang lainnya Budha (14%), Kristen (9,7%) dan lainnya (12%) termasuk
agama pribumi suku dayak. Lebih dari
80 % penduduknya yang berusia 15tahun ke atas sudah bebas dari buta aksara.
Mayoritas penduduknya adalah generasi muda; 40 % berumur sekitar 20 tahun, 35 %
berumur 21-40 tahun dan 25 % di atas 40 tahun.[2][2]
B. Sekilas Masuknya Islam di Brunei Darussalam
Perkembangan Islam di Brunai tidak bisa terlepas
dari Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi’i. hal ini terlihat dari mazhab
resmi Negara tersebut, yaitu mazhab Syafi’i.[3][3]
Sekalipun Brunei telah menerima Islam sebagai agama
resmi sejak pemerintahan Sultan Mahmud Syah, yang diperkirakan sejak 1368,
kemudian dilanjutkan oleh Sultan Ahmad, dan diteruskan oleh Sultan Sharif Ali,
Islam diperkirakan telah tersebar di Brunei jauh sebelum itu, karena Brunei
merupakan daerah transit dan persinggahan pedagang-pedagang Islam yang
mengembangkan Islam ke wilayah ini.[4][4]
Menurut riwayat China, pada 977, Raja Puni (sebutan
Brunai menurut lidah Chinese) telah menghantar utusannya ke China diketuai oleh
Pu Ya-li, qadhi Kasim dsn Sheikh Noh. Ini
membuktikan bahwa agama Islam sudah dipeluk oleh orang berpengaruh di Brunei.
Berdasarkan data tersebut, dipercayai agama Islam telah masuk di Brunei jauh
sebelum 1368. Sesudah Awang Alak Betatar (Sultan Muhammad Syah), Islam baru
menjadi agama resmi bagi seluruh Negara.
Pengganti Sultan Muhammad Syah adalah Pateh Berbai yang setelah diangkat
menjadi sultan bergelar Sultan Ahmad. Setelah Sultan Ahmad wafat (1426), Sultan
Syarif Ali diangkat menjadi sultan ke III, dengan gelar Sultan Berkat. Perlu
dicatat dari Sultan Syarif Ali adalah bahwa beliaulah yang sebenarnya
menanamkan ajaran Islam sesuai dengan ajaran Ahl-al-Sunnah wa al-jama’ah dengan
mazhab Syafi’i. selain itu, beliau pula yang menentukan arah kiblat yang betul,
karena ajaran Islam sebelumnya banyak yang bercampur dengan ajaran agama
Hindu-Budha.[5][5]
Perkembangan islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan
Islam, Malaka jatuh ketangan portugis (1511) sehingga banyak ahli agama Islam
pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakian nyata pada masa pemerintahan
Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung,
seluruh Pulau Kalimantan (Borneo), Kepulauan Sulu, Kepulauan Balakac, Pulau
Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan Utara Pulau Pallawan sampai ke Manila.[6][6]
Pemerintahan Negara Brunei,
sebagaimana tercatat dalam Kanun Brunei dan pernah dijalankan sebelum
menyebarluasnya sistem atau gaya pemerintahan ala Barat (Inggris), adalah suatu
pemerintahan yang terdiri dari Sultan, Jema’ah perunding, dan Penasihat. Dimulai pada zaman pemerintahan Sultan Muhammad
Hasan (1582-1598) Brunei mempunyai pemerintahan yang berbentuk piramida, dengan
Sultan berada pada puncaknya, sedang dibawahnya adalah empat orang wazir.[7][7]
Pada
1847, Brunei menandatangani perjanjian persahabatan dan perdagangan dengan
Inggris, yang berisi pemberian hak-hak istimewa di bidang perniagaan dan extra
territorial kepada warga Inggris yang berniaga di Brunei. Bahkan, kemudian
Brunei meletakkan dirinya di bawah perlindungan Inggris, melalui perjanjian
yang ditandatangani pada 17 september 1888. Dengan perjanjian tahun 1906,
Brunei memberi hak kuasa kepada kerajaan Inggris untuk menempatkan seorang
residen di Brunei. Residen ini akan bertugas memberi nasihat dalam segala
urusan dalam dan luar Negara, kecuali masalah-masalah yang berkaitan dengan
agama Islam. Sejak itu, bermulalah satu era baru, satu sistem pemerintahan
keresidenan sama halnya dengan negeri-negeri Melayu di Semenanjung Malaka.
Dengan itu, Brunei telah kehilangan kemerdekaan dan kebebasannya. Sultan sudah
tidak berkuasa secara penuh, karena yang memegang kuasa de facto adalah
Residen Inggris.[8][8]
Berdasarkan perjanjian
1905/1906, dinyatakan bahwa residen mengambil alih kekuasaan sultan. Hal ini
merangsang munculnya institusionalisasi visi dan pengelolaan Islam dengan
struktur dan bentuk baru. Hukum Islam cenderung dibatasi, terutama mencangkup
hukum keluarga, seperti registrasi perkawinan, talak, dan rujuk.[9][9] Tetapi kemudian
benih-benih nasionalisme di Brunei muncul sebagai akibat pengaruh gerakan dan
pemikiran pelajar Brunei yang belajar di Maktab Perguruan Sultan Idris (MPSI)
di Perak, Malaya. Kesadaran nasionalisme itu semakin meningkat pada masa Brunei
di bawah pemerintahan militer Inggris (British Military Administration/ BMA), terutama ketika pemerintahan colonial ini melakukan tindakan
diskriminatif kepada kaum Melayu.[10][10] Akhirnya
setelah 96 tahun di bawah pemerintahan Inggris Brunei resmi menjadi negara
merdeka di bawah Sultan Hassanal Bolkiah pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam
telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.[11][11] Brunei merdeka sebagai Negara Islam
di bawah pimpinan Sultan ke-29,
yaitu Sultan Hasanal Bolkiah Muizaddin Waddaulah. Panggilan resmi kenegaraan
sultan adalah Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan dan Yang
Dipertuan Negara. Gelar Muizaddin Waddaulah (penata Agama dan Negara) merupakan
cirri sebutan yang selalu melekat pada setiap raja yang memerintah Brunei.[12][12]
C. Penerapan Hukum Islam di Brunei Darussalam
Setelah Brunei merdeka,
kerajaan berusaha menjadikan Islam sebagai landasan undang-undangnya dalam
falsafah Negara yang disebut Melayu Islam Beraja (MIB). Jika ditelusuri lebih
lanjut, asas MIB telah digagas sejak sebelum lahirnya Perlembagaan Brunei 1959,
yang digagas oleh Sultan Haji Omar Ali Saifuddin dan Jawatan Kuasa Penasihat
Kerajaan tahun 1954. Perjuangan kemerdekaan dilakukan beriringan dengan usaha
penataan kelembagaan Brunei, antara lain dengan menempatkan Sultan sebagai
Kepala Negara yang berdaulat dan berkuasa penuh, menjadikan Islam sebagai agama
resmi, bahasa Melayu sebagai bahasa resmi, dan kedudukan khusus bangsa Melayu.[13][13]
Dalam pelembagaan Brunei 1959,
terdapat pasal-pasal yang merupakan asas utama identitas Negara Brunei, yaitu
sebagai berikut.[14][14]
1.
Bab 3 pasal 1 menyatakan: “Ugama
resmi bagi Negara ialah ugama Islam menurut Ahlus Sunnah wal-jama’ah, tetapi
ugama-ugama yang lain boleh diamalkan dengan aman dan sempurna oleh mereka yang
mengamalkannya ”.
2.
Bab 4 pasal 1 menyatakan: “kuasa
pemerintahan yang tertinggi bagi negeri adalah terletak di dalam tangan Sultan”.
3.
Bab 4 pasal 5 menyebutkan: “maka
tiada siapa pun boleh dilantik menjadi Menteri Besar atau Timbalan Menteri atau
Setiausaha melainkan orang itu orang Melayu yang berugama Islam mengikuti
Mazhab Syafi’I Ahlus Sunnah wal Jama’ah ”.
4.
Bab 82 pasal 1menyatakan: “Bahasa
resmi Negara ialah bahasa Melayu dan hendaklah ditulis dengan huruf yang
ditentukan oleh undang-undang bertulis ”.
5.
Bab 82 pasal 2 menyatakan: “Ketua
ugama ialah Sultan”.
Sultan berkuasa atas seluruh
soal dalam Negara, karena raja menjadi ketua Melayu, Ketua Agama, ketua adat
istiadat, dan ketua pemerintahan. Di Negara ini, sultan merupakan wakil rakyat yang
mutlak dan menjadi pilar Negara untuk mengawasi dan menjalankan roda
pemerintahan Negara yang terdiri dari empat bahagian: Kanun, Syarak, Resam dan
Adat Istiadat. “Kanun” merujuk kepada Hukum Kanun Brunei yang telah
ada sejak Sultan Hassaan,sultan ke Sembilan (1582-1598). Syarak merujuk
kepada ajaran agama Islam. Adat Istiadat merujuk kepada adat istiadat
Brunei Kuno, yang berkaitan dengan sultan. Adapun Resam merujuk kepada
perkara yang di luar adat istiadat atau adat yang diadatkan.
Hukum Kanun Brunei berlaku
hingga tahun 1906 ketika sistem pemerintahan kesultanan Brunei Darussalam
berada di bawah sistem pemerintahan Residen dari Kerajaan Inggris. Isi Hukum
Kanun Brunei meliputi: Undang-undang Jenayah Islam yang terdiri dari hudud,
qisas, dan takzir. Undang-undang Muamalah yang terdiri dari
jual-beli, gadai, mudharabah, dan amanah. Undang-undang Tanah seperti
pertanian; Undang-undang keluarga seperti pernikahan dan perceraian; dan
undang-undang Pentadbiran Mahkamah, keterangan, dan Acara seperti mengenai
Sultan Brunei Darussalam. Hukum Kanun terdapat 47 pasal dan sekurang-kurangnnya
terdapat 29 pasal yang mengandung unsur-unsur Islam, pasal-pasal tersebut
antara lain[15][15]:
1) pasal 4 : jinayah, bunuh, menikam,
memukul, merampas, mencuri, menuduh dan lain sebagainya.
2) pasal 5, 8 dan 41 : qishas
3) pasal 7 dan 11 : pencurian
4) pasal 12 dan 42 : perzinaan
5) pasal 15 : pinjam meminjam
6) pasal 18 : pinang meminang
7) pasal 20 : tanah
8) pasal 25 : perkawinan
9) pasal 26 dan 27 : saksi
10) pasal 28 : khiar dan pasakh nikah
11) pasal 29 : thalak
12) pasal 31 : jual beli
13) pasal 33 : utang piutang
14) pasal 34 : muflis dan sulhu
15) pasal 36 : ikrar
16) pasal 38 :
murtad
17) pasal 39 : syarat saksi
18) pasal 44 : minuman keras dan mabuk
Dalam mukadimah Hukum Kanun Brunei disebutkan bahwa isi hukum ini adalah
adat yang dijunjung tinggi dan diwariskan secara turun temurun. Hukum ini dibuat dengan tujuan sebagai panduan
dan teladan bagi para sultan, wazir, cheteria, hingga menteri dalam menjalankan
pemerintahan untuk kepentingan rakyat. Selain itu, hukum ini juga mengatur
tentang hukuman bagi orang-orang yang telah melanggar aturan Kesultanan Brunei
Darussalam.[16][16]
Hukum Kanun Brunei jelas
mencerminkan bahwa Hukum Islam ditegakkan di wilayah Kesultanan Brunei
Darussalam, bahkan menjadi azas dan dasar pemerintahan. Hukum Islam yang
dipadukan dengan unsur hukum adat Melayu ini senantiasa diwariskan kepada
setiap Sultan yang memerintah Brunei Darussalam sejak masa pemerintahan Sultan
Muhammad Hasan. Sultan telah melakukan usaha
penyempurnaan pemerintah, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas
dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah kadi tahun 1955. Majelis ini bertugas
menasehati Sultan dalam masalah Agama Islam. Langkah ini yang ditempuh Sultan
adalah menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat
Brunei dan satu-satunya ideologi negara. Untuk itu, dibentuk jabatan hal ikhwal
Agama yang tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik kepada pemerintah beserta
aparatnya maupun kepada masyarakat luas. Untuk kepentingan penelitian Agama
Islam, pada tanggal 16 september 1985 didirikan pusat Dakwah, yang juga
bertugas melaksanakan program dakwah serta pendidikan pada pegawai-pegawai
agama.[17][17]
Konsep falsafah Negara MIB
adalah ekspresi bahwa Brunei tidak bergeser dari tradisi lama yang bersifat
kesultanan. Kalau institusi kesultanan di kawasan Nusantara lainnya kecuali
Malaysia untuk wilayah tertentu berakhir sejak datangnya kolonialisme Barat, Brunei sebelum kemerdekaan telah
bertekad untuk mempertahankan sistem kesultanan. Falsafah Negara MIB bagi
Brunei merupakan konsep yang final, yang terus disosialisasikan melalui lembaga
pendidikan dan masyarakat umum.[18][18]
BAB III
KESIMPULAN
Kesultanan Brunei, seperti
juga kesultanan Malaysia, menempatkan istana sebagai pusat kebesaran,
kekuasaan, kemuliaan. Di Negara Brunei, Sultan berkuasa atas seluruh soal dalam
Negara. Brunei Darussalam mengakomodasi hukum
Islam, adat, dan barat tetapi yang sering sekali digunakan adalah hukum Muslim
(Islam). Istana
Brunei juga berfungsi sebagai penaung kegiatan yang bercorak kebudayaan. Brunai
Darussalam adalah satu-satunya Negara Melayu muslim Asia Tenggara yang berhasil
mengantar institusi kesultanan sebagai penerus paling orisinil dari tradisi
social politik rumpun Melayu Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Munir, Samsul, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: AMZAH, 2010
Saifullah, Sejarah
dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara., Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam,
Bandung: Pustaka Setia, 2008
http://www.kosmaext2010.com/makalah-sejarah-masuknya-islam-di-brunei-darussalam.php
http://www.scribd.com/doc/17067631/Dinamika-Hukum-Islam-Di-Brunei-Darussalam-Dr-Afifi.13/04/2012 . 10 pm
http://www.scribd.com/doc/17067631/Dinamika-Hukum-Islam-Di-Brunei-Darussalam-Dr-Afifi.13/04/2012 . 10 pm
[4][4] Syaifullah, Sejarah dan
Kebudayaan Islam di Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.
163
[6][6] http://aafandia.wordpress.com/2009/05/20/hukum-islam-di-negara-brunei-darussalam/ 13/04/2012/10 pm
[7][7] Syaifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di
Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 167
[11][11]
http://www.kosmaext2010.com/makalah-sejarah-masuknya-islam-di-brunei-darussalam.php
[13][13]
Syaifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 179-180
[18][18] Syaifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di
Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 182
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Assalamualaikum... Maaf ya SOBAT saya mau jujur bahwa awalnya saya hanya mencoba-coba bermain togel karna saya terlilit hutang yang sangat banyak sekitar Rp 235 juta karna hutang saya banyak akhirnya saya mencari jalan pintas meskipun itu dilarang agama islam apa boleh buat nasi sudah jadi bubur dan akhirnya saya menemukan seorang dukun yang bisa membantu saya melalui jalan togel dengan lantaran bantuan MBAH WIRANG kehidupan saya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya karna itu semua berkat bantuan MBAH WIRANG dengan waktu yang singkat saya sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup kita menjadi kaya, buktinya angka pemberian MBAH 4D nya pada tanggal 23/10/2016 yaitu 9512 tembus alhamdulillah saya menang sebanyak Rp.480 juta dan alhamdulillah semua hutang-hutang saya sudah bisa terlunasih juga... Mungkin saudara/saudari diluar sana lagi butuh angka togel 2D|3D|4D silahkan konsultasi atau minta bantuan dengan MBAH WIRANG jangan takut anda bisa hubungi di nomer ( 082346667564 / +6282346667564 )
BalasHapusTetap Semangat Semua Permasalahan Pasti Ada Jalan KeluarNya...