Selasa, 07 April 2015
HAJI BADAL
A. Pendahuluan
Menunaikan ibadah haji adalah sesuatu yang
amat dirindukan oleh setiap umat Islam, bahkan oleh yang telah menunaikannya
berkali-kali sekalipun. Karena itu, bagi yang dimudahkan Allah rizkinya Untuk menggunakan
kesempatan emas itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, belum tentu kesempatan
menunaikan ibadah haji itu datang kembali.
Dalam konteks ibadah haji, menariknya
bahwa pelaksanaan ibadah ini hanya dituntut bagi orangyang memiliki kemampuan
saja, baik materil dan spritual. Persyaratan kemampuan material dan spiritual
tentunya memiliki konsekuensi tersendiri sebab kemampuan yang kedua ini tidak
semua umat Islam memilikinya dan dapat memenuhinya maka tidakmengherankanlah
nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaannya tidak ditemukan dalam ibadah
lainnya. Dengan kata lain, Islam memberikan dispensasi bagi yang belum dapat
memenuhi persyaratan tersebut untuk tidak melaksanakan ibadah haji.Namun,
tetaplah umat Islam dituntut untuk berupaya semaksimalnya memenuhikewajiban
pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Dalam pelaksanaan
ibadah haji ini diknal dengan istilah badal yaitu menggantikan dalam maksud
menggantikan orang lain melaksanakan ibadah haji. Kenyataannya sebagian orang
terlalu bermudah-mudahan menghajikan orang lain, alias membadalkan haji.
Padahal tidak mudah begitu saja membadalkan haji, ada ketentuan, syarat dan
hukum yang mesti diperhatikan. Dari paparan diatas inilah yang menjadi topik
pembicaraan dalam makalah ini yang berjudul haji badal.
B. Pembahasan
1. Pengertian Haji Badal
Sebelum
dikemukakan pembahasan yang berkenaan dengan haji badal untuk lebih mendekatkan
kepada permasalahan yang akan dikemukakan dalam pembahasan ini terlebih dahulu
perlu dikemukan depenisi kedua kata tersebut yakni haji dan badal sebagaimana
yang di kemukakan dalam Kamus besar Bahasa Indonesia:
Haji terbagi dua pengertian diantaranya:
a). Berkunjung kesuatu tempat tertentu untuk
tujuan ibadah, dikenal oleh umat manusia melalui tuntunan agama-agama,
khususnya dibelahan timur dunia kita ini. Ibadah ini diharapkan dapat mengantar
manusia kepada pengenalan jati diri, membersihkan dan mensyucikan jiwa mereka.[1]
b). Sebutan untuk orang yg sudah melakukan
ziarah ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima: sekembalinya dari Tanah Suci ia
menambahkan gelar di depan namanya.
Adapun yang dikatakan badal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: badal ialah
pengganti (terutama bagi orang naik haji), wakil haji orang yang melaksanakan
ibadah haji untuk menggantikan orang lain (seperti menggantikan
orang yang sudah meninggal), wakil haji.[2]
Menurut Prof H. Jalaludin
mengatakan:
Secara
harfiah haji artinya mnyengajakaan untuk mengunjungi ka’bah untuk beribadat
kepada Allah swt, dengan memeenuhi syarat, rukun, kewajiban, dan
mengeerjakannya pada waktu tertentu, dengan demikian ibadah haji termasuk
ibadah yang paling berat jika dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lainnya,
makanya Maha bijaksana Allah swt menetapkannya, bahwa ibadah ini sekali seumur
hidup. Itupun bagi muslim yang mampu saja yang telah cukup dengan segala
persyaratannya. [3]
Perintahpelaksanaan ibadah haji inidisamping
ibadah lainnyamemiliki implikasitersendiri bagi para pelaksananya sebab tidak
ada ibadah yang dilaksanakantanpa memiliki nilai edukasi (hikmah) di dalamnya
yang bertujuan supaya parapelaksananya benar-benar dapat menangkap pesan-pesan
yang terurai dari setiapproses pelaksanaan ibadah tersebut.
Dari depinisi yang telah dikemukakan di
atas dapat dikatakan bahwa haji badal
adalah, berarti amanah haji atau menghajikan orang lain yang telah
dikategorikan wajib haji (terutama dari segi ekonomi) tapi tidak mampu melakukannya
sendiri karena adanya halangan yang dilegalkan oleh syariat Islam. Maka
seseorang tersebut dihajikan oleh orang lain sebagai pengganti dirinya untuk
melaksanakan ibadah tersebut. [4]
Rasulullah saw bersabda:
عن عبد الله قال قال رسول الله عليه وسلم بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ
شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ
الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya: “dari
Abdullah bin Umar , katanya bersabda Rasulullah saw, Islam
dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat,
menunaikan zakat,
berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.”[5]
Dari
hadis yang dikemukakan di atas antara
lima rukun Islam, menunaikan ibadah haji merupakan ibadah yang menempati posisi
paling sulit untuk sebagian orang, karena dalam pelaksanaannya tidak sekedar
meminta pengorbanan tenaga, melainkan juga biaya. Oleh karenanya, tidak semua
orang Islam dipanggil untuk menunaikannya, kecuali bagi mereka yang mampu dan
sanggup menunaikannya sebagaimana tersurat dalam Alqur’an Q.S. Ali Imran: 97.:
yakni padanya terdapat tanda-tanda yang
nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Menurut Al-Qurthubi dalam tafsirnya bahwa Q.S. Ali
Imron ayat 96-97 ini turun disebabkan karena orang-orang Islam dan orang-orang
yahudi saling membanggakan diri. Yahudi mengatakan Baitul Maqdis lebih utama
daripada Ka’bah, karena dia adalah tempat pelarian para nabi, di samping dia
berada di tanah suci. Lalu orang Islampun berkata: Ka’bah lebih utama daripada
Baitul Maqdis. Lalu Allah menurunkan ayat ini.[6]
Perintahpelaksanaan haji merupakan suatu
kesepakatan umat Islam yang tidak dapat dibantahkansebab banyak ditemukan dalil-dalil
keagamaan yang memang secara tegas mewajibkannya. Dalamkaitan ini, untuk
menjelaskan implikasi pesan-pesan yang terangkum dalampelaksanaan ibadah secara
tegas Muhammad Al-Ghazalî mengatakan: ibadah-ibadahyang disyari‘atkan di dalam
Islam dan dianggap sebagai rukun iman bukanlahsebatas upacara ritual yang
kosong, yang menghubungkan antara manusia dengansesuatu alam gaib yang tidak
jelas yang mengharuskan untuk melihatkanperbuatan-perbuatan dan gerakan-gerakan
yang tidak mempunyai makna. Sebenarnyabukanlah demikian. Semua ibadat yang
disyari‘atkan oleh Islam untukdilaksanakan oleh pemeluknya merupakan latihan
yang terus menerus dilaksanakanagar pelakunya hidup dengan penuh akhlak dan
moral yang baik serta benar, walaubagaimanapun situasi dan kondisi yang
dihadapinya....., Begitulah, jangandikira bahwa seseorang yang pergi berangkat
ke tanah suci untuk melaksanakanibadah haji bukanlah sekedar perjalanan, tetapi
syarat dengan makna danpesan-pesan moral yang mulia”.[7]
2. Dalil Alqur’an dan hadis tentang
Keutamaan Haji
Kuatnya perintah pelaksanaan ibadah haji ini
disertai juga dengan pujian dan imbalan yang besar bagi orang-orang yang
benar-benar ikhlas dalam melaksanakannya yang hanya semata-mata untuk
menunjukkan kepatuhan kepada Allah Swt. karena sesungguhnya ibadah tanpa
didasari keikhlasan hanya akan mendatangkan kesia-siaan bagi pelaksananya.
Untuk itu jugalah, tidak mengherankan kalau Islam juga memberikan ancaman
bagiorang-orang yang memiliki kemampuan melaksanakan ibadah haji, tetapi tidak
melaksanakannya berikut ini adalah merupakan dalil-dalil tentang keutamaan
menunaikan ibadah haji.
Ancaman
bagi orang-orangyang tidak mau melaksanakan ibadah haji padahal sesungguhnya
telah mampu untuk memenuhipersyaratan tersebut oleh Islam dipandang sebagai
orang yang akan mati dalamkeadaan Yahudi dan Nasrani. Ancaman ini setidaknya
mengisyaratkan dua hal. Pertama,bahwa bagi semua orang Islam yang telah
memenuhi segala persyaratan dalam melaksanakanibadah haji tidak ada lagi
negosiasi kecuali harus melaksanakannya.[8]
a.
Dalil Haji Menurut Alqur’an
¨bÎ)
tA¨rr&
;Møt/
yìÅÊãr
Ĩ$¨Y=Ï9
Ï%©#s9
sp©3t6Î/
%Z.u$t7ãB
Yèdur
tûüÏJn=»yèù=Ïj9
ÇÒÏÈ ÏmÏù
7M»t#uä
×M»uZÉit/
ãP$s)¨B
zOÏdºtö/Î)
(
`tBur
¼ã&s#yzy
tb%x.
$YYÏB#uä
3
¬!ur
n?tã
Ĩ$¨Z9$#
kÏm
ÏMøt7ø9$#
Ç`tB
tí$sÜtGó$#
Ïmøs9Î)
WxÎ6y
4
`tBur
txÿx.
¨bÎ*sù
©!$#
;ÓÍ_xî
Ç`tã
tûüÏJn=»yèø9$#
ÇÒÐÈ
Artinya:
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat)
manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia.padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di
antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu
(bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.[9] (QS Ali Imran: 96-97)
bÏir&ur
Îû
Ĩ$¨Y9$#
Ædkptø:$$Î/
qè?ù't
Zw%y`Í
4n?tãur
Èe@à2
9ÏB$|Ê
úüÏ?ù't
`ÏB
Èe@ä.
?dksù
9,ÏJtã
ÇËÐÈ
Artinya: dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang
jauh, [10](QS Al-Haj: 27).
(#rßygô±uÏj9
yìÏÿ»oYtB
öNßgs9
(#rãà2õtur
zNó$#
«!$#
þÎû
5Q$r&
BM»tBqè=÷è¨B
4n?tã
$tB
Nßgs%yu
.`ÏiB
ÏpyJÎgt/
ÉO»yè÷RF{$#
(
(#qè=ä3sù
$pk÷]ÏB
(#qßJÏèôÛr&ur
}§Í¬!$t6ø9$#
uÉ)xÿø9$#
ÇËÑÈ ¢OèO
(#qàÒø)uø9
öNßgsWxÿs?
(#qèùqãø9ur
öNèduräçR
(#qèù§q©Üuø9ur
ÏMøt7ø9$$Î/
È,ÏFyèø9$#
ÇËÒÈ
Artinya: supaya mereka menyaksikan
berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari
yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa
binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi)
berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian,
hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah
mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan
melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).[11] (QS Al-Haj: 28-29)
b.
Dalil Haji Menurut Al-Hadis
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ الْفَضْلِ أَنَّ امْرَأَةً
مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ
فَرِيضَةُ اللَّهِ فِى الْحَجِّ وَهُوَ لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِىَ عَلَى
ظَهْرِ بَعِيرِهِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « فَحُجِّى عَنْهُ ».
Artinya: Hadist riwayat Ibnu Abbas dari al-Fadl:
"Seorang perempuan dari kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah:
"Wahai Rasulullah, ayahku telah wajib haji tapi dia sudah tua renta dan
tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan?". Jawab Rasulullah: "Kalau
begitu lakukanlah haji untuk dia!" (H.R. Bukhari, Muslim dll.)[12]
َوَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ
عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مَنْ
خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ
اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى اَلشِّقِّ
اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى
عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا, لَا يَثْبُتُ عَلَى
اَلرَّاحِلَةِ, أَفَأَحُجُّ عَنْهُ? قَالَ: نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ
اَلْوَدَاعِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Artinya: Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata:
Adalah al-Fadl Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu duduk di belakang Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu seorang perempuan dari Kats'am datang.
Kemudian mereka saling pandang. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
memalingkan muka al-Fadl ini ke arah lain. Perempuan itu kemudian berkata:
Wahai Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu
turun ketika ayahku sudah tua bangka, tidak mampu duduk di atas kendaraan.
Bolehkah aku berhaji untuknya? Beliau menjawab: "Ya Boleh." Ini
terjadi pada waktu haji wada'. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat
Bukhari. [13]
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى
النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّى نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ
، فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ . حُجِّى
عَنْهَا ، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا
اللَّهَ ، فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ »
Artinya: Hadist
riwayat Ibnu Abbas ra: " Seorang perempuan dari bani Juhainah datang
kepada Nabi s.a.w., ia bertanya: "Wahai Nabi Saw, Ibuku pernah bernadzar
ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia belum
melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya?. Rasulullah
menjawab: Ya, hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib
membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk
dipenuhi" (H.R. Bukhari & Nasa'i).[14]
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ
عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ :مَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى.
قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ
حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ».
Artinya: Riwayat
Ibnu Abbas, pada saat melaksanakan haji, Rasulullah s.a.w. mendengar seorang
lelaki berkata "Labbaik 'an Syubrumah" (Labbaik/aku memenuhi
pangilan-Mu ya Allah, untuk Syubrumah), lalu Rasulullah bertanya "Siapa
Syubrumah?". "Dia saudaraku, wahai Rasulullah", jawab lelaki
itu. "Apakah kamu sudah pernah haji?" Rasulullah bertanya.
"Belum" jawabnya. "Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah
untuk Syubrumah", lanjut Rasulullah. (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah
dan lain-lain). Syekh al-Albani menilai hadis ini shahih.[15]
َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ
رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( اَلْعُمْرَةُ إِلَى اَلْعُمْرَةِ
كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا, وَالْحَجُّ اَلْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ
إِلَّا اَلْجَنَّةَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Arinya: Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Umrah ke umrah
menghapus dosa antara keduanya, dan tidak ada pahala bagi haji mabruru kecuali
surga." Muttafaq Alaihi. (Hadis Muttafaqun alaih)[16]
َوَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا
قَالَتْ: ( قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! عَلَى اَلنِّسَاءِ جِهَادٌ ? قَالَ:
نَعَمْ, عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ: اَلْحَجُّ, وَالْعُمْرَةُ )
رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَهْ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ.
وَأَصْلُهُ فِي اَلصَّحِيحِ
Artinya: Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia bertanya:
Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita itu diwajibkan jihad? Beliau menjawab: Ya,
mereka diwajibkan jihad tanpa perang di dalamnya, yaitu haji dan umrah."
Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dengan lafadz menurut riwayatnya. Sanadnya shahih
dan asalnya dari shahih Bukhari-Muslim.[17]
c.
Pendapat Para Ulama tentang Badal Haji
Dalam kaitan diatas tidak sampai di situ
saja bahwa ternyata perintah pelaksanaan ibadah haji ini juga dibebankan bagi
orang yang tidak memungkin lagi untuk melaksanakanibadah haji tersebut baik itu
disebabkan oleh keuzuran atau telah meninggaldunia dengan cara membebankan
kepada orang lain untuk melaksanakannya atas namaorang tersebut, yang dalam
istilah fikih disebut dengan haji badal ini yangmenjadi konsentrasi penelitian
ini. Pelaksanaan haji badal ini walaupunsebenarnya masih menjadi perdebatan di
kalangan ulama mazhab fiqih, khususnyasiapa yang berhak untuk melaksanakannya,
tetapi ada semacam kesepakatan bahwahaji badal tersebut memang diperkenankan
oleh dalil keagamaan.
Dalam kaitan diatas tidak sampai di situ
saja bahwa ternyata perintah pelaksanaan ibadah haji ini juga dibebankan bagi
orang yang tidak memungkin lagi untuk melaksanakanibadah haji tersebut baik itu
disebabkan oleh keuzuran atau telah meninggaldunia dengan cara membebankan
kepada orang lain untuk melaksanakannya atas namaorang tersebut, yang dalam
istilah fikih disebut dengan haji badal ini yangmenjadi konsentrasi penelitian
ini. Pelaksanaan haji badal ini walaupunsebenarnya masih menjadi perdebatan di
kalangan ulama mazhab fiqih, khususnyasiapa yang berhak untuk melaksanakannya,
tetapi ada semacam kesepakatan bahwahaji badal tersebut memang diperkenankan
oleh dalil keagamaan.
Namun, dalamteknis pelaksanaannya tentang
siapa yang berhak melaksanakannya terjadikeberagaman pendapat ulama tentang
ini. Perbedaan pendapat ulama tentang ininampaknya sangat berkaitan dengan
persyaratan utama haji tersebut tentang istitha‘ah(kemampuan material
dan spiritual) melaksanakan haji sebagai syarat utamanya. Makatentunya
seseorang yang telah uzur yang tidak mungkin untuk sembuh kembali,atau orang
yang telah meninggal tidak memenuhi syarat istitha‘ah ini
untukmelaksanakan ibadah haji tersebut.
Namun, dalam teknis pelaksanaannya
tentang siapa yang berhak melaksanakannya terjadikeberagaman pendapat ulama
tentang ini. Perbedaan pendapat ulama tentang ininampaknya sangat berkaitan
dengan persyaratan utama haji tersebut tentang istitha‘ah (kemampuan
material dan spiritual) melaksanakan haji sebagai syarat utamanya. Makatentunya
seseorang yang telah uzur yang tidak mungkin untuk sembuh kembali,atau orang
yang telah meninggal tidak memenuhi syarat istitha‘ah ini
untukmelaksanakan ibadah haji tersebut.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa
pendapat para pakar tentang yang berkaitan dengan badal haji.
a. Argumentasi ulama yang tidak memperbolehkan badal haji:
1. Ibadah haji itu, sungguhpun terdiri dari
dua macam yaitu ibadah fisik dan ibadah harta, namun unsur fisiknya lebih
dominan. Karena itu ibadah haji tidak boleh diwakilkan atau digantikan oleh
orang lain.[18]
2. Berdasarkan al-Qur’an surat al-Najm,39:Allah
berfirman:
br&ur
}§ø©9
Ç`»|¡SM~Ï9
wÎ)
$tB
4Ótëy ÇÌÒÈ
Artinya:
dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya, [19](An-Najm: 39)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa seseorang hanya akan
dapat pahala jika ia sendiri yang melakukannya. Karena itu amal ibadah yang
dilakukan untuk atau atas nama orang lain, seperti badal haji, tidak akan ada
manfaatnya. Jadi sia-sia saja.
3.
Mengenai
beberapa hadis yang menjelaskan adanya perintah Nabi Saw kepada sejumlah
sahabat untuk melakukan haji atas nama orang tua dan saudaranya itu, oleh
kelompok ulama ini, dinilai tidak shahih secara matan meski shahih secara
sanad. Karena dianggap bertentangan dengan al-Qur’an surat al-Najm ayat 39
tersebut. Pendapat ini didukung oleh ulama Malikiyah. Di
Indonesia, ulama yang mendukung pendapat ini adalah sejumlah ulama Persatuan
Islam (Persis) Bangil.[20]
4. Alasan ulama yang
tidak memperbolehkan badal haji adalah bahwasanya haji itu hanya diwajibkan
kepada orang Islam yang mampu, baik fisik maupun keuangan. Jadi, kalau ada
orang yang sakit atau lemah secara fisik maka ia dianggap orang yang tidak
mampu, karena itu ia tidak berkewajiban haji. Demikian juga orang yang telah
wafat, ia dianggap sudah tidak berkewajiban untuk haji. Karena itu orang yang
lemah secara fisik hingga tidak kuat untuk berhaji apalagi orang yang sudah
wafat, maka kepada orang tersebut tidak perlu dilakukan badal haji. Orang ini
dipandang telah gugur kewajiban hajinya.[21]
b. Argumentasi ulama yang memperbolehkan badal
haji:
1. Harus difahami
bahwa Nabi Saw memiliki otoritas untuk menetapkan hukum sendiri selain
berdasarkan al-Qur’an. Karena itu tidak semua hadits yang “terkesan”
bertentangan dengan al-Qur’an lalu dinyatakan tidak shahih. Seperti hadis
tentang bolehnya menghajikan orang lain (orangtua atau saudara) yang dianggap
bertentangan dengan surat al-Najm ayat 39 yang menerangkan bahwa seseorang
tidak akan mendapatkan pahala kecuali atas usahanya sendiri. Dalam kajian Ushul
Fiqh dikenal adanya “takhshis”, yaitu pembatasan atau pengecualian terhadap
ketentuan yang bersifat umum. Takhshis ini bisa berupa al-Qur’an dengan ayat
al-Qur’an, dan bisa juga al-Qur’an dengan al-Hadis. Sebagai contoh :
ôMtBÌhãm
ãNä3øn=tæ
èptGøyJø9$#
ãP¤$!$#ur
ãNøtm:ur
ÍÌYÏø:$#
!$tBur
¨@Ïdé&
ÎötóÏ9
«!$#
¾ÏmÎ/
èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur
äosqè%öqyJø9$#ur
èptÏjutIßJø9$#ur
èpysÏܨZ9$#ur
!$tBur
@x.r&
ßìç7¡¡9$#
wÎ)
$tB
÷Läêø©.s
$tBur
yxÎ/è
n?tã
É=ÝÁZ9$#
br&ur
(#qßJÅ¡ø)tFó¡s?
ÉO»s9øF{$$Î/
4
öNä3Ï9ºs
î,ó¡Ïù
3
tPöquø9$#
}§Í³t
tûïÏ%©!$#
(#rãxÿx.
`ÏB
öNä3ÏZÏ
xsù
öNèdöqt±ørB
Èböqt±÷z$#ur
4
tPöquø9$#
àMù=yJø.r&
öNä3s9
öNä3oYÏ
àMôJoÿøCr&ur
öNä3øn=tæ
ÓÉLyJ÷èÏR
àMÅÊuur
ãNä3s9
zN»n=óM}$#
$YYÏ
4
Ç`yJsù
§äÜôÊ$#
Îû
>p|ÁuKøxC
uöxî
7#ÏR$yftGãB
5OøO\b}
¨bÎ*sù
©!$#
Öqàÿxî
ÒOÏm§
ÇÌÈ
Artinya:
diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[22] (Al-Maidah:3)
Ayat di atas (tentang:
diharamkan atas kamu bangkai, hewan yang mati tanpa disembelih). Oleh Nabi Saw
kemudian di “takhshis”, dibatasi dengan mengecualikan bangkai ikan dan belalang
(HR.Ahmad, Ibn Majah dan al-Baihaqi. Al-Albani menilainya shahih).
Kalau orang tidak memahami sunnah atau hadis,
maka akan mengatakan bahwa semua bangkai adalah haram berdasarkan ayat
al-Qur’an tersebut. Tetapi, karena memahami adanya sunnah atau hadis yang
berfungsi menjelaskaan al-Qur’an dan juga mengecualikan keterangan yang
bersifat umum, maka bisa difahami bahwa semua bangkai haram kecuali yang
dikhususkan oleh Nabi saw, yaitu bangkai ikan dan belalang.
Demikian juga tentang ayat yang menerangkan bahwa seseorang tidak akan
dapat pahala kecuali dari usaha amalnya sendiri firman Allah:
br&ur
}§ø©9
Ç`»|¡SM~Ï9
wÎ)
$tB
4Ótëy
ÇÌÒÈ
Artinya: dan bahwasanya seorang manusia
tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,[23] (QS. Al-Najm, 39).
Oleh Nabi Saw, ayat yang bersifat umum tersebut dikecualikan dengan amalan
badal haji, menghajikan orang yang telah meninggal (yang belum haji) atau
menghajikan orang yang sudah tak mampu melaksanakannya (secara fiik) disebabkan
oleh suatu udzur, seperti sakit yang tak ada harapan sembuh. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim). Ini berarti bahwa badal haji itu dibenarkan menurut syariat.
2. sebagaimana
Rasulullah bersabda:
حدثنا
يحيى بن أيوب وقتيبة ( يعني ابن سعيد ) وابن حجر قالوا حدثنا إسماعيل ( هو ابن
جعفر ) عن العلاء عن أبيه عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إذا
مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة
إلا
من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya: Telah menceritakan kepada kami
Yahya bin Ayub dan Qutaibah (yakni Ibnu Sa’id) dan Ibnu Hajar, mereka berkata :
Telah menceritakan kepada kami Isma’il (dan dia adalah Ibnu Ja’far) dari
al-’Ala’i dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda : “Jika
seorang manusia mati, terputus darinya ‘amalnya kecuali dari 3 (perkara) : Shodaqoh
jariyah, atau ‘ilmu yang bermanfa’at, atau anak sholeh yang berdo’a baginya”.
(HR. Muslim 14-(1631).[24]
Hadis di atas menerangkan bahwa amal manusia itu akan terputus bilamana
telah maninggal kecuali tiga hal (amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak
shaleh yang mau mendoakannya).
Maka yang terputus adalah usahanya sendiri, sementara usaha atau amalan
orang lain masih bisa bermanfaat baginya seperti doa dan lain sebagainya.
Adapun al-Qur’an surat al-Najm,39 yang menerangkan bahwa manusia tidak akan
dapat pahala selain dari amal usahanya sendiri, maka anak yang menggantikannya
untuk badal hajinya adalah merupakan usaha orang tuanya. M. Nashiruddin Al-Albani
mengatakan bahwa:
كان الولد من سعى الوالد
anak itu adalah merupakan usaha orang
tuanya.[25]
Karena itu badal haji yang dilakukan anaknya bisa dianggap sebagai bagian dari
usahanya sendiri.
Ayat ini bukanlah bermakna seseorang tidak
mendapatkan manfaat dari amalan atau usaha orang lain. Ulama tafsir dan pakar
Qur’an menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah amalan orang lain bukanlah amalan
milik kita. Yang jadi milik kita adalah amalan kita sendiri.
Adapun jika amalan orang lain diniat kan untuk
lainnya sebagai pengganti, maka itu akan bermanfaat. Sebagaimana bermanfaat
do’a dan sedekah dari saudara kita (yang diniatkan untuk kita) tatkala kita
telah meninggal dunia. Begitu pula jika haji dan puasa sebagai gantian untuk
orang lain, maka itu akan bermanfaat.
3. Sebagian besar
ulama madzhab mendukung pendapat tentang bolehnya melaksanakan badal haji,
seperti ulama Hanafiah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah. Sementara ulama kontemporer
yang mendukung bolehnya melakukan badal haji antara lain: Syekh M. Nashiruddin
al-Albani, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Muhammad bin shalih
Al-‘Utsaimin dan para ulama Saudi yang lain.[26]
C. Hikmah Ibadah Haji
1.
Menjadi tetamu Allah
Kaabah atau Baitullah itu dikatakan juga sebagai 'Rumah Allah'.
Wala bagaimana pun haruslah difahami bahawa bukanlah Allah itu bertempat atau
tinggal disitu. Sesungguhnya Allah itu ada dimana mana. Ia dikatakan sebagai
'Rumah Allah' kerana mengambil apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. oleh
yang demikian orang yang mengerjakan haji adalah merupakan tetamu istimewa
Allah. Dan sudah menjadi kebiasaan setiap tetamu mendapat layanan yang istimewa
dari tuan rumah. Rasulullah bersabda: "Orang yang mengerjakan haji dan
orang yang mengerjakan umrah adalah tetamu Allah Azza wa jalla dan para
pengunjung-Nya. Jika mereka meminta kepada-Nya nescaya diberi-Nya. Jika mereka
meminta ampun nescaya diterima-Nya doa mereka. Dan jika mereka meminta syafaat
nescaya mereka diberi syafaat." (Ibnu Majah)
2.
Mendapat tarbiah langsung daripada Allah
Di kalangan mereka yang pernah mengerjakan haji, mereka mengatakan
bahawa Ibadah Haji adalah kemuncak ujian daripada Allah s.w.t. Ini disebabkan
jumlah orang yang sama-sama mengerjakan ibadah tersebut adalah terlalu ramai
hingga menjangkau angka jutaan orang. Rasulullah bersabda: "Bahwa Allah
Azza wa jalla telah menjanjikan akan 'Rumah' ini, akan berhaji kepadanya
tiap-tiap tahun enam ratus ribu. Jika kurang nescaya dicukupkan mereka oleh
Allah dari para malaikat." Sabda Rasulullah laga, "Dari umrah pertama
hingga umrah yang kedua menjadi penebus dosa yang terjadi diantara
keduanya,sedangkan haji yang mabrur (haji yang terima) itu tidak ada balasannya
kecuali syurga." (Bukhari dan Muslim)
3.
Membersihkan dosa
Mengerjakan Ibadah Haji merupakan kesempatan untuk bertaubat dan
meminta ampun kepada Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan ibadah
haji itu merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat. Malah
ibadah haji itu sendiri jika dikerjakan dengan sempurna tidak dicampuri dengan
perbuatan-perbuatan keji maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya sehingga ia
suci bersih seperti baru lahir ke dunia ini. Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa yang melakukan Ibadah Haji ke Baitullah dengan tidak
mengucapkan perkataan keji, tidak berbuat fasik, dia akan kembali ke negerinya
dengan fitrah jiwanya yang suci ibarat bayi baru lahir daripada perut
ibunya."(BukhariMuslim).
4.
Memperteguhkaniman
Ibadah Haji secara tidak langsung telah menghimpunkan manusia Islam dari seluruh pelusuk dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, warna kulit dan bahasa pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan fikiran tentang kebenaran Al-Quran yang diterangkan semua dengan jelas dan nyata. Firman -Nya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal." (Al-Hujurat 13) "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm 22).
Ibadah Haji secara tidak langsung telah menghimpunkan manusia Islam dari seluruh pelusuk dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, warna kulit dan bahasa pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan fikiran tentang kebenaran Al-Quran yang diterangkan semua dengan jelas dan nyata. Firman -Nya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal." (Al-Hujurat 13) "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm 22).
5.
Iktibar dari pada peristiwa orang-orang soleh.
Tanah suci Mekah adalah merupakan lembah yang menyimpan banyak
rentetan peristiwa-peristiwa bersejarah. Diantaranya sejarah nabi-nabi dan
rasul, para sahabat Rasulullah,para tabiin, tabi’ut tabiin dan salafus soleh
yang mengiringi mereka. Sesungguhnya peristiwa tersebut boleh diambil iktibar
atau pengajaran untuk membangun jiwa seseorang. Rasulullah bersabda: "Sahabat-sahabatku
itu laksana bintang-bintang dilangit, jika kamu mengikut sahabat-sahabatku
niscaya kamu akan mendapat petunjuk." Di antara peristiwa yang terjadi
ialah: Pertemuan di antara Nabi Adam a.s. dengan Siti Hawa di Padang Arafah.
Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di
tengah padang pasir yg kering kontang di antara Bukit Safa dan Marwah. Pengorbanan
Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail sebagi menurut perintah Allah. Nabi
Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim mendirikan Kaabah. Lahirnya seorang anak yatim yang
miskin dan serba kekurangan. Tidak tahu membaca dan menulis tetapi mempunyai
akhlak yang terpuji hingga mendapat gelaran 'Al-Amin. Medan Badar dan Uhud
sewajarnya mengingati seseorang kepada kegigihan Rasulullah dan para sahabat
menegakkan agama Allah.
6.
Merasa bayangan Padang Mahsyar
Bagi orang yang belum mengerjakan haji tentunya belum pernah
melihat dan mengikuti perhimpunan ratusan ribu manusia yang berkeadaan sama
tiada beda. Itu semua dapat dirasai ketika mengerjakan haji. Perhimpunan di
Padang Arafah menghilangkan status dan perbedaan hidup manusia sehingga tidak
dapat kenal siapa kaya, hartawan, rakyat biasa, raja atau sebagainya. Semua
mereka sama dengan memakai pakaian seledang kain putih tanpa jahit. Firman
Allah s.w.t: "Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa
yang palingtaqwa."(Al-Hujurat-13)
7.
Syiar perpaduan umat Islam
Ibadah Haji adalah merupakan syiar perpaduan umat Islam. Ini kerana
mereka yang pergi ke Tanah Suci Makkah itu hanya mempunyai satu tujuan dan matlamat
iaitu menunaikan perintah Allah atau kewajipan Rukun Islam yang kelima. Dalam
memenuhi tujuan tersebut mereka melakukan perbuatan yang sama,memakai pakaian
yang sama, mengikut tertib yang sama malah boleh dikatakan semuanya sama. Ini
menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam. Dan gambaran inilah yang
semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat Islam apabila mereka kembali
ke negara asal masing-masing.
D.
Penutup
a. Kesimpulan
1. Ulama Maliki
mengatakan makruh menyewa orang melaksanakan ibadah haji, karena hanya upah
mengajarkan al-Qur'an yang diperbolehkan dalam masalah ini menurutnya.
2. Mazhab Syafi'i: mengatakan boleh menghajikan orang
lain dalam dua kondisi; Pertama : untuk mereka yang tidak mampu melaksanakan
ibadah haji karena tua atau sakit sehingga tidak sanggup untuk bisa duduk di
atas kendaraan. Orang seperti ini kalau mempunyai harta wajib membiayai haji orang
lain
3. Ulama Haanfi: mengatakan orang yang sakit atau kondisi
badanya tidak memungkinkan melaksanakan ibadah haji namun mempunyai harta atau
biaya untuk haji, maka ia wajib membayar orang lain untuk menghajikannya
b.
Saran-Saran
1.
Diharapkan makalah
ini dapat memberikan sumbangan dalam keilmuan Islam
2.
Makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan-kekurangan untuk lebih melengkapi makalah ini maka
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
M. Quraish Shihab, (2012),Haji dan
Umrah, Urayan Manasik, Hukum, Hikmah, dan Panduan Meraih Haji Mabrur, (Tanggerang:
Lintera Hati
Departemen Pendidikan Nasional, (2005), Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
Jalaludin, (2009), Fikih Remaja Bacaan
Populer Remaja Muslim, (Jakarta: Kalam Mulia,
Ikhwan M.Ag dan
Abdul Halim M.Ag Ensiklopedi Haji dan Umrah, See more at: http://www.jurnalhaji.com/rukun-haji/mengenal-lebih-jauh-tentang-badal-haji/#sthash.yD7PRFjj.dpuf
Razak dan Rais Latihief, (1991), Terjemahan
Hadis Shahih Muslim, (jakarta: Al-Husna,
As-Shabuni, (1985),
Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam
As-Shabuni Buku I (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
MuslimNasution, (1999), Haji dan Umrah
(Jakarta: Gema Insani Press,
Dalamkonteks persyaratan pelaksanaan haji
ini para ulama menetapkan setidaknya adalima hal, yaitu 1) Islam; 2) baligh; 3)
berakal sehat; 4) merdeka; dan 5)mampu. Lihat Sayyid
Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (1985)Vol.
I (Dâr Al-Kitâb Al-‘Arabî,
Kementerian Agama RI, (2012), Alqur’an
dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Sinergi Pustaka Indonesia,
Ibn Hajar, Al-Asqalani, (2012), Terjemah
Bulughul Maram. PenerjemahHarun Zen dan Zainal Muttaqin, (Bandung:
Penertbit Jabal,
A.Hassan, (2002), Soal-Jawab Tentang
Berbagai Masalah (Bandung: Diponegoro,
Muhammad Nashiruddin (2002), al-Albani,al-Silsilah
al-Shahihah, I/793.Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan
Umrah Oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, terj.H.AS. Zamakhsyari Bogor:
Pustaka Imam Syafi’i,
[1] M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah, Urayan Manasik, Hukum,
Hikmah, dan Panduan Meraih Haji Mabrur, (Tanggerang: Lintera Hati, 2012),
h. 6.
[2]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h..84
[3] Jalaludin, Fikih Remaja Bacaan Populer
Remaja Muslim, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 213
[4] Ikhwan M.Ag dan Abdul Halim M.Ag Ensiklopedi Haji dan
Umrah, See more at:
http://www.jurnalhaji.com/rukun-haji/mengenal-lebih-jauh-tentang-badal-haji/#sthash.yD7PRFjj.dpuf
[5] Razak dan Rais
Latihief, Terjemahan Hadis Shahih Muslim, (jakarta: Al-Husna, 1991), 43
[6] [6] As-Shabuni, Terjemahan
Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni Buku I (Surabaya: PT. Bina Ilmu,1985) h. 342
[7] MuslimNasution, Haji dan Umrah (Jakarta: Gema Insani Press,
1999), h. 7.
[8] Dalamkonteks persyaratan pelaksanaan haji ini para ulama
menetapkan setidaknya adalima hal, yaitu 1) Islam; 2) baligh; 3) berakal sehat;
4) merdeka; dan 5)mampu. Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Vol. I (Dâr
Al-Kitâb Al-‘Arabî,1985), h. 302.
[9] Kementerian Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
PT Sinergi Pustaka Indonesia,2012).h. 66
[10] Ibid,h.466
[11] Ibid,h.466-467
[12] Ibn Hajar, Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram.
PenerjemahHarun Zen dan Zainal Muttaqin, (Bandung: Penertbit Jabal, 2012).h.171
[13] Ibn Hajar, Ibid.172-173
[14] Ibid, h.176
[15] Muhammad Nashiruddin al-Albani, Irwa-al-Ghalil, IV/171.
[16] Ibid, h. 171
[17]
Ibid.
[18] Abd al-Rahman al-Jazairi, Op.Cit. h. 706.
[19]
Kementerian Agama RI, Op.Cit. h.766
[20] A.Hassan, Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah (Bandung:
Diponegoro, 2002),h.242
[21] Ibid., 706.
[22]
Kementerian Agama RI Op.Cit. h.142
[25] Muhammad Nashiruddin al-Albani,al-Silsilah al-Shahihah,
I/793.
[26] Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah Oleh
Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, terj.H.AS. Zamakhsyari (Bogor: Pustaka Imam
Syafi’i, 2002), h.61-69.
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: